Mohon tunggu...
Indrian Safka Fauzi
Indrian Safka Fauzi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Praktisi Kesadaran Berketuhanan, Kritikus Fenomena Publik dan Pelayanan Publik. Sang pembelajar dan pemerhati abadi. The Next Leader of Generation.

🌏 Akun Pertama 🌏 My Knowledge is Yours 🌏 The Power of Word can change The World, The Highest Power of Yours is changing Your Character to be The Magnificient. 🌏 Sekarang aktif menulis di Akun Kedua, Link: kompasiana.com/rian94168 🌏

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi Makna: Aku Anak Durhaka

4 Agustus 2022   13:00 Diperbarui: 4 Agustus 2022   13:01 1554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selamat Siang Sahabat Kompasianer dan Readers~ Izin berbagi Puisi.. Jangan ngangis pas bacanya ya, siapin tisu aja. Hehehehe!

Mode Puisi: Puisi Makna
Judul Puisi: Aku Anak Durhaka

Aku Anak Durhaka...

Aku bukanlah anak baik, namun terpandang baik dimata orang.
Aku sering berkata suara keras kepada kedua orang tua.
Dikala tak ada... juga yang menyaksikan.
Kebodohan diri yang menjelma, bahwa aku anak durhaka.
Mengapa Hamba selalu tersulut emosi atas kesalahan kedua orangtua?

Ya Tuhan! Betapa buruknya keras suara lisan hamba yang hina ini! Ampuni Hamba!
Hamba selalu menengok persujudan kedua orang tua hamba.
Beliau meneteskan air mata memunajatkan doa.
"Yaa Allah Jadikan Anak Hamba, seorang yang shaleh dan berbakti pada kedua orang tua."
Detik itu aku tersungkur dibalik ketidak tahuan ibu dan ayah.
Tetes air mata mengalir, menyembunyikan perasaan haru luar biasa.

Ayah... Ibu...
Ketahuilah...

Saat orang-orang mencela ayah ibu, karena ketidaktahuan mereka.
Akulah yang paling membela dan rela dicap anak jalang.
Walau ayah ibu tidak mengetahuinya...

Saat orang-orang memfitnah ayah ibu, karena kebencian mereka.
Akulah yang membuat mereka sadar bahwa mereka keliru dan salah.
Walau ayah ibu tidak menyadarinya...

Namun detik ini...
Aku hanya terlihat sebagai anak durhaka!
Yang tidak bisa menjaga kerasnya nada!
Saat berbicara pada ayah dan ibu yang kucinta.

Maafkan hamba ya Tuhan!
Maafkan aku... ibu! Ayah!
Izinkan hamba bersujud pada mu Tuhan!
Izinkan aku berdoa untuk kedua orangtua hamba!
Tetes air mata selalu mengalir deras.

Saat ayah dan ibu lepas berdoa tidur terlelap.
Aku selimuti mereka dan cium kening beliau dengan harap.
Semoga ayah Ibu memaafkan saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun