Ilmu pada manusia-manusia pilihanNya. Dan manusia berhak memilih untuk mempergunakan ilmu tersebut untuk menjadikan seluruh bangsa berkecerdasan.
Allah menanugerahkanAtau malah memakan ilmu tersebut untuk dirinya sendiri demi hasrat duniawi pribadi dan golongannya, membiarkan dunia dalam kegelapan akan ketidaktahuan, memanfaatkan situasi, dan menjual jasa melalui ilmu yang ia kuasainya pada yang mampu membayarnya.
Seorang yang berilmu dapat dikatakan sebagai Guru yang Bonafide jika ia mampu mencerdaskan seluruh kehidupan dengan niat mulia.
Guru diperbolehkan memasang bayaran yang pantas kepada para muridnya dengan ukuran nominal uang yang pantas. Ada hak dan kewajiban sang Guru yang menempuh jalur perguruan ini.
Haknya sang guru berhak mendapatkan porsi bayaran yang pantas karena merelakan waktu, tenaga dan upaya demi mencerdaskan kehidupan. Kewajibannya, sang guru diikat oleh tanggungjawab tidak terbatas kepada murid-murid yang berguru padanya, kecuali sang murid secara berkesadaran pamit melepaskan diri dari tanggungjawab sang Guru.
Ataupun Guru yang berkelas juga sangat dianjurkan untuk tidak memasang harga untuk mau belajar dengannya, bayarannya hanyalah kerelaan sang murid mau belajar padanya, tanpa sebab lain, melainkan karena cinta murid pada sang Guru.
Guru dalam tataran perguruan ini tidak diikat oleh kewajiban, karena tak ada nilai materi yang diperoleh sang Guru, dan Sang Guru mendapatkan hak istimewa dari muridnya, yakni sang murid harus tunduk dan patuh atas wejangan sang Guru tersebut.
Guru dalam tataran ini biasanya sudah lepas dari ikatan duniawi, walaupun dirinya hidup dalam kegelimangan, ia tidak menunjukkannya (show off) dan tidak menghabiskan waktunya untuk hal demikian, namun segalanya ia pelajari sebagai pembelajaran indah bagi yang hidup.
Sementara seorang yang berilmu namun tak mau berlaku menjadi Guru. Membiarkan ketidaktahuan merajalela. Kekacauan terjadi dimana-mana. Itulah sebab yang diperbuat oleh orang yang berilmu namun berperilaku demikian. Dan mengambil keuntungan dari kekacauan tersebut demi pemenuhan hasrat duniawi. Bahkan ia menyembunyikan ilmu yang benar, dan menukarnya dengan kesesatan. Maka akibat dari kekacauan itu sepenuhnya tanggung jawab orang yang berilmu tersebut kelak di hari penghakiman.
Ada 4 level murid dengan kualitas peduli dengan ilmu yang bermanfaat. Diantaranya dari yang paling tinggi hingga paling rendah:
4. Pembelajar Luhur. Sangat menghargai ilmu dan penyampainya, tanpa melihat siapa dia, apa kedudukannya, karena ia paham dengan maksud, arah dan tujuan yang disampaikan oleh orang yang ia anggap berilmu. Sudah dapat menembus bathin sang penyampai ilmu.
3. Pembelajar ulung. Ia menghargai ilmu walau tak ada bayaran materi yang harus dibayar. Mau gratis atau berbayar. Ia sadar akan keutamaan ilmu.
2. Pembelajar pemula. Ia baru menghargai ilmu jika ilmu tersebut ada bayaran yang harus dibayar. Cenderung abai dengan ilmu gratis namun ilmu gratis tersebut penuh kebermanfaatannya. Masih melihat siapa yang menyampaikan, apa kedudukan yang menyampaikan ilmu tersebut. Masih terikat dengan fisik dan kedudukan seseorang, belum menembus kualitas bathin.
1. Pemalas. Abai dengan ilmu. Jika diperdengarkan ilmu padanya, mudah mengantuk saat belajar. Leha-leha belajar, dan kemudian menyesal di hari tua, karena malas di masa muda.
Tertanda.
Rian.
Cimahi, 30 Maret 2022.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H