Mohon tunggu...
Inung Kurnia
Inung Kurnia Mohon Tunggu... Penulis - Gemar berbagi kebaikan melalui tulisan

Ibu dari Key dan Rindang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menjadi Petugas Kebersihan di Festival Sampu Park

25 Februari 2022   13:06 Diperbarui: 25 Februari 2022   13:10 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bunga sakura bermekaran (dok/fun-japan)

NAMAKU bukan lagi Key Permata. Papa menggantinya sesuai dengan nama keluarganya dua hari setelah aku pindah ke Jepang, sepekan menjelang musim semi. Key Kuzumoto, itu nama baruku. Aku tidak tahu apa artinya, tetapi itu jelas kombinasi nama Indonesia-Jepang. Tak apalah, sama-sama bagus, enak di telinga pula.

Sudah hampir tiga tahun aku tinggal di Jepang mengikuti papa. Tepatnya di kota Shizuoka dimana gunung Fujiyama berada. Sebuah kota yang indah dan teratur. Kota yang tidak mentoleransi kepulan asap para perokok. Sehat bukan?

Meski Shizuoka sebuah kota yang menawarkan kemolekan alam, tetapi jujur, aku belum sepenuhnya menikmati kehidupan baruku. Terutama ketika menghadapi cuaca negeri matahari terbit yang ekstrem sekali. Kalau musim dingin, suhu udara bisa sedingin freezer, minus sekian derajat celcius. Dan kalau musim panas, hidungku sampai mimisan, juga telingaku seperti derdenging. Padahal tiga tahun bukanlah waktu yang sebentar untuk beradaptasi dengan lingkungan baru.

Musim semi tahun ini sudah tiba. Ini berarti musim semi ke tiga yang aku alami. Tak ada yang istimewa kecuali aku bisa melihat bunga sakura bermerakaran di sepanjang taman kota Shizuoka. Bunga indah yang hampir tiap pagi membawa langkah kakiku menyusuri jalan-jalan di sekitar apartmen.

Beberapa penghuni apartemen melakukan hal serupa denganku. Jalan-jalan lalu duduk di taman, sambil menikmati segarnya udara kota. Sebagian membawa kereta dorong anak, tetapi sebagian lainnya tidak. Mereka sesekali terlihat saling tersenyum dan bertegur sapa.

Melihat pemandangan seperti itu, aku jadi teringat Monas. Hari Minggu biasanya aku, mama dan adik paling seneng jalan-jalan pagi di Monas. Pulangnya, mampir sarapan bubur ayam di Cikini.

Wah tapi itu dulu. Kenangan manis ketika aku masih tinggal di Indonesia . Sayangnya, pada usiaku menjelang 8 tahun, papa memboyong kami pindah ke Jepang. "Nggak enak punya keluarga berserak begini," itu kata papa saat menjemput kami. Papaku memang asli orang Jepang yang kebetulan jatuh hati pada mama saat tugas belajar di Indonesia .

Tak seperti biasanya, pagi ini aku malas untuk keluar apartemen. Sepagian kuhabiskan waktu untuk berselancar di dunia maya melalui layar laptop sambil menyantap okonomiyaki yang dibeli papa semalam. Ini adalah makanan khas Jepang yang mirip dengan martabak. Masakan yang cukup toleran dengan lidahku sejak awal tiba di Jepang.

"Key nggak ada acara sama teman-teman?" suara mama terdengar sedikit keras dari balik pintu sembari merapihkan kamar adik. Aku menggeleng. "Nggak Ma...lagi malas..," jawabku singkat. Kedua bola mataku tetap asyik pada layar laptop.

"Papa mau mengajak kita lihat perayaan Sampu Park di pusat kota hari ini," sambung mama kemudian. Aku tidak langsung menjawab. Mataku asyik menonton video-video tentang Indonesia yang bertebaran di media sosial. Sambil kadang tersenyum sendiri, membayangkan kenangan akan negeri zamrud Khatulistiwa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun