Namun, di luar itu semua, Mulyani senang dengan kelengkapan fasilitas yang ada di Perpustakaan Nasional. Hal itu menurutnya merupakan sebagai sebuah upaya kecil yang dilakukan oleh negara untuk meningkatkan minat baca masyarakat.
Sebagai masyarakat Indonesia, dirinya bangga akan fasilitas baca yang ada di Indonesia. Hanya saja untuk saat ini perlu dilakukan revolusi sistem pendidikan, agar minat baca masyarakat Indonesia meningkat dan perpustakaan tadi dapat berfungsi secara optimal.
Dinia Arum, salah satu pengunjung di Perpustakaan Nasional mengatakan kalau fasilitas dan ketersediaan buku di sana sudah sangat lengkap. Hanya saja, ia menyayangkan akan sepinya pengunjung yang hadir di sana.
Ia sepakat jika harus ada pendidikan yang lebih terfokus pada peningkatan literasi masyarakat Indonesia. Menurutnya hal itu memang patut dijadikan sebagai urgensi utama sistem pendidikan di Indonesia, ketimbangan program kampus merdeka dan semacamnnya.
"Kan jadi sayang banget kalau fasilitas ruang baca yang ada itu kurang terpakai, bahkan tidak terjamah oleh masyarakatnya sendiri. Kalau saya sendiri lebih bangga minat literasi yang besar ketimbang fasilitas besar tetapi minatnya rendah," keluhnya.
Pertama,  Pendidikan yang kurang berkualitas. Salah satu akar permasalahan utama dari darurat literasi di Indonesia adalah sistem  pendidikan yang kurang berkualitas. Banyak sekolah di daerah terpencil atau daerah dengan sumber daya terbatas yang tidak memiliki fasilitas dan sumber daya yang memadai untuk mendukung pengembangan literasi. Selain itu, kurikulum yang terlalu padat dan fokus pada penguasaan materi ujian juga dapat menghambat pengembangan keterampilan literasi.
Kedua, Kurangnya akses terhadap bahan bacaan. Di banyak daerah di Indonesia, terutama di pedesaan, akses terhadap buku dan bahan bacaan lainnya masih sangat terbatas. Hal ini membuat banyak anak-anak dan dewasa tidak memiliki kesempatan untuk membaca dan mengembangkan keterampilan literasi mereka.
Ketiga, Minimnya budaya membaca. Budaya membaca yang kurang memadai juga menjadi salah satu akar permasalahan dari darurat literasi di Indonesia. Banyak masyarakat yang tidak memiliki kebiasaan membaca dan lebih memilih untuk menghabiskan waktu luang mereka dengan aktivitas lain seperti menonton televisi atau bermain gadget.
Keempat, Tingginya tingkat kesenjangan sosial. Tingkat kesenjangan sosial yang tinggi di Indonesia juga berkontribusi pada darurat literasi. Keluarga yang kurang mampu seringkali tidak mampu menyediakan buku dan bahan bacaan bagi anak-anak mereka, sehingga anak-anak dari keluarga tersebut memiliki akses yang lebih terbatas terhadap literasi.
Kelima, Tidak adanya kebijakan yang komprehensif. Tidak adanya kebijakan pendidikan yang komprehensif dan berkelanjutan dari pemerintah juga menjadi salah satu faktor yang memperburuk darurat literasi di Indonesia. Tanpa dukungan yang kuat dari pemerintah, upaya untuk meningkatkan literasi di Indonesia cenderung terfragmentasi dan tidak terkoordinasi.
Pertama, Peningkatan kualitas pendidikan. Pemerintah harus fokus pada peningkatan kualitas pendidikan di seluruh Indonesia, terutama di daerah-daerah terpencil atau daerah dengan tingkat keterbelakangan yang tinggi. Ini termasuk meningkatkan kualitas guru, menyediakan fasilitas dan sumber daya yang memadai, serta merevisi kurikulum agar lebih menekankan pada pengembangan keterampilan literasi.