Mohon tunggu...
Intan Zulfiana
Intan Zulfiana Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu rumah tangga

Seorang introvert yang di dalam kepalanya ramai akan ide, gagasan, dan kata-kata, sesekali menuangkannya dalam tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Masih Belum Nonton Pengabdi Setan 2: Communion? Baca Review Berikut, yuk!

13 November 2022   11:21 Diperbarui: 13 November 2022   11:27 1434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah teror mengerikan di Pengabdi Setan 1 yang menimpa Rini dan keluarganya, mereka memutuskan pindah dan menempati sebuah rumah susun di utara Jakarta. Pilihan rumah susun dikarenakan lebih banyak orang yang tinggal di sana sehingga mereka akan lebih aman. Begitu kata Bapak.

Sayangnya, tragedi yang tak terduga menimpa kembali keluarga yang kini tinggal berisi 4 orang yaitu Bapak, Rini, Toni, dan Bondi. Sebuah kecelakaan tragis terjadi di rusun tersebut ketika sebuah lift yang mengangkut banyak orang tiba-tiba rusak dan akhirnya jatuh. Menumbalkan sejumlah korban jiwa yang berada di dalam lift, maupun di luarnya. Hingga setelah tragedi tersebut, kejadian demi kejadian aneh dan mengerikan meneror sisa penduduk rusun yang malam itu masih tinggal di sana.

Akhirnya saya nonton juga Pengabdi Setan 2. Setelah menahan rasa penasaran karena benar-benar tidak berani nonton di bioskop. Dan sekarang saya jadi paham kenapa banyak penonton menyayangkan sekuel Pengabdi Setan ini.

Buatku PS 2 bukanlah film yang buruk, ini film bagus dan punya kualitas. Tapi, PS 2 juga film yang menjengkelkan. Iya, menjengkelkan karena meninggalkan begitu banyak misteri dan tanda tanya sedari awal hingga akhir. Seakan menjawab pertanyaan PS 1, tapi menciptakan banyak pertanyaan lain.  Termasuk dengan memunculkan karakter-karakter baru yang memiliki peran penting dalam cerita, namun masih terasa kurang jelas bagaimana asal usul dan kemana mereka pergi setelah menghilang begitu saja. Pun dengan setting waktu alur utama cerita yang hanya berlangsung dalam sehari semalam. Dimana penonton disuguhi dengan adegan-adegan menegangkan yang jalannya pelan. Menggoda penonton yang 'jirih' dan kagetan untuk memicingkan mata dan menutup telinga.

Jika menganggap PS 2 ini film yang menyebalkan, mungkin alasan ketidakjelasan cerita jadi sebab utamanya. Tapi jika mau cermat, bisa saja memang PS 2 ini tidak ingin menitikberatkan pada cerita utama yang padat dan to the point. Bagi saya, PS 2 sepertinya hanyalah jembatan penghubung PS 1 dan PS 3 nantinya.

Mengingat PS 1 sudah cukup intens namun tetap memberikan tanda tanya di dalamnya. PS 2 seakan ingin menjawab terlebih dahulu tanda tanya yang ada di PS 1. Dalam balutan cerita kelanjutan hidup keluarga Rini setelah PS 1. Jadi tidaklah salah jika ada penonton yang menganggap PS 2 'hanyalah' wahana rumah hantu yang menantang adrenalin kita di setiap ruangan-ruangannya. Meski begitu, kejutan-kejutannya tetap berhasil menakuti penonton.

Begitu hawa horor dan mencekam yang ditawarkan Joko Anwar. Teror-teror yang sebenarnya tidak terlalu seram, cuma kita digoda dengan tebakan-tebakan jumpscare yang akan terjadi. Yang mana bisa beneran ada atau tidak. Iya, film ini banyakkk jumpscarenya. Baik dari visual maupun audio. Harus terus waspada pokoknya.

Di luar kengerian tadi, Mas Joko patut diacungi jempol dengan memberikan visualisasi yang apik. Latar waktu tahun 80-an disajikan secara total. Detil, dengan properti-properti kecil sekalipun. Penggunaan CGI juga dimanfaatkan dengan baik untuk menggambarkan masa-masa itu. Kostum, tatanan rambut,  properti, foto, angkutan umum, hingga acara berita TV pada masa itu berhasil membangkitkan nostalgia penonton yang minimal usia kepala 3. Bahkan font berwarna merah terang yang digunakan untuk menulis credit pun sangat 80-an sekali.

Suara audio berupa musik berderit-derit yang khas, tak kalah membuat bulu kuduk berdiri. Menyayat pendengaran dan menciptakan kengerian khas film-film jaman dulu. Lagu-lagu yang diputar di radio, termasuk lagu milik Mawarni alias Ibu yang sekarang sudah jadi hantu, masih menggema mewarnai film seperti ketika di PS 1. Jangan lupakan opening bumper Rapi Film yang pasti mengingatkan generasi lawas pada film-film horor masa itu. Masa-masa ketika anak 80 dan 90-an numpang nonton 'film Suzana' di rumah tetangga.

Terlepas dari kekurangan dan kelebihan PS 2, satu hal yang patut diapresiasi adalah konsistensi dan usaha Mas Joko untuk membuat film ini semakin seram dan misterius. Tidak lagi memasang sosok hantu Ibu sebagai sumber teror utama, Mas Joko mendobrak dengan cara lain yang membuat penonton shock seketika. Adegan jatuhnya lift adalah yang paling badass. Betapa tidak, Mas Joko dengan tega menumbalkan karakter anak-anak di situ! Psikopat! Dengan gambar yang tak perlu terlalu jujur, tapi tetap terbayang betapa adegan tersebut berhasil membuat penonton menarik napas dalam-dalam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun