Mohon tunggu...
Inung Kurnia
Inung Kurnia Mohon Tunggu... Penulis - Gemar berbagi kebaikan melalui tulisan

Ibu dari Key dan Rindang

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Balada Tempe, Hilang Dulu Naik Harga Kemudian

24 Februari 2022   09:26 Diperbarui: 27 Februari 2022   16:00 1002
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mbak Ning dengan sepapan tempe sehargaRp4000/dokpri

Pagi ini tempe dan koleganya si tahu sudah mulai manggung lagi. Abang tukang sayur dan juga warung-warung tentu lega. Senang bisa kembali melihat ibu-ibu datang belanja dengan wajah sumringah. Itu bayangannya.

Meski harus bersiap mental diberondong pertanyaan berikutnya. Sehubung ternyata kembalinya tempe dan tahu ke kios dagangan sudah dengan harga baru. 

Naiknya lumayan juga. Untuk sepapan tempe ukuran sedang yang awalnya seharga Rp3000 per papan, sah hari ini pakai label harga baru Rp4000. Juga tahu pastinya.

"Mau naik aja pakai ngilang dulu," sungut abang tukang sayur di pengkolan jalan Mampang Prapatan XI Jakarta Selatan.

Meski harga naik, si abang tetap ambil stok. Semahal-mahalnya tempe, kaum ibu terutama ibu-ibu dasteran pasti mencarinya. 

Harga Rp4000 per papan masih bisa untuk sarapan seluruh anggota keluarga. Bandingkan dengan harga telur yang kembali menanjak pelan. ada daging sapi yang makin tak terbeli.

Rizal, pedagang tempe di pasar Mampang Prapatan berbeda lagi. Ia memang tidak menaikkan harga tempe dagangannya. Tetapi Rizal menyiasati dengan mengurangi ukuran tempenya. 

"Tetap harga Rp5.000 untuk potongan sedenglah. Tapi sekarang dikurangi jadi lebih kecil. Kalau naikin harga yang ada saya kena maki ibu-ibu," jelasnya.

Senada juga dikemukakan Mbak Ning, pedagang sayur di gang PLO Tegal Parang, Jakarta Selatan. "Lah pripun, saking mrikone wes mundak (red: lah gimana, dari sananya sudah naik)," tutur Mbak Ning dengan logat Jawanya yang halus.

Rizal pedagang tempe/dokpri
Rizal pedagang tempe/dokpri

Perempuan asli dari Delanggu Klaten Jawa Tengah tersebut tak hanya mengeluhkan kenaikan harga tempe dan tahu. Beberapa jenis sayuran dan bumbu juga pelan tapi pasti sudah mulai naik harga. 

Sawi hijau misalnya, semula harganya Rp10 ribu per kg, kini sudah diangka Rp15 ribu per kg. Belum lagi cabe, bawang merah, bawang putih. Belum lagi minyak goreng yang masih langka di pasaran.

Soal minyak goreng, Mbak Ida, pedagang nasi uduk tak jauh dari kios sayuran Mbak Ning pun tak urung mengeluh. 

Bagaimana tidak, untuk mendapatkan satu kemasan minyak goreng kemasan dua liter dengan harga semula, Rp24 ribu ia harus antre sambil bawa KTP. Satu KTP berlaku untuk satu kemasan.

"Seandainya saya tidak jualan nasi uduk dan gorengan begini, ingin rasanya semua makanan direbus saja. Males banget tiap hari harus antre beli minyak goreng. Dan itu pun belum selalu bawa hasil," keluhnya.

Lain halnya dengan Ana, pedagang telur di kawasan Jatibening, Jakarta Timur. Grosir telur yang mangkal di pinggir jalan tersebut sudah 4 hari ini kesulitan menjual telur dengan harga murah.

"Dua pekan lalu saya masih bisa jual Rp19 ribu per kg, untung tipis banget. Karena secara psikologis konsumen kalau lihat angka satu pasti tertarik," katanya.

Tetapi harga Rp19 ribu per kg yang dipasang di spanduk tak berlangsung lama. Sepekan kemudian harga terus naik mulai dari Rp20 ribu, Rp21 ribu dan empat hari belakangan ini sudah Rp22 ribu per kg. 

"Ini harga udah murah di bawah harga warung karena saya juga ngisi beberapa warung," lanjutnya.

Tempe goreng teman setia nasi uduk/dokpri
Tempe goreng teman setia nasi uduk/dokpri

Pedagang memang tinggal memasang harga. Konsumen yang butuh silakan dibeli. Mereka yang keberatan dengan harga baru, masih punya pilihan untuk menghindari.

Tetapi jangan salah, sediam-diamnya ibu-ibu kaum dasteran, jika mendapati semua harga sembako naik, tetap saja yang terkena maki-maki si abang-abang penjual. Tak peduli si abang sekadar kepanjangan tangan tuan pengusaha.

Nah, setelah kaum ibu-ibu lega bertemu kembali dengan tempe dan tahu, entah apalagi yang bakalan menghilang. Atau setidaknya jumlahnya terbatas di pasaran semacam minyak goreng.

Tetapi yang pasti, bulan Ramadhan sudah di depan mata. Sebagaimana adat tahun-tahun sebelumnya, Ramadhan sering dijadikan kambing hitam untuk menaikkan harga. Ramadhan datang rasanya kurang afdol jika tidak dibarengi dengan kenaikan harga pangan.

Mau protes? Bisa jadi Makmak lagi mikir metode yang lebih elegan. Tak perlu pakai teriak-teriak mengumpat berdiri di panggung. Tentunya sambil menunggu sang dalang melakonkan cerita baru.

Selamat datang kembali tempe dan tahu. Percayalah, meski tampil dengan harga baru, tak akan membuat kaum ibu menghindarimu. Sekian dan kemudian titik.

Mampang Prapatan 24 Februari 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun