Apa yang kita yakini itu sejatinya sangatlah luas ibaratkan Samudera lautan, yang kita ketahui bisa jadi hanyalah setetes air dari luasnya samudera wawasan pengetahuan, agama, sejarah dan lainnya. Jadinya ada istilah, menurut pandangan si A, dan menurut pandangan si B, juga lainnya.
Perbedaan pendapat ini sudah terjadi sejak dahulu kala di Peradaban-peradaban kuno, biar gak kejauhan. Kita mundur ke belakang.
Di Zaman Para Sahabat Rasul pasca wafatnya Baginda Rasulullah. Salah satunya Perang Shiffin atau perang saudara Islam meletus, yang diakibatkan keseriusan perbedaan pendapat dua belah pihak Khalifah Ali dan Muawiyah.
Yang mana perbedaan pendapat ini memang sangat tendesius karena ketidakpuasan dari sebagian umat Islam saat itu atas keputusan Khalifah mengenai tindak lanjut atas wafatnya Khalifah Utsman bin Affan.
Nah heup heup heup... disitu aja ceritanya tentang kisah Sahabat Rasul. Mari perbanyak istighfar... kalau kita jadi makin tegang dan serius... Astagfirullahalaziim... Kembali kepada kesadaran kita yang sejati yah sobat.
Kalau keseriusan meyakini pemikiran kita saja sudah terbukti berdampak "Sangat Serius" kearah peperangan saudara sebangsa setanah air. Masa bangsa kita mau saja dibenturkan dengan sesama anak bangsa hanya karena perbedaan pendapat? Bijaksana atau bodoh sih menurut kita?
Ya itu saya kembalikan lagi kepada pandangan sahabat Kompasianer dan Reader budiman.
Santai aja bos... Kalau masalah percaya nggak percaya... mari kita rasakan saja bener enggaknya dari apa yang kita percaya...
Manfaatkah atau mudharatkah?
Getoo aja koq rephot... wkwkwkwkwkwk.
Makasih dah mau baca diaryku, sahabat...