Hukum hanya bisa ditegakkan dengan hati nurani yang bersih dan jiwa yang suci penuh ketulusan pengabdian dan pelayanan kepada umat manusia, tidak hanya mengandalkan akal-akalan seperti fenomena penyalahgunaan kekuatan hukum yang sudah kita lihat sendiri di zaman akhir ini.
Menghakimi atau mengucapkan ucapan jugdemental murni dari hati, bukan mengandalkan rasional akal terbatas. Artinya dengan hati yang penuh kebaikan, maka tentu ia adalah seorang yang bijak. Dan seorang yang bijak dapat ditunjuk menjadi hakim yang adil demi menegakkan hukum di muka bumi, dari mengatasi kasus ketidakadilan terkecil (hanya melibatkan kepentingan segelintir orang) hingga yang terbesar (berdampak fatal bagi hajat hidup orang banyak).
Kisah Isa yang digambarkan dalam Al-Quran dan Al-Hadits betapa besarnya rasa hormat ajaran islam terhadap ajaran Hukum. Hukum ditegakkan sepenuhnya oleh beliau yang dirahmati Allah di Akhir Zaman, hingga Al-Quran memuliakan Isa ibnu Maryam sampai namanya disebut 25 kali dalam Al-Quran, ini adalah sebuah keistimewaan bahwa ajaran Islam sangat menghormati dan memuliakan Isa Ibnu Maryam.
Kedatangan Isa yang kedua kalinya akan membawa pedang dan tombak. Untuk membunuh Al-Masih Ad-Dajjal karena kedzaliman dan pengaruh kekacauan yang ditimbulkannya dimuka bumi.
Fenomena Hari Pembalasan sudah semakin dekat, apakah saat ini kita merasa didalam hati nurani kita dan jiwa terdalam bahwa kita berada di jalan kebaikan dan kebenaran seutuhnya? Jawaban akan menentukan posisi anda di akhir zaman, apakah anda akan bersama Isa Ibnu Maryam atau bersama Al-Masih Ad-Dajjal.
Semoga dapat menginspirasi seluruh umat manusia yang berkecimpung di dunia hukum. Maka dengan demikian Justice Restoration dalam segala bidang hukum semakin digemborkan oleh Pemuka Hukum insan bumi nusantara, yang menguatkan posisi moral para penegak hukum bumi Nusantara guna semuanya berada di pihak Penegak Hukum Tertinggi akhir zaman yakni Isa ibnu Maryam yang dimuliakan Allah S.W.T.
Jangan salahgunakan hukum dengan akal-akalan hanya demi menukarnya dengan keuntungan dunia yang bersifat semu. Yang berdampak fatal bagi kehidupan dan merusak citra penegakkan hukum dunia, sehingga umat manusia menjadi pesimis akan keadilan akhirnya manusia menjadi abai terhadap hukum yang berdampak kesadaran hukum manusia semakin tergerus hingga menyebabkan pembenaran atas pelanggaran hukum dengan alasan klasik "Hukum ada untuk dilanggar".
Jadikan hukum sebagai pegangan hidup, agar kita hidup semakin terkendali, kalau tidak terkendali maka kita akan celaka layaknya filosofis pengendara bermotor yang celaka karena rem kendalinya blong saat berkendara dengan kecepatan tinggi.
Tertanda.
Rian.
Cimahi, 13 Mei 2022.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H