Silih Asih Silih Asah Silih Asuh Silih Seuseungitan" dari Kearifan lokal warisan leluhur Sunda, tentunya mengajarkan bahwa Bumi Nusantara kaya akan budaya.
Sebuah filosofi ""Silih Asih Silih Asah Silih Asuh Silih Seuseungitan" merupakan peradaban masyarakat yang paling puncak, dimana kata silih berarti saling.
Silih Asih, berarti saling mengasihi. Tangga awalnya manusia berupaya untuk mengasihi tanpa ada niatan untuk dikasihi.
Mengasihi murni karena mengasihi. Tak ada keinginan transaksional seperti dagang dalam mengasihi, semua dilakukan penuh ketulusan, memberi demi ingin memberi kebermanfaatan hidup.
Tangga akhirnya manusia seluruhnya terkoneksi dengan cinta, dimana seluruh beritikad memberi tanpa harap diberi. Hingga terjalin hubungan mutualisme dari manusia, ke manusia, dan oleh manusia.
Silih Asah, berarti saling memperkuat. Tangga awalnya manusia berupaya untuk mencerdaskan sesama tanpa ada niatan untuk mendapatkan imbal balik dari perjuangannya.
Tangga akhirnya seluruh manusia saling memperkuat potensi sesama, menambal kekurangan sesama, saling memberikan pengetahuan penuh kebermanfaatan, saling mengingatkan dan saling menasihati dalam kebaikan dan kebenaran seperti bunyi firman Allah dalam Surah Al Ashr ayat 3 yang berbunyi:
"Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran."
Silih Asuh, berarti saling membimbing, merawat dan mengasuh. Tangga awalnya manusia berupaya mengasuh sesama agar terpenuhi kebutuhannya, tanpa ada itikad mendapatkan imbalan, seperti sang ibu mengasuh bayi mungilnya dengan penuh ketulusan.
Tangga akhirnya seluruh manusia saling membimbing, merawat dan mengasuh sesamanya agar semua terpenuhi kebutuhannya, berkecerdasan dan berkarakter. Terkoneksi antar sesama dengan sifat welas asih, semuanya begitu harmoni, tanpa cela menyesatkan sesama.
Silih Seuseungitan, berarti saling meluhurkan. Tangga awalnya manusia berupaya meluhurkan sesama dengan apresiasi dan ungkapan terima kasih atau syukur kepada sesama hidup, tanpa berharap dipuji atau disanjung.
Tangga akhirnya seluruh manusia saling meluhurkan sesama, tanpa cela menjatuhkan sesama hidupnya, semuanya hidup dalam keluhuran budi pekerti dan pengetahuan yang penuh kebermanfaatan hidup.
Demikian, semoga dimasa mendatang filosofi diatas dapat terwujudkan di Peradaban masyarakat Nusantara, dimulai dari kita semua yang menginisiasi implementasi dari warisan budaya leluhur kita yang luhur nan adiluhung.
Tertanda.
Rian.
Cimahi, 17 Mei 2022.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H