Mohon tunggu...
Inung Kurnia
Inung Kurnia Mohon Tunggu... Penulis - Gemar berbagi kebaikan melalui tulisan

Ibu dari Key dan Rindang

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Pekerjaan Rumahan, Repot yang Tak Ada Habisnya

22 Maret 2022   16:52 Diperbarui: 22 Maret 2022   16:59 657
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto selasar bandara di status WA kawanku (dokpri)

Temanku, seorang perempuan pekerja lepas di sebuah kantor konsultan, nyaris tak pernah meninggalkan rumah selama lebih dari 15 tahun. 

Ia memilih mengerjakan pekerjaan kantornya dari rumah. Kalaupun keluar, hanya sebentar, terutama saat anak-anak sekolah dan suami bekerja.

Ketika anak dan suami sudah di rumah, si teman ini pasti menolak jika ada orderan harus keluar rumah. 

Saya bilang dia perempuan hebat. Di tengah banyaknya perempuan ingin berkarier full di luar rumah, ingin berkantor, si temanku memilih menjadi ibu rumah tangga. 

Padahal dari segi apapun dia sangat memenuhi syarat untuk menjadi seorang perempuan karier. Pendidikan, ketrampilan kerja, keluwesan bergaul, kepintaran berkomunikasi dan attitude yang luar biasa.

Beberapa instansi diakui si temanku ini sudah menawarinya untuk bergabung. Mulai dari status karyawan biasa sampai levelnya menengah. 

Tetapi sekali lagi-lagi si kawan memilih jadi freelance, pekerja lepas yang tidak terikat waktu ngantor.

Waktu 15 tahun bertahan tidak keluar kota sekalipun tanpa membawa anak dan suami, adalah waktu yang menurutku sangat lama. 

Malah aku mikir, ada ya, orang yang sanggup cuma di rumah ngurus anak dan suami, padahal peluang jalan-jalan ke kota lain terbuka lebar. Tetapi itulah temanku.

Dia menempatkan tugasnya sebagai istri bagi suaminya dan ibu bagi anak-anaknya di atas kepentingan pribadinya. Perempuan langka!

Tetapi dua pekan lalu, aku dikejutkan dengan postingannya di media sosial. Ia memang hanya memposting dua pose foto. 

Tetapi aku sudah bisa menebak bahwa si temanku ini sedang bepergian ke luar kota tanpa membawa anak maupun suami. Serius dia bisa pergi begitu?

Penasaran, aku pun menghubunginya. Melalui jaringan pribadi, aku bercanda, "tumben bisa ninggalin anak-anak."

Si temanku hanya mengirimkan emoji tertawa. Dia tidak berkomentar apapun. Namun setelah ku desak, akhirnya ia mengaku ini adalah momen kedua pergi ke luar kota, pakai menginap segala tanpa membawa keluarga alias pergi sendirian. Kok pada akhirnya dia sanggup?

Rupanya, si teman ini mulai mau bepergian rada jauh dan lama, pakai menginap segala setelah dua anaknya dirasa sudah cukup usia. 

Anak sulung sudah mahasiswa dan yang bontot sudah kelas 7 SMP. "Saatnya mengajari mereka mandiri," begitu alasan si teman ini.

Meski sudah mulai 'tega' meninggalkan anak dan suaminya, ternyata kawanku ini tak 100 persen lepas tangan dan lepas tanggungjawab. 

Sebelum pergi untuk waktu lima hari, si kawan katanya sudah meninggalkan catatan harian yang panjangnya 4 halaman kertas folio.

Catatan harian tersebut berisi pertama, daftar seragam sekolah yang harus dipakai anak bungsunya sejak hari Senin, Selasa sampai Jumat. 

Tak lupa semua baju, kaos kaki, jilbab dan pakaian dalam sudah dikelompokkan masing-masing sesuai harinya. 

Digantung di hanger lemari kamar anaknya berurutan dari hari Senin, Selasa, Rabu, Kamis dan Jumat. Juga jadwal tugas sekolah. jadwal pelajaran yang hrus juga dipantau si suami.

Kedua, catatan tentang daftar menu makanan. Hari Senin sarapan apa, makan siangnya lauk apa dan makan malamnya lauk apa. 

Tak lupa daftar camilan dan buah yang harus dimakan anak-anak lengkap dengan jam makan pagi, siang, sore, dan jam makan camilan. 

Ada juga konsumsi es krim atau susu yang nyelip dari sekian panjang daffar menu harian. Dan itu dia susun untuk kebutuhan hari Senin sampai Jumat.

Ketiga, soal tugas rumah yang harus dikerjakan gotong royong antara suami dan dua anaknya. 

Mulai menyapu dan mengepel rumah jam berapa, mencuci baju kapan harus dilakukan, mencuci piring, menyetrika dan pekerjaan rumah lainnya. 

Ada catatan tambahan agar setiap menjelang tidur, dapur dalam kondisi bersih, tidak ada cucian piring yang tertinggal agar tak ada kecoa apalagi tikus nyasar ke dapur.

Keempat, menjelang tidur semua pintu dan jendela harus dicek ulang. Kompor gas dipastikan mati, dispenser juga mati, magic com atau pemanas nasi juga mati. Lampu yang menyala hanya lampu teras depan. Sisanya mati semua.

Eh ada lagi, berhubung si teman pergi sudah tanggal 17-an, maka ia pun meninggalkan daftar tagihan rekening yang harus dibayar sebelum tanggal 20. 

Rekening listrik, telepon, wifi adalah wajib hukumnya kecuali mau dapat surat cinta berupa ancaman denda atau pemutusan hubungan baik dari PLN maupun Telkom. Bayaran iuran komite sekolah anak masih bisa ditunda. 

Khusus untuk suami, si teman juga mengingatkan agar tidak lupa mengisi paket data anak-anak, mengisi e-wallet anak-anak untuk jaga-jaga kalau mereka harus pulang sekolah menggunakan ojek online.

Sampai di sini, aku yang mendengarkan cerita si teman dari ujung telepon sudah dibuat tertawa ngakak. 

Sebegitu rapihnya ia jadi ibu rumah tangga. "Ternyata banyak juga ya kerjaan loe. Ga repot tuh tiap hari begitu," kataku.

Sebagai teman dekat, jujur aku senang pada akhirnya si teman ini bisa melepas diri barang sebentar dari rutinitasnya sebagai ibu rumah tangga. Ya, mau bagaimana pun menurutku, dia butuh refreshing. 

Aku nggak yakin selama menjalani tugas sebagai ibu rumah tangga yang lebih banyak berkutat dengan urusan pekerjaan rumahan, di kawan ini baik-baik saja sepanjang masa. 

Pasti ada saat-saat bete, boring atau apalah istilahnya. Ia pasti butuh waktu untuk sendiri, me time-lah istilah kerennya.

Ku pantau lewat status WhatsApp-nya, si kawan ini menginap di sebuah guest house, makan di restoran, ketemuan sama teman kuliah, juga ada kegiatan shopping tipis-tipis. 

Eh ada juga statusnya lagi ke salon. Ia lakukan semuanya di sela  tugasnya sebagai tenaga lepas sebuah kantor konsultan. Tak satu pun status WA-nya soal anak ataupun suami, seperti yang biasa dilakukan selama ini.

Tetapi lima hari usai bepergian sendirian, si kawan tiba-tiba kirim foto melalui jaringan pribadi. Kirim foto setumpuk cucian, berkranjang-kranjang setrikaan dan rumah yang berantakan sambil menyertakan emoji tertawa ngakak.

Menyusun menu makan itu tidak mudah (dokpri)
Menyusun menu makan itu tidak mudah (dokpri)

"Tetap saja pekerjaan itu menantiku kembali," kata si kawan, tetap dengan emoji tertawa.

Ia bilang, tiga hari ditinggal, si suaminya bolak-balik telepon, agar jangan terlalu lama ke luar kota. Suaminya mengaku tak sanggup harus mikir dan mengerjakan tugas rumah tangga yang seabreg banyaknya.

Hal positifnya, si bocah sudah bisa menanak nasi, mengepel lantai dan mencuci piring. Baiknya lagi, kini baik suami maupun anaknya lebih menghargai ketika si emak memasak menu apapun. 

Biasanya, kata si kawan ini, ada saja anggota keluarga yang menolak makan ketika menunya nggak cocok. 

Artinya si suami dan anaknha kini tahu bahwa untuk menghasilkan menu masakan di meja makan, butuh waktu, tenaga, pikiran dan biaya yang tak sedikit.

Hal baik lainnya lagi, si suami dan anaknya yang semula paling gampang ganti baju, nggak mikirin cucian dan setrikaan segunung, kini lebih hemat. Terkadang baju hanya ganti sehari sekali, kecuali pakaian dalam.

Nah, aku berharap kisah kawanku ini jadi pembelajaran bagi kita semua, bahwa pekerjaan rumahan yang sekilas sederhana, ternyata melelahkan lho. 

Belum lagi musim PJJ begini, ekstra tugas seorang ibu adalah jadi guru dan pendamping bagi anak-anaknya. Dan itu tidak mudah. 

Apalagi jika si ibu ini juga pekerja kantoran, pedagang atau bekerja lainnya di luar rumah. Repotnya, pasti nggak ada habisnya. 

Maka berikan waktu bagi ibu untuk istirahat, untuk refreshing dan menikmati waktunya...

Mampang Prapatan 22 Maret 2022

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun