Mohon tunggu...
Indrian Safka Fauzi
Indrian Safka Fauzi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Praktisi Kesadaran Berketuhanan, Kritikus Fenomena Publik dan Pelayanan Publik. Sang pembelajar dan pemerhati abadi. The Next Leader of Generation.

🌏 Akun Pertama 🌏 My Knowledge is Yours 🌏 The Power of Word can change The World, The Highest Power of Yours is changing Your Character to be The Magnificient. 🌏 Sekarang aktif menulis di Akun Kedua, Link: kompasiana.com/rian94168 🌏

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bagaimana Kondisi Kesejahteraan Bisa Terwujudkan?

15 September 2022   12:00 Diperbarui: 15 September 2022   12:04 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selamat membaca Sahabat Kompasianer dan Reader yang terhormat dan terkasih!

Bagaimana Kondisi Kesejahteraan bisa Terwujudkan?

Pertanyaan kritis ini cukup serius untuk digali jawabannya. Menimbang harga barang dan jasa yang kini kian merangkak naik, membuat rakyat yang serba kekurangan makin terjebak dengan situasi rumit untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Saya menjadikan Konsep yang ditawarkan Richard Barret yang merupakan ekspansi dari Teori Hierarkis kebutuhan Abraham Maslow, untuk menjadi alat ukur kesejahteraan lahir bathin umat manusia.

Tulisan lengkapnya di link berikut: 7 Level Kesadaran Manusia yang Dicapai

7 Level Kesadaran menurut Richard Barret (Sumber: barrettacademy.com)
7 Level Kesadaran menurut Richard Barret (Sumber: barrettacademy.com)

Cukup menarik, Richard Barret masih menggunakan keyakinan finansial sebagai tolak ukur diri agar dapat survive dalam kehidupan. Bagi saya masih ada kehidupan masyarakat yang tidak mengunakan uang sebagai alat ukur kesejahteraan, melainkan gotong royong dan kebersamaan.

Kemampuan Finansial sebagai alat ukur survive tidaknya seseorang, hanya berlaku di lingkungan masyarakat yang meyakini bahwa uang itu berharga sebagai alat tukar untuk menunjang dan memfasilitasi kehidupan.

Orang pedalaman yang tidak mengerti apa itu uang, pasti akan bertanya-tanya, saat dirinya diminta untuk menjual makanan kepada seorang yang menawarkan sejumlah uang. Dan saat ini, fenomena ketidakmengertian tentang nilai uang, dianggapnya masyarakat modern sebagai perilaku primitif, wow!

Padahal saat krisis inflasi melanda seluruh dunia. Kita bisa belajar dari masyarakat yang dianggap primitif oleh orang-orang modern. Pada kenyataannya, beliau beliau yang dianggap primitif, masih dapat bertahan hidup karena budaya gotong royong dan kebersamaan, saling mendukung dalam pemenuhan hidup, dengan mengandalkan keberlimpahan alam, bahkan jika perlu, melakukan perburuan hewan liar di hutan untuk dikonsumsi dagingnya.

Saya sendiri keheranan... dengan perilaku masyarakat modern, yang ternyata dianggap maju. Ternyata malah menjadi pukulan telak pada perekonomian suatu masyarakat, yang berimplikasi pada kesejahteraan seluruhnya! Semua menjerit harga bahan pokok naik terus. Dan semua mengeluhkan, sulitnya untuk mencari uang. Padahal pendidikan anak dari keluarga yang dibinanya harus dipenuhi, bahkan urusan pangan pun, masyarakat harus rela menghemat dan serba irit. 

Maka saya bertanya... jadi siapa yang sebenarnya primitif?

Sekali lagi saya tekankan, kalau sudah cinta kepada Uang... ini sudah menjadi perangkap iblis dari semenjak Adam di ciptakan. Jika zaman dahulu emas adalah alat tukar berharga, maka kini uang yang dijadikan berhala untuk iblis menjebak umat manusia pada kesengsaraan berkepanjangan melalui perangkap yang kita sebut Inflasi ini.

Uang menawarkan sebuah sistem yang bernama, parameter kekayaan dan kemiskinan. Apabila kita masih mengandalkan uang, pasti akan selalu ada sebutan "Si Kaya" dan sebutan "Si Miskin". Maka kesejahteraan yang sebenarnya titik keseimbangan dari kekayaan dan kemiskinan tidaklah akan tercapai. Masyarakat akan terpolariasi dengan golongan kaya dan golongan miskin. 

Kita sendiri sebenarnya menyadari, dengan sistem yang ditawarkan oleh Uang ini, sifat rakus dan serakah gelap mata untuk mengumpulkan uang makin meraja. Kita lihat sendiri kejahatan kerah putih sampai kejahatan penjambretan dijalanan terjadi karena demi selembar kertas yang dianggap masyarakat berharga. 

Berbagai media berita sebenarnya memperingatkan kita untuk sadar, bahwa uang ini adalah sumber kejahatan. Bagi yang kaya, harus siap-siap menjaga hartanya dari kejahatan para perampok yang tidak puas. Bagi yang miskin, harus siap menghadapi kenyataan, bahwa besok ia harus makan apa, maka segala cara mesti ditempuh agar bisa mendapatkan uang agar tetap hidup di hari esok.

Betapa kerasnya dan tidak cocok kehidupan yang bersandar pada uang untuk negeri ketimuran seperti Nusantara ini. Yang ada hanyalah konflik sosial-ekonomi, adu mulut, dan perampokan kelas kakap hingga kelas teri makin menjadi-jadi. Apakah kita sudah menyadari kejahatan yang hadir dibalik dari eksistensi uang untuk kehidupan kita semua?

Pada realitanya uang tidak berharga bagi kehidupan rohani yang kekal, seperti dalam kehidupan surgawi yang kekal yang diterangkan oleh firman-firman Tuhan dalam kitab suci. Tuhan malah mempertanyakan kepada kita yang memiliki uang berlimpah, apa saja yang kau gunakan dari uang yang kau miliki, untuk apa, dan kepada siapa uang ini diperuntukkan, semasa hidup di alam dunia? 

Yang ada hanyalah tuntutan pertanggungjawaban dari Tuhan, dari semakin banyak uang yang ada dalam genggaman dan simpanan kita, di hari kemudian. Itu juga kalau saudara-saudari budiman percaya akan hari pertanggungjawaban. Saya tidak meminta saudara-saudari percaya atau tidak, karena yang merasakan kehidupan setelah kematian, itu pribadi masing-masing, sesuai amalan hidup di alam dunia.

Pertanyaannya kalau Uang dilenyapkan dari sistem perekonomian apa saja dampaknya?

Sebenarnya ini cukup serius, menimbang negara ini masih terikat hutang dengan Negara-Negara Adikuasa. Kita baru bisa berlepas dari Sistem yang Uang tawarkan, apabila seluruh negara adikuasa, begitu tak berdaya menghadapi krisis akibat mempertahankan sistem uang. Hingga akhirnya kesadaran manusia di dunia akan betapa berbahaya-nya sistem yang uang tawarkan untuk kesejahteraan itu bangkit. Maka Negeri kita berkesempatan untuk melepaskan diri dari jebakan sistem yang ditawarkan uang.

Tapi kalau Pemerintahan kita cukup berani ambil resiko saat ini (present time tahun 2022), dengan tidak lagi memberlakukan uang sebagai alat tukar dalam perekonomian, ini tentu dapat memantik perhatian Negeri Adikuasa yang sudah memberikan pinjaman hutang pada negeri kita.

Apakah kita memiliki kuasa untuk lepas dari perhatian sinis mereka?

Sejatinya saya menganalisis akan apa rencana matang pemerintahan Era Presiden Jokowi kedepannya. Saya hanya berasumsi, bahwa agenda Revolusi Mental yang digerakkan saat ini, menunjukkan, akan terjadi Revolusi Ekonomi besar-besaran di kemudian hari, hingga sistem belief manusia pada akhirnya menyadari, bahwa sebenarnya Uang adalah perangkap Iblis

Dengan demikian... Pertanyaan pertama yang saya tulis di artikel ini saya jawab:

Bagaimana Kondisi Kesejahteraan bisa Terwujudkan?

Jawabannya adalah, melepaskan diri sepenuhnya dari Uang. Masyarakat semuanya bergerak dalam gerakan kebermanfaatan, gotong royong, dan seluruh berkreasi dengan segala potensi yang dimilikinya untuk menghidupi yang hidup. Dengan demikian kehidupan gemah ripah loh jinawi, bisa terwujudkan sepenuhnya dengan mengaplikasikan nilai-nilai ideologi bangsa kita dan Dasar Negara Pancasila, dengan memperjuangkan yang hidup.

Semua disibukan dalam kehidupan yang saling menguntungkan. Dimana Badan Perbankan bertransformasi sepenuhnya menjadi Badan Penyedia Bahan baku dan kebutuhan yang diperlukan masyarakat untuk diolah, juga berperan dalam distribusi kebutuhan orang banyak. Pasar tidak menjadikan uang sebagai alat tukar, prinsip barter (barang tukar barang) berlandaskan sifat welas asih dan penuh kasih sayang diberlakukan, nilai barang tidak menjadi patokan, melainkan rasa peduli yang hadir karena semuanya sejatinya saling membutuhkan.

Masyarakat mulai disibukan dengan kegiatan produksi bahan pokok dan bahan baku, kegiatan distribusi, kegiatan industri kreatif, dan kegiatan perniagaan yang saling mensejahterakan sesama yang saling menguntungkan.

Oleh karena itu, sistem perpajakan yang membebani masyarakat bisa lenyap. Semua diganti dengan kerjasama dan kolaborasi antara masyarakat dan pemerintah untuk membangun bangsa dan negeri dengan penuh kasih dan kehebatan.

Inilah kehidupan manusia yang saya utopiakan. Seluruh, dalam kesejahteraan dimana manusia seluruhnya terpenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan, fisiologis (berketurunan), juga berkendara untuk kebutuhan primer, dan sekunder mendekati primer begitu melimpah kebutuhan entertainment yang bisa dinikmati masyarakat banyak tanpa harus menggunakan uang, melainkan rasa sayang dan peduli, bahwa memang manusia itu senang akan yang namanya hiburan. 

Kalau masyarakat sejahtera lahir bathinnya. Pastilah cerah harapan suatu negeri. Tidak ada lagi ada yang namanya demo beruntun, karena semua kebutuhan masyarakat terpenuhi dan terpuaskan.

Sejatinya uang yang kita gunakan saat ini sebagai salah satu alat vital perekonomian, merupakan bagian dari sebuah pendidikan moral dan etis, dimana masyarakat secara bertahap sadar akan arti perjuangan, persiapan, derma kasih, dan perhatian. Tidak ada yang sia-sia dibalik yang terjadi semuanya hingga saat ini. Semuanya adalah pembelajaran berharga. Menjadikan kita bermentalkan seorang Insan yang bermoral dan penuh harapan untuk kemajuan peradaban bangsa dan negara. 

Semuanya baik untuk kehebatan Negeri Kita Tercinta kedepannya, termasuk inflasi ini, untuk kehebatan mentalitas kita. Walaupun dalam perjalanannya sebagian besar dari kita terseok-seok.

Tertanda.
Rian.
Cimahi, 15 September 2022.

Indrian Safka Fauzi untuk Kompasiana.
For our spirit... Never die!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun