hedonis di lapangan, adalah perilaku pemuasan kepuasan badan atau inderawi secara maksimal (semaksimal-maksimalnya).
Hedonisme sebagaimana dikutip dari KBBI, adalah pandangan yang menganggap kenikmatan dan kesenangan materi sebagai tujuan utama hidup, lebih singkatnya disebut berfoya-foya. Dan menurut hasil tinjauan saya mengenai perilakuLagi-lagi saya tidak bosan membahas tentang perilaku materialistis dan hedonistis, mungkin pembaca bosan dengan bahasan yang selalu saya angkat di setiap artikel yang saya tulis. Namun apa daya ini sangatlah urgent, menimbang kita hidup di masa-masa krisis yang mana sumber daya sangatlah terbatas yang mengakibatkan harga kebutuhan pokok semakin melonjak naik dari hari ke hari.
Apakah pembaca bosan dan ingin close artikel ini? Hahahaha itu hak pembaca kok! Saya gak maksa artikel ini dibaca... yang penting aku sudah peduli padamu... iya... kamu.
Apakah mengkonsumsi daging berlebihan merupakan perilaku hedonis?
Saya menelusuri beberapa artikel seperti yang dibahas website hidupkatolik.com yang membahas seputar konsumsi daging babi, selidik saya selidik, ini ada kaitannya dengan kesadaran manusia.
Karena rasa gurih dan maknyus bagi yang pernah atau seringkali mencicipinya, berdampak fatal dan merugikan perkembangan hidup rohani atau spiritual seseorang, karena pengkonsumsi daging babi seakan-akan terstimulus untuk memakan lagi dan lagi daging babi tersebut sehingga kesadarannya makin tereduksi.
Akibatnya daging babi yang sudah terlanjur dikonsumsi menyebabkan efek candu, dan perilaku memakan daging yang melewat batas terjadi. Menurut website alodokter.com, bahwa daging babi adalah rumah dari cacing pita, begitupula dampaknya jika dikonsumsi berlebihan, sangat berdampak buruk bagi kesehatan, seperti kanker usus, penyakit jantung dan hepatitis E.
Segala dampak dari pemuasan lidah dan perut secara berlebihan merupakan salah satu bibit-bibit perilaku hedonis. Kalau tidak ditanggulangi benar apa yang disebutkan website hidupkatolik.com, yakni berdampak merugikan perkembangan hidup rohani atau spiritual seseorang. Cirinya hidupnya dipenuhi kemarahan yang tidak tepat timingnya, tidak tepat tujuannya, dan tidak baik dampaknya, karena ketidaksadaran yang ia tanam dari perilaku hedonis seperti ini.
Benarkah pendapat saya duhai sahabat kompasiana dan sahabat readers? Saya beropini demikian karena ini yang terjadi secara realitas, bukan dibuat-buat karena beberapa agama tertentu melarangnya secara keras, terutama Agama Yahudi dan Islam.
Kalau dengan daging selain babi seperti daging sapi, daging domba, daging kambing, daging ayam, daging bebek, daging ikan dan lainnya bagaimana sahabat kompasiana dan readers jika dikonsumsi berlebihan?
Daging-dagingan dari hewani sejatinya kurang baik bagi kesadaran manusia jika dikonsumsi berlebihan, ada efek plus minus jika menggunakan pendekatan sastra veda seperti kitab suci Bhagavad Gita yang menjadi pegangan umat Hindu. Yakni pemakan daging yang berlebihan cenderung abai tentang apapun yang mendukung kebijaksanaan dalam memaknai kehidupan.
Mengapa demikian? efek plus memakan daging, seorang menjadi lebih kritis dalam segala hal, artinya ia menjadi pintar secara intelektual atau akademis. Namun negatifnya ia semakin abai dengan masukan, kritik, nasihat yang sebenarnya menyelamatkannya, karena ego kepintaran yang lebih mendominasi dibanding kecerdasan hati dalam berempati yang didapat dari nutrisi makanan bersumber dari protein nabati.
Menurut Bhagavad Gita jenis Daging-dagingan termasuk produk alam berkategori sifat alam tamasik/abai. Jadi bisa mengakibatkan ketidaksadaran yang ditandai sulitnya mengendalikan amarah yang tidak perlu (seperti marah bukan untuk menyelamatkan, melainkan karena pemuasan nafsu semata), kurang empati, dan sulit memahami makna mendalam dari isi kitab suci yang ada di setiap umat beragama.
Jadi apapun yang dikonsumsi berlebihan apalagi demi kepuasan badan semaksimal-maksimalnya itu tidak baik, sekalipun daging non-babi atau lainnya yang dilarang agama tertentu yang biasa dikonsumsi kebanyakan masyarakat. Perhatikan takarannya dengan bijak agar menjadi seorang yang bijak sahabat!
Oleh karena itu saya lebih memilih gaya hidup lacto-vegetarian, dilengkapi lauk pauk berupa tahu dan tempe juga olahan susu berupa keju. Sudah 3 tahun lebih saya menjalani gaya hidup ini, dan disertai berpuasa daud sesuai ajaran Islam. Alhamdulillah saya mendapatkan karunia kesehatan dan kemajuan spiritual, dengan ditandai ada saja ide untuk menulis setiap harinya di kompasiana. Hehehe~
Bagaimana dengan minum-minuman yang memabukkan?
Minum-minuman keras yang memabukkan dengan tujuan euforia bisa menyebabkan kesadaran seseorang tereduksi kesadarannya sehingga tidak peduli dengan kesehatannya.
Banyak dampak dari bahaya mengkonsumsi minuman beralkohol, saya pernah membaca artikel dari Sang Maestro Kompasiana Opa Tjiptadinata Effendi, menurut pengalaman beliau saat berkendara mobil alangkah baiknya tidak meminum-minuman beralkohol sebelum berkendara saat itu juga.
Karena persekian detik, gerakan refleks tangan dan kaki menjadi tidak sinkron dengan kendali pikiran dan akibatnya bisa menyebabkan tragedi kecelakaan seperti terlambat belok dan rem saat saat urgent.
Sementara menurut alodokter.com mengkonsumsi berlebihan alkohol dapat menyebabkan kerusakan organ internal hati pada tubuh, meningkatkan potensi kanker, dan menyebabkan anemia.
Wah... hedonis itu juga terkait dengan minuman sahabat kompasiana dan sahabat readers! Karena sudah pernah mencicipi hingga menjadi candu, kesehatan kita malah terganggu. Iya gak sih?
Kalau dunia makanan dan minuman sudah di bahas, apalagi ya sobat perilaku hedonis yang mereduksi kesadaran? Ada! Perjudian!
Judi kalau udah terasa benefitnya, pengen tarik lagi tarik lagi sampai untung menggunung. Kalau sudah begini kita menjadi tidak sadar diri, akibatnya resiko judi yang dipenuhi ketidakpastian ini mengguncang isi dompet.
Jangankan di dunia perjudian pada umumnya... sistem game online yang bikin candu anak-anak dan remaja yang memakai sistem gacha dan adu keberuntungan lainnya yang menggunakan uang real untuk menarik minat pemain game tersebut, bukan lagi sebuah permainan yang sehat untuk dimainkan.
Bisa-bisa kartu kredit atau debit orang tua, ia gesek juga demi dapat yang diinginkannya walau ketidakpastian yang bikin greget karena gak dapet apa yang di harep-harep... ya ujungnya uang ludes, dapet engga sob! ?
Hati-hati dengan Games Online yang menggunakan sistem perjudian seperti ini, terutama bagi anak-anak dan remaja yang masih dalam bimbingan orang tua. Jangan dibiasain deh main game kalau bukan untuk mengasah taktik, strategi dan adu cerdas mekanik, ataupun just for fun. Bisa rugi bandar sekeluarga sob!
Ya itu baru sedikit ulasan tentang fakta perilaku hedonis dapat mereduksi kesadaran. Demikian ulasan yang saya paparkan. Saya mau kabur dulu ah... pingin sruput air susu sapi yang mencerdaskan spiritual kehidupan manusia. Kabooooor!~~~
Tertanda.
Rian.
Cimahi, 26 Juni 2022.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H