Kasus pencabulan tersebut sudah mendapatkan atensi kepolisian setempat sejak Mas Bechi dilaporkan telah melakukan pencabulan terhadap perempuan di bawah umur asal Jawa Tengah.Laporan tersebut diterima pada 2019 silam oleh Polres Jombang dan terdaftar dengan nomor LP: LPB/392/X/RES/1.24/2019/JATIM/RESJBG. Mas Bechi dilaporkan atas dugaan pencabulan, pemerkosaan, hingga kekerasan seksual pada tiga santriwati dengan beberapa modus, salah satunya dengan mengadakan sebuah wawancara medis.
Nahasnya, laporan dari korban sempat mengalami beberapa hambatan. Salah satunya, laporan tersebut sempat dihentikan oleh Polres Jombang lantaran tidak memiliki bukti lengkap. Selain itu, kasus tersebut sempat dua kali ditolak di tahap praperadilan, yakni pada 2021 satu silam. Bahkan, pada proses praperadilan tersebut, Mas Bechi sempat menuntut ganti rugi senilai Rp 100 juta sekaligus menuntut pemulihan nama baiknya. Tak cukup di situ, pada tahun yang sama jaksa juga menolak berkas kasus selama 7 kali. Kini, kepolisian mulai membuka babak baru penyelidikan kasus tersebut hingga menetapkan Mas Bechi sebagai DPO.
Kasus pencabulan ini tentu suatu perbuatan yang tidak memiliki moral. Dimana pelaku tega mencabuli santri nya sendiri, anak di bawah umur dan parahnya lagi satu gender dengannya. Bisa jadi jika pelaku ini memiliki kelainan seksual Gay atau penyuka sesama jenis pada laki-laki. Pelaku bahkan sampai melemahkan mental santrinya sendiri, sampai-sampai si santri tidak mau belajar mengaji kembali.
Jika dikaitkan dengan teori hukum pidana absolut atau mutlak, setiap kejahatan harus diikuti dengan pidana, setiap orang yang telah melakukan kejahatan harus dipidana. Maka pelaku ini wajibnya dipidana dengan dasar berbagai pasal. Salah satunya pasal 293 ayat 1 dan 2 KUHP yang berbunyi: Pasal 293 ayat 1 dan 2 berbunyi:
- Barangsiapa dengan mempergunakan hadiah atau perjanjian akan memberi uang atau barang, dengan salah mempergunakan pengaruh yang berkelebih-lebihan yang ada disebabkan oleh perhubungan yang sesungguhnya ada atau dengan tipu, sengaja membujuk orang yang belum dewasa yang tidak bercacat kelakuannya, yang diketahuinya atau patut harus disangkanya belum dewasa, akan melakukan perbuatan cabul dengan dia atau membiarkan dilakukan perbuatan yang demikian pada dirinya, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun.
- Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan orang yang dikenai kejahatan itu.
Di dalam pasal 293 ayat 1 KUHP jelas, bahwa pelaku melakukan tipu daya kepada korban. Memberi hadiah dengan mengajak korban ke pemandian air panas, tetapi dengan maksud lain. Yaitu ingin mencabuli korban. Korban tidak ada keraguan untuk ikut karena pelaku membawa nama baik profesi guru ngaji dan ketika menuntut ilmu seorang santri diwajibkan untuk patuh dan taat kepada gurunya jika diajak kemana-mana.
Pencabulan yang dilakukan pelaku itu sangatlah menjijikkan. Pelaku juga dapat dikaitkan dengan istilah pedofilia atau penyuka anak dibawah umur. Pedofilia mempunyai gejala seperti berikut:
- Mengimajinasi, dorongan seksual, atau perilaku yang mengarah pada kecondongan preferensi seksual kepada anak-anak yang belum memasuki fase pubertas. Umumnya pengidap pedofilia tertarik kepada anak-anak berusia 13 tahun ke bawah.
- Imajinasi, dorongan, dan perilaku seksual kepada anak-anak itu dirasakan secara sering dan muncul berulang kali selama paling sedikit 6 bulan. Dorongan seksual terhadap anak-anak itu juga dirasakan lebih besar dibanding dengan dorongan seksual kepada orang dewasa.
- Melakukan aktivitas yang dihubungkan dengan dorongan seksual itu. Jika tidak sampai pada tindakan, maka khayalan atau dorongan seksual nya akan menyebabkan masalah interpersonal.
- Seseorang yang merasakan gejala-gejala di atas harus berusia paling sedikit 16 tahun dan setidaknya memiliki perbedaan usia 5 tahun dengan anak yang disukai.
Pedofilia ialah orang dewasa yang sering kali melancarkan tindakan seksual dengan anak prepubertas. Ini jelas bahwa sangat kelainan apabila seseorang yang telah beranjak dewasa melakukan tindakan seksual kepada anak di bawah umur yang bahkan masih belum pubertas atau pun menginjak masa remaja. Jika dikaitkan dengan pelaku, maka jelas bahwa si pelaku ini memiliki kelainan pedofilia.
Pedofilia dibagi menjadi 2, yaitu pedofilia homoseksual dan pedofilia heteroseksual. Seorang pedofil homeseksual ialah orang dewasa yang melancarkan tindakan seksual kepada anak laki-laki pre pubertas. Terdapat 2 penyimpangan pilihan objek seksual dalam perilaku ini yaitu usia dan jenis kelamin. Jelas pelaku S mempunyai objek seksual yang menyimpang. Menyimpang dari segi umur maupun dari segi gender.
Dampak Pencabulan Terhadap Korban
Pencabulan banyak memberikan dampak negatif kepada korban. Apalagi yang menjadi korban anak di bawah umur. Tekanan emosional pada anak, pastinya secara tidak sadar akan merubah perilaku dari anak itu juga. Seperti kurang percaya diri, terlihat murung, rendah diri maupun terkadang sulit untuk mempercayai orang lain.
Pencabulan banyak memberikan efek trauma kepada anak. Trauma akan ketakutan dan intimidasi pelaku kepada korban tidak mungkin hikang dalam beberapa waktu saja. Trauma ini mungkin dapat memudar suatu waktu, namun ketika ia melihat kasus yang sama tetapi dengan orang lain, dia akan terbayang-bayang bagaimana posisi menjadi korban. Dan ini menjadikan anak bersikap rentan dan mudah untuk stres. Dan yang lebih mengkhawatirkan adalah apabila si anak ketika dewasa menjadi predator pedofil baru.
Kasus pencabulan seperti ini, sudah banyak yang terjadi. Namun banyak yang tidak terungkap. Karena yang menjadi korban adalah anak-anak. Terkadang anak tidak paham atau mengerti jika dirinya menjadi korban pencabulan. Atau anak cenderung takut melaporkan tindak pencabulan karena takut akan intimidasi pelaku ataupun anak tidak dekat dengan orang tuanya. Sehingga anak akan menyimpan dan diam tentang kasus pencabulan yang menimpa dirinya.
Penelitian terbaru telah mencoba mengembangkan metode pendampingan baru kepada para pedofilia di lembaga pemasyarakatan dan rumah sakit. Ada macam-macam teknik ada yang menjanjikan akan digambarkan disini. Meski demikian saat ini belum ditemukan penelitan bagus yang terbukti efektif untuk pendampingan pedofilia. Teknik pendampingan pedofilia dibagi jadi beberapa kelompok besar, antara lain:
- Teknik Fisiologi
- Dibikin berdasarkan fakta bahwa hasrat seksual dapat diminimalisir dengan kastrasi dan pengasihan hormon. Teknik perawatan ini, meskipun tidak digunakan secara umum di AS, telah dilaksanakan di Belanda dan beberapa negara Skandinavia. Terapi hormonal didampingi dengan terapi psikologi sudah digunakan untuk menurunkan hasrat seksual secara sementara.
- Psikoterapi tradisional
- Psikoterapi individu dan kelompok yang difasilitasi dengan terapi rekreasional, terapi okupasi, pendidikan seks, dan kegiatan lain dimanfaatkan Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2007, I (2) 88 dibeberapa fasilitas perawatan. Meskipun demikian, berdasarkan penelitian, efektifitas terapi psikologi untuk pedofilia masih banyak perbedaan. Beberapa penelitian memberi saran psikoterapi tradisional bisa membantu jika dipadukan dengan terapi perilaku. McCaghy berpendapat apakah “pandangan” yang didapat para pedofilia saat terapi ataukah jika mereka jarang diberikan justifikasi mengenai perilaku mereka yang belok yang dapat mengubah perilaku mereka.
- Pendekatan perilaku
- Teknik ini memiliki tujuan untuk mengembangkan atau melengkapi interaksi sosial yang kuat dengan perempuan dewasa, meningkatkan hasrat seksual kepada wanita dewasa, dan menurunkan hasrat seksual pada anak-anak, mengurangi fantasi seksual dan pikiran seksual yang mengaitkan anak-anak, dan mengurangi hasrat beraktivitas seksual dengan anak di bawah umur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H