Mohon tunggu...
Intan Zahra
Intan Zahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

hanya manusia yang ingin menyalurkan isi benaknya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Notaris: Kebenaran Materiil atau Kebenaran Formil?

4 Oktober 2023   18:51 Diperbarui: 4 Oktober 2023   19:13 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Penulis:

Rezki Amaliah Rusli

Intan Zahra Rusmanira

Apakah notaris harus melakukan investigasi disetiap pengguna jasa yang mencatatkan perjanjiannya? Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa bagi Notaris, menambah tugas berat bagi para bagi Notaris selain mencatatkan saat ini muncul peraturan baru yang mewajibkan notaris melakukan investigasi dan melaporkan suatu tindak pidana.

Jabatan Notaris yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris menjunjung tinggi kebenaran formil. Kebenaran Formil (formeel waarheid) adalah kebenaran yang didapatkan berdasarkan bukti-bukti formal yang diajukan ke dalam persidangan yang kebenarannya hanya dibuktikan berdasarkan bukti-bukti yang diajukan.

Istilah kebenaran formil dalam perkara perdata memang tidak secara eksplisit dijelaskan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan hukum acara yang berlaku seperti HIR dan Rbg, akan tetapi adanya kebenaran formil tersebut dapat disimpulkan berdasarkan beberapa pasal dalam HIR dan Rbg, antara lain dalam pasal-pasal pembuktian (Pasal 162 sampai dengan Pasal 177 HIR/Pasal 282 sampai dengan Pasal 314 Rbg) dan Pasal 178 HIR/Pasal 315 Rbg tentang Kewajiban dan larangan hakim.

Dalam hal kenotariatan, sebab Notaris dikatakan menjunjung kebenaran formil adalah karena Jabatan Notaris merupakan pejabat berwenang yang ditunjuk negara untuk membuat akta otentik sesuai dengan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris. Menurut Habib Adji dalam bukunya yang berjudul Sanksi Perdata dan Administratif terhadap Notaris sebagai Pejabat Publik (hlm. 79) terdapat satu hal penting bahwa Notaris secara lahiriah, secara formil telah sesuai dengan aturan hukum tentang pembuatan akta notaris. Ranah hukum Notaris berada di ranah hukum perdata yang menjunjung kebenaran formil dan materiil yang hanya terbatas kepada pasal 1320 KUHPerdata yang berisi syarat sah perjanjian yaitu 1) Kesepakatan yang mengikat kedua belah pihak; 2) kecakapan dalam membuat suatu perikatan; 3) Suatu pokok persoalan tertentu; 4) suatu sebab yang halal.

Namun saat ini, rasa-rasanya beban dari seorang notaris bertambah dengan harus membantu pelaporan terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang dan juga Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. Menurut Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa bagi Notaris, Notaris diwajibkan menerapkan prinsip mengenali Pengguna Jasa atau awamnya disebut client. Kemudian di dalam Pasal 1 angka 7, Notaris diminta untuk melakukan pelaporan kepada Pusat Pelaporan Dana Analisis Transaksi Keuangan apabila terjadi transaksi yang melibatkan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana seperti pencucian uang atau pendanaan terorisme.

Pelaku tindak pidana pencucian uang memiliki tujuan untuk menyamarkan asal usul harta kekayaan yang merupakan hasil tindak kejahatan, sehingga sulit untuk ditelusuri oleh penegak hukum. Berdasarkan pasal 1 Angka 11 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, menyatakan bahwa pihak pelapor adalah setiap orang yang menurut undang-undang ini wajib menyampaikan laporan kepada Pusat Pelaporan Dana Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). 

Selanjutnya diatur pula mengenai dua macam kategori pihak pelapor yaitu penyedia jasa keuangan, yang dapat berupa bank maupun non-bank, dan penyedia barang dan/atau jasa lainnya. Ketentuan tersebut dijelaskan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang berdasarkan pasal 3 menentukan pihak pelapor mencakup: a. Advokat; b. Notaris; c. Pejabat Pembuat Akta Tanah; d. Akuntan; e. Akuntan Publik; f. Perencana Keuangan.

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan, bahwa notaris merupakan pihak pelapor yang wajib melaporkan transaksi keuangan mencurigakan. Di sisi lain, dalam melaksanakan jabatannya, Notaris wajib berpedoman pada Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris. Berdasarkan Pasal 16 Ayat (1) huruf (f) Undang Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, ditegaskan bahwa Notaris berkewajiban merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh dalam pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain. Pelanggaran terhadap Undang-Undang Jabatan Notaris dapat menimbulkan dampak yang serius bagi pemangku jabatan Notaris, baik pertanggungjawaban secara administrasi maupun pertanggungjawaban secara pidana.  Sebagaimana diatur dalam Pasal 322 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, menyatakan bahwa barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pencariannya, baik yang sekarang ataupun yang dulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun