Mohon tunggu...
Indrian Safka Fauzi
Indrian Safka Fauzi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Praktisi Kesadaran Berketuhanan, Kritikus Fenomena Publik dan Pelayanan Publik. Sang pembelajar dan pemerhati abadi. The Next Leader of Generation.

🌏 Akun Pertama 🌏 My Knowledge is Yours 🌏 The Power of Word can change The World, The Highest Power of Yours is changing Your Character to be The Magnificient. 🌏 Sekarang aktif menulis di Akun Kedua, Link: kompasiana.com/rian94168 🌏

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Deteksi Ketidakbahagiaan

16 Maret 2022   05:00 Diperbarui: 16 Maret 2022   05:04 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: Wordpress.com dan Vectorstock.com melalui sentuhan Powerpoint dan Adobe Photoshop

Apakah anda merasa bahwa diri anda adalah korban? Kemudian menyalahkan orang lain? Tunggu dulu, bukan berarti anda dinilai benar dengan berbuat demikian! Segera cek ruang pikir anda, jangan-jangan ego anda yang mendominasi.

Setiap ajaran agama melarang diri kita untuk berlaku arogan. Artinya ingin ditinggikan dan diluhurkan orang lain tanpa meluhurkan sesama. 

Perilaku menyimpang seperti ini gejalanya selalu ingin diperhatikan dan merasa dirinya lebih hebat dan lebih luhur daripada lawan bicara atau sesamanya dan dirinya selalu ingin diakui oleh banyak orang, atas segala sumber daya miliknya ia anggap luhur daripada orang lain. Maka gejala ini disederhanakan dengan sebutan perilaku ingin diluhurkan tanpa meluhurkan sesama.

Akibatnya ia sedang membesarkan egonya yang tak pernah puas dengan segala ketinggian yang ia pikirkan, padahal ia sedang mengkerdilkan dirinya yang sejati. Egonya semakin mendominasi dirinya hingga kesadaran mulai terkuras hingga berkurang kesadarannya secara signifikan.

Akibat dari berkurangnya kesadaran, maka kecenderungan untuk abai semakin meningkat. Akalnya menjadi tumpul dan menganggap semuanya baik-baik saja, padahal sedang tidak baik-baik saja (positive thinking yang keliru). 

Gejalanya jika ia melakukan kesalahan fatal yang merugikan orang lain tidak meminta maaf pada yang dirugikan, apalagi mengganti kerugian yang ditimbulkannya, hidupnya dipenuhi kemarahan-kemarahan yang bersifat hanya demi urusan materi dan kepuasan ego yang tak pernah puas. Tidak pernah berterima kasih jika sesamanya menolongnya dari segala kesulitan.

Akibat abai mendominasi, ia cenderung mengingkari kebenaran yang disampaikan sesamanya padahal sebenar-benarnya menyelamatkannya. Maka ia terjebak oleh dominasi ego dan semakin terikat dengan dampak sifat abai, yakni kemalasan dan kebingungan saat menerima informasi. 

Akibatnya segala keputusan yang ia ambil seringkali merugikan dirinya sendiri bahkan berdampak buruk bagi sesamanya yang berkepentingan dengannya.

Akibat pengingkaran itu terjadi, sebenarnya ia mengingkari identitasnya sebagai Ruh yang merupakan percikan kecil dari Yang Maha Ada, yang mana kedudukan Ruh yang sejati itu penuh kebahagiaan. 

Ia dibutakan dengan egonya dan menganggap dirinya yang sejati adalah badannya. Karena pengingkaran inilah ia menjadi tidak bahagia. Selalu mencari cara untuk bahagia, sampai-sampai ia merelakan segalanya agar kebahagiaan tercapai walau itu sebenarnya semakin menyengsarakannya.

Kemudian pada akhirnya ia memposisikan diri sebagai korban, menyalahkan sesamanya yang ia anggap berlaku tidak sesuai dengan prinsip-prinsip keduniawian menurutnya. Semakin tidak bahagia, semakin rentan ia menyalahkan sesamanya, selalu memposisikan dirinya adalah korban. Padahal sebenar-benarnya Sang Ego telah berhasil menaklukkan dirinya membuat dirinya penuh penderitaan dan kesengsaraan. 

Ketidakpuasan meraja padahal ia memiliki segala yang dibutuhkannya melalui Karunia Tuhan. Ia menjadi seorang yang ingkar atas segala pemberian Tuhan, karena apa yang diinginkannya tidak terpenuhi, Ia menjadi sering mendikte Tuhan lewat doa-doanya. Inilah yang membuatnya semakin tidak berdaya (powerless) dalam menghadapi segala situasi yang rumit, maka ada kecenderungan frustasi, minder dan tidak percaya diri. 

Ia merasa percaya diri jika seorang sedang meninggikannya, namun ia semakin menderita jika tak ada seorangpun yang tak meninggikannya. Maka ia memiliki potensi untuk menghalalkan cara-cara yang tidak dibenarkan hukum dan agama, ia tabrak aturan tersebut demi pemuasan egonya yang tak pernah puas, demi menunjukkan dirinya lebih luhur dari siapapun. Orientasi hidupnya menjadi tak terkendali terhadap pemenuhan materi dan kenikmatan semu.

Akhirnya ia melakukan pembenaran atas pemikiran dirinya, menyalahkan situasi, dan menyalahkan orang lain atas ketidakbahagiaan dirinya. Dirinya begitu tak berdaya (powerless) karena merasa diri tak berharga. 

Kecenderungan mendengki bisa saja terjadi. Hidupnya dihantui oleh masalah demi masalah karena ketidakberdayaannya, yang padahal disebabkan oleh perilaku dan kata-katanya yang ia sering ucapkan kepada sesama (yang bersumber dari pemikirannya).

Kita begitu mudahnya tidak bahagia sekian usia bertambah. Padahal saat sudah dilahirkan kita dikala balita dan anak-anak, kita begitu bahagia, lihat saja para balita dan anak-anak yang penuh keceriaan dan kebahagiaan, selalu tertawa dan ceria. 

Sang balita dan anak-anak akan menangis, jika kita menghalangi berbagai bentuk kebahagiaannya, tentu sebagai orang yang lebih dewasa lebih paham, apakah sang balita dan anak-anak itu sedang membahayakan dirinya sendiri atau tidak? Maka peran kita mencegah agar dampak buruk tak terjadi.

Kebahagiaan itu sifatnya bersyarat, yakni berada di jalan kebenaran bukan di jalan syetan. Tanyakah pada diri ini jika aku berlaku kriminal demi memuaskan egoku, apakah aku bahagia? 

Maka Rumus ketidakbahagiaan dimulai dari:

  1. Ingin diluhurkan tanpa meluhurkan
  2. Egonya (keakuannya) membesar
  3. Kesadarannya menjadi rendah
  4. Kecenderungan abai menjadi tinggi
  5. Berpotensi mengingkari dirinya yang sejati
  6. Menjadi Tidak bahagia
  7. Menjadi korban (powerless) dari perkataaan dan perilakunya sendiri (yang bersumber dari pemikirannya)

Bagaimana kita bisa meluhurkan Keagungan Tuhan Yang Maha Esa? Jika semasa hidup di dunia tidak meluhurkan yang hidup?

Tertanda.
Rian.
16 Maret 2022.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun