Padahal untuk berdiri tegak menghabiskan satu stanza lagu Indonesia Raya tidak membutuhkan waktu lama. Paling beberapa menit saja. Semoga sih bukan karena malas ya. Semoga sih memang karena mereka sedang berhalangan sakit sehingga tidak bisa berdiri dalam sikap tegak untuk mendengarkan lagu Indonesia Raya.
Bagi saya, ajakan Sri Sultan untuk mendengarkan lagu Indonesia Raya setiap hari bukanlah kebijakan yang berlebihan. Ini adalah ide yang brilian di tengah makin lunturnya rasa nasionalisme masyarakat Indonesia, khususnya tanah Yogyakarta yang dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia mencatat peran sangat strategis.
Memang menggelorakan semangat nasionalisme tak hanya bisa dilakukan melalui lagu Indonesia Raya. Ada banyak cara yang harus terus dilakukan secara massif dan berkesinambungan. Misalnya saja gerakan bangga produk dalam negeri, bangga pada film lokal, bangga pada produk kuliner lokal dan lainnya.
Tetapi sebagai warga negara yang baik, menurut saya sebaiknya ikut berdiri tegak dalam sikap hormat ketika lagu Indonesia Raya berkumandang. Tidak harus ber-KTP Yogyakarta dulu untuk bersedia melakukan imbauan Sri Sultan Hamengkubuwono tersebut. Tidak harus tinggal atau mukim di Yogyakarta dulu untuk bersedia berdiri tegak menyayikan lagu Indonesia Raya di ruang publik.Â
Lagu Indonesia Raya adalah lagu kebangsaan, lagu yang mengikat erat rasa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, lagu yang dperjuangkan dengan pengorbanan darah dan airmata, jiwa dan raga. Maka rasanya tak pantas ketika lagu Indonesia Raya berkumandang, kita enggan untuk memberikan hormat sikap tegak dengan alasan apapun.
Oh ya, selain mendengarkan lagu Indonesia Raya, selama saya berada di bandara Yogyakarta International Airport, juga apresiat dengan penggunaan bahasa daerah (Bahasa Jawa) di area bandara, berdampingan dengan bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.Â
Setiap pengumuman yang disampaikan melalui pengeras suara, selalu disampaikan dalam tiga bahasa, yakni Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan Bahasa Jawa.
Penggunaan Bahasa Jawa di ruang publik seperti bandara, menjadi bukti bahwa Yogyakarta tetap mempertahankan jati diri di tengah segala perkembangan dan tuntutan zaman yang ada. Bahasa Jawa harus terus tetap ada, meski Kota Yogyakarta bertumbuh menjadi kota wisata, kota pelajar dan kota metropolitan dengan segala kemajuannya.
Yogyakarta memang jempol...Matur suwun..
Kulonprogo, 20 Maret 2022