Jujur, saya kaget ketika film ini muncul di thumbnail sebuah video di salah satu channel di sebuah video platform. Seperti mendapati rekomendasi film yang benar-benar baru karena tidak pernah melihat satupun materi promosinya. Tidak seperti biasanya dengan film-film horor baik dalam maupun luar negeri yang biasa mempromosikan dirinya lewat berbagai media sosial. Termasuk lewat akun XXI sendiri. Berbekal review yang sangat malu-malu untuk mereview karena takut memberi spoiler pada penonton, sayapun akhirnya memutuskan untuk menonton film ini.
Cobweb bercerita tentang satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan satu anak laki-laki mereka. Mereka tinggal di sebuah rumah kecil yang kumuh dan memberi aura misterius khas film horor, di sebuah permukiman yang sepi. Peter (Woody Norman), adalah anak laki-laki yang nantinya akan menjadi pusat film ini. Peter merupakan anak sekolah dasar yang pendiam dan kerap mendapat bullying dari teman-temannya di sekolah. Ketika di rumah, kehidupan Peter tak kalah suramnya. Memiliki ayah dan ibu yang protektif dan keras membuatnya semakin menjadi anak yang tidak bahagia dan suka menyendiri.
Suatu malam, Peter yang tengah tertidur di kamarnya tiba-tiba mendengar suara misterius dari balik tembok kamarnya. Peter yakin jika suara yang muncul tersebut seperti suara manusia. Peter yang ketakutan menceritakan hal tersebut pada kedua orang tuanya. Respon kedua orang tuanya tentu menjadi awal babak misteri ini dibangun. Mengatakan hal tersebut hanyalah imajinasi Peter dan ia tidak perlu mengkhawatirkan hal tersebut, dengan ekspresi yang tidak biasa.
Suara misterius dari balik tembok di kamar Peter pun kembali muncul di malam berikutnya. Bahkan semakin sering hingga bisa diajak berkomunikasi dua arah dengan Peter. Seiring dengan bergulirnya durasi, hal tersebut semakin membuat kedua orang tua Peter menunjukkan sikap yang mencurigakan atas laporan anaknya tentang suara misterius tersebut. Hingga misteri yang dibangun semakin lekat lengkap dengan penampakan sosok yang tidak disangka menghampiri Peter. Membuat penonton semakin penasaran dan bertanya-tanya tentang apa yang sebenarnya bersembunyi di rumah itu.
Sejujurnya Cobweb adalah film horor psikologis yang memiliki aura khas untuk menakuti penontonnya. Dengan alur lambat, kekuatan cerita yang dititikberatkan pada misteri yang dibuka perlahan-lahan, hingga akting para pemainnya. Tone gelap dengan berbagai ornamen khas horor seperti rumah kumuh, halloween, hingga pemeran pendukung yang bertindak menjadi sosok penolong yang siap untuk membuka misteri yang ada.
Sayangnya, banyak hal yang terasa berlubang dalam naskahnya. Hingga membuat film ini seperti tidak utuh bahkan belum selesai. Woody Norman sebagai pemeran Peter yang mengantarkan kita pada ujung misteri tersebut sebenarnya tidak buruk dalam berperan. Meski di beberapa titik aktingnya terlihat kurang tergali untuk menunjukkan ekspresinya. Lalu kedua orang tua Peter yang diperankan oleh Antony "Homelander" Starr dan Lizzy Caplan, juga potensial dalam memerankan sosok orang tua yang 'kompak' dalam versi cerita horor ini.Â
Karakter Homelander dalam serial The Boys yang diperankan oleh Antony Starr, saya yakin, selalu menghantui siapapun setiap kali ia muncul di film meski perannya sudah pasti berbeda. Aura ngeri serta mencurigakan dengan tatapan matanya yang khas, seakan membuat kita selalu suudzon pada setiap peran yang ia mainkan. Termasuk dalam Cobweb. Sedangkan Lizzy Caplan dengan rahang tegas dan mata bulatnya, sukses memainkan peran ibu protektif yang mengerikan dengan gaya teatrikalnya.
Kelemahan Cobweb, seperti yang sudah saya sebutkan di atas, adalah pada naskah yang sepertinya tidak selesai. Bisa dibilang, ini bukan lagi masalah plothole, tapi seperti benar-benar ada cerita yang dipangkas dengan cara tidak menyenangkan yang membuat film ini menjadi sulit untuk dinikmati.Â
Cobweb tidak memberikan konklusi yang jelas pada endingnya. Begitu juga dengan 5W 1H yang tidak terjawab dan dijelaskan di sana. Tentang makhluk apa yang sebenarnya berada di balik tembok tersebut, bagaimana hal itu bermula, mengapa, siapa, sejak kapan, tidak ada kejelasan yang benar-benar terang dengan hal itu. Padahal, sedari awal film sebetulnya Cobweb memiliki potensi yang baik untuk menjadi film horor yang memuaskan untuk ditonton.
Berbagai aksi terutama di babak terakhirnya memberikan ketegangan luar biasa. Mengusung adegan thriller yang muncul secara tiba-tiba, saya rasa babak ini berhasil membuat jantung penonton berdebar. Teror yang menjadi nyata yang menyerang lebih banyak orang dan menghasilkan cipratan darah dimana-mana. Sosok peneror yang perlahan-lahan ditampilkan, sudah pasti mampu meraih perhatian penonton. Hingga sekali lagi, konklusi yang dihadirkan pada adegan terakhirnya kembali menjadikan film ini benar-benar terasa nanggung. Kalaupun mau dibuat sekuelnya, paling tidak bisa lebih enak lagi dalam memberikan penutup sebuah pertunjukkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H