popularitas, mencari pengikut sebanyak-banyaknya. Seakan-akan semakin banyak jumlah pengikut, itu adalah euforia baginya.
Di zaman kekinian sudah ramai seorang gemar meraupApalagi di zaman serba digital. Jumlah follower dinilai sebuah kehebatan, semakin populer dirasanya, dengan jutaan follower setara dengan tingkat kepercayaan dirinya.
Maka tak heran jika Sabda Rasulullah S.A.W benar adanya, Di akhir zaman... Umat Muslim itu jumlahnya sangat banyak, namun ibaratkan buih di lautan yang mudah kehilangan arah, mencari-cari panutan, namun sebenarnya beliau semua yang ibaratkan buih lautan itu sedang dieksploitasi oleh para pencari popularitas.
Saya adalah seorang yang memiliki idealisme berkekuatan One Man Army, tidak peduli berapa jumlah followers yang dimilikinya, namun apabila beliau sang pencari popularitas sudah di luar ambang batas moralitas, cenderung manipulatif, menyebarkan propaganda pemecah belah persatuan bangsa. Maka jika tiba waktunya, Saya kelak menantang beliau semua dengan sumpah mubahalah. Agar terlihat jelas siapa pendusta dan dan siapa yang benar.
Jujur saja saya sudah muak, dengan orang-orang yang gemar mengumpulkan massa, berkerumun, menimbulkan kekacauan, menyebarkan propaganada kebencian kepada sesama.
Namun sekarang saya sadari, peran saya belum benar-benar dibutuhkan. Tinggal tunggu tanggal mainnya saja. Sumpah mubahalah dengan konsekuensi besar taruhan nyawa, akan segera menanti orang-orang berdusta, yang selama ini menggerogoti keutuhan bangsa, meracuni pemikiran anak bangsa yang masih perlu belajar banyak tentang moral dan etis.
Kita akan melihat sendiri di panggung publik, azab apa yang akan menimpa orang yang berdusta di zaman ini. Kelak guratan tinta sejarah akan tertulis. Dan ini akan menjadi pembelajaran berharga bagi generasi penerus umat manusia yang mau belajar dari sejarah nenek moyangnya.
Semangat literasi adalah kunci maju tidaknya suatu bangsa. Kalau literasi rendah, maka ia mudah dieksploitasi dipermainkan para pencari popularitas dengan akal-akalannya, dikumpulkan oleh mereka, untuk menggerakkan massa yang ribuan hingga jutaan, yang mereka sebut people power.
Tak disadari mereka sedang Allah kumpulkan untuk merasakan azab yang pedih, dieliminasi dari bumi Nusantara, untuk mempertanggungjawabkan ketidakmauan mereka untuk belajar-belajar-dan belajar tentang makna kehidupan.
Saya bersabar diri, menunggu momen tepat, sampai para "buih lautan" itu semuanya telah terkumpul untuk "dibersihkan" guna menyongsong masa depan Negeri Nusantara yang jernih dari para "buih lautan" sehingga kemajuan bangsa dan negara terwujudkan segera.
Terbebas dari belenggu orang-orang yang mengaku beriman, mengaku bertakwa, namun hanya sebatas di lidah sahaja. Bukankah Pancasila sila pertama menyatakan bahwa kita adalah Bangsa yang Berketuhanan? Bukan sebatas beragama namun perintah dan larangan beragamanya sering para "buih lautan" itu tabrak dengan semena-mena.