Mohon tunggu...
Inung Kurnia
Inung Kurnia Mohon Tunggu... Penulis - Gemar berbagi kebaikan melalui tulisan

Ibu dari Key dan Rindang

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Menebak Ending Cerita Kenaikan Gas Nonsubsidi Versi Kaum Dasteran

2 Maret 2022   16:49 Diperbarui: 2 Maret 2022   16:54 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entah karena mau bulan puasa, entah karena efek pandemi, entah karena iklim politik global, entah karena ancaman perang dunia ke-3, entah persoalan lain. Yang jelas setelah minyak goreng naik harga, tempe tahu naik harga, telor naik lagi meski sempat turun sebentar, kini gas elpiji pun menyusul. Pagi-pagi saat menyambangi warung sembako di gang PLO, mak-mak kaum dasteran ramai membahas kenaikan harga gas elpiji nonsubsidi.

Saya memang sudah menebak sebelumnya. Secara saya sepekan lalu membeli gas isi 12 kg saja sudah naik harga dibanding sebulan sebelumnya. Dari harga Rp155.000 menjadi Rp168 ribu per tabung isi 12 kg atau naik harga Rp13.000. Dan kini harga yang digantung di depan warung sudah berubah lagi menjadi Rp199.000 per tabung!

Seperti biasa, naiknya harga gas pun kali ini menjadi topic hangat di kalangan kaum dasteran. Pagi buta saat berbelanja di warung, mak-mak berdaster seperti mendapatkan amunisi baru untuk mencaci maki elit politik sekaligus juga pemerintah. Mulai dari yang gak amanahlah, yang gak peduli wong ciliklah, yang ga sensitiflah, yang jadi budak pengusahalah sampai negeri salah urus. Deretan nama pejabat, nama menteri, nama konglomerat sampai pada akhirnya nama presiden pun masuk dalam presentasi ala kaum dasteran.

Komentar, jangan tanya jumlahnya. Kaum ibu yang datang silih berganti semua kasih komentar, dari yang landai sampai yang pedas bak cabe rawit. Ramai warung sayur di gang PLO pun kembali menyeruak setelah hampir sepekan reda paska kembalinya si tempe dan tahu di keranjang belanjaan.

Tapi percayalah, 90 persen mak-mak yang mengomentari kenaikan harga gas, bukanlah pemakai gas nonsubsisi. Mereka umumnya adalah para pengguna gas melon alias gas subsidi. Kalau kemudian mereka ikutan komentar, ikutan mencaci maki, itu semacam mumpung ada panggung. Lumayan, panggung tiba-tiba terbuka, dan segala jenis rasa gemes itu pun bertubi-tubi meluncur dari bibir mak-mak yang belum dipoles gincu.

Wajarlah kalau mak-mak berdaster menikmati berbagai presentasi dadakan. Secara mereka belakangan ini memang sedang jadi sasaran amukan harga. Kenaikan atau tepatnya perubahan harga datang memberondong bertubi-tubi dari segala segala jenis barang. Semacam perang dunia ketiga sudah mulai menyambangi dompet mereka.

Panggung dadakan meski hanya sekadar di emperan warung sayur yang jam bukanya saja cuma dari subuh hingga menjelang dhuhur. Tapi tak mengapa. Bukankah mengeluarkan pendapat, dimana pun itu menjadi bagian dari demokrasi. Bukankah dari panggung dadakan kelas warung ini mak-mak bisa lega terbebas dari sesak yang menghimpit dada? Bukankah dari panggung dadakan kelas warung ini mak-mak dapat menimba ilmu elitan sedikit di atas materi pelajaran anak SD dan SMP?

Mak-mak tak pernah berpikir apalagi mimpi bahwa unek-unek mereka bakal sampai ke telinga pengambil keputusan di negeri ini. Apalah arti dari suara mak-mak dasteran. Lengkingan suara para adik mahasiswa melalui 1000 toa yang notabene memiliki otak lebih encer saja kadang bisa senyap di negeri ini. Analisa para ahli yang gelar akademiknya berderet dari depan hingga belakang kartu nama saja, sering terabaikan. Bagaimana juga suara kaum dasteran mau mengambil peran?

Panggung dadakan di warung sayur masih saja ramai meski jam sudah menunjukkan pukul 06:00 WIB. Jam yang mestinya mak-mak sudah pada pulang untuk menyiapkan sarapan bagi anak-anak meski sejauh ini masih sekolah PJJ.

Bisa jadi kenaikan harga gas nonsubsidi memang amat menarik. Ya, mak-mak sadar bahwa setelah harga gas elpiji nonsubsidi naik, mereka harus bersiap menghadapi efek dominonya. Pertama, kenaikan harga gorengan, kenaikan harga bakso, kenaikan harga soto, kenaikan harga nasi uduk, gado-gado, ketoprak, nasi ulam dan camilan yang sulit untuk dihindari. Secara para pedagang makanan umumnya menggunakan gas nonsubsidi agar tak bertumpuk tabung gas di dapur. Jangan-jangan tariff listrik juga antre untuk penyesuaian harga!

Kedua, beralihnya para pengguna gas nonsubsidi ke gas melon secara besar-besaran. Secara selisih harganya memang lumayan angkanya. Toh untuk membeli gas melon, orang tidak perlu mengisi formulir jumlah pendapatan, tak perlu melaporkan rekening listrik, tak pula juga melampirkan surat keterangan kurang mampu dari kelurahan. 

Semua orang, semua keluarga, bisa saja mendadak memutuskan pindah ke tabung gas melon untuk bisa menjadi penikmat subsidi di negeri ini. Alhasil, siap-siap gas melon sekali waktu bisa lenyap dari pasaran akibat tak seimbangnya antara supply dan demand. Semua serba mungkin!

Padahal negeri ini dikasih Tuhan tanah yang makmur. Sumber daya alam melimpah ruah. Minyak dan gas bumi ditemukan dari daratan hingga lautan. Mengutip data CNBC Indonesia, paruh pertama 2021, volume ekspor gas alam cair (HS 27111100) adalah 5,23 miliar kg. Dikonversikan ke MMBtu, jumlahnya menjadi 207,48 juta MMBtu. Dengan asumsi harga masih US$ 6,12/MMBtu, maka nilai ekspor gas alam Indonesia menjadi US$ 1,27 miliar atau jika dirupiahkan nilainya mencapai Rp 18,1 triliun.

Dengan kekayaan yang melimpah tersebut, negeri ini hampir tak memiliki daya tawar, termasuk saat menghadapi kenaikan Contract Price Aramco alias (CPA) dunia yang jadi alasan naiknya harga gas nonsubsidi kali ini. Mau sampai kapan? Entahlah!

Tetapi yang pasti, kalau kemudian mak-mak dasteran dari kelompok penikmat gas subsidi ikut angkat bicara, mereka adalah kelompok masyarakat yang sudah bisa membaca ending cerita kenaikan harga. Apapun itu, mau telur, tahu, tempe, daging apalagi gas yang naik harga. Untuk sementara, endingnya begini saja: mau puasa harga naik semua. Versi lainnya, tergantung masing-masing isi kepala mak-mak dasteran!

Selamat datang kenaikan harga..

Mampang Prapatan, 2 Maret 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun