Mohon tunggu...
Intan Septiningrum
Intan Septiningrum Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa S-1 Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Childfree dan Generasi Z

28 April 2023   20:30 Diperbarui: 28 April 2023   20:26 615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Childfree adalah kesepakatan yang dilakukan oleh pasangan suami istri untuk tidak memiliki anak selama masa pernikahannya. (Muhammad Khatibul Umum & Nano Romadlon Auliya Akbar, 2021). Para pasangan generasi Z yang memutuskan untuk childfree biasanya menganggap bahwa memiliki anak atau tidak adalah hak pribadi dan hak asasi manusia yang tidak bisa dipaksakan oleh siapapun. Alasan yang paling sering disampaikan menjadi childfree adalah untuk menekan over populasi.

Istilah childfree mulai berkembang pada abad akhir 20 dimana pada abad tersebut generasi Z atau generasi pascamilenial sudah ada. Generasi Z ini muncul seiring dengan berkembangnya era World Wide Web (www), sehingga generasi ini dapat diistilahkan sebagai internet generation atau net generation. Menurut lembaga riset dari Australia, generasi Z adalah mereka yang lahir dalam rentang waktu tahun 1995 sampai dengan 2009, disaat perkembangan teknologi berjalan dengan begitu pesat. Mereka memiliki kemampuan adaptasi yang cukup tinggi terhadap pemanfaatan teknologi (Saragih, 2012). Hal tersebut membuat para generasi sekarang dapat tahu dengan cepat mengenai segala informasi melalui teknologi yang berasal dari internet salah satunya mengenai childfree.

Setelah menikah setiap pasangan memiliki keputusannya masing-masing dalam menjalani kehidupan rumah tangga pribadinya. Termasuk keputusan tentang childless marriage, dimana keputusan ini diambil berdasarkan pendapat kedua pasangan tanpa adanya paksaan. Keputusan childless marriage ini adalah keputusan yang diambil oleh pasangan bahwa setelah menikah mereka ingin tanpa anak atau tidak ingin memiliki anak. Selain childfree ada banyak istilah lain yang dapat mendefinisikan pernikahan tanpa anak seperti voluntary childless. Mereka yang menganut paham voluntary childless memang secara sadar dan sengaja tidak ingin memiliki anak. berbeda dengan involuntary childless, karena involuntary childless adalah mereka yang tidak memiliki anak bukan karena kehendaknya sendiri melainkan ada sebab-sebab lain dan keadaan tertentu sehingga memutuskan untuk tidak mempunyai anak, apabila ingin mempunyai anak malah mengakibatkan bahaya untuk sang orang tuanya.

 

Ada banyak faktor yang menyebabkan pasangan suami istri memilih untuk tidak memiliki anak secara sadar. Beberapa diantaranya adalah:

1. Faktor Ekonomi

Kalangan muda saat ini merasa tidak yakin atau khawatir tidak akan bisa memenuhi biaya hidup anak yang dirasa banyak dan memberatkan. Padahal jika kita sudah menikah dan memiliki anak, kewajiban kita sebagai orang tuanya yaitu harus memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan, serta pendidikan yang layak walaupun kita harus banting tulang untuk menafkahinya. Perbuatan yang kita lakukan kepada anak kita tersebut nantinya juga akan membuahkan hasil, dimana anak akan menghargai kita dan menyayangi sehingga mereka akan membalas budi kepada kita kelak.

2. Faktor Mental

Kehidupan bahagia baik bagi orang tua maupun anaknya. Tidak sedikit pasangan yang memilih childfree dilatarbelakangi oleh trauma masa kecil yang disebabkan oleh pola asuh dan pola hidup keluarga yang toxic.(Mayssara A. Abo Hassanin Supervised, 2014). Trauma masih kecil memang tidak dapat terlupakan apalagi waktu kecilnya ada something yang menurutnya benar- benar tidak mau punya anak. Agar tidak memperlakukannya seperti masa kecilnya yang di asu atau di titipin ke tempat penitipan anak atau lain sebagainnya. Maka dari itu mereka memutuskan untuk tidak mau mempunyai anak. Selain trauma masa kecil inner child juga berpengaruh terhadap kondisi tersebut dimana seseorang yang secara umur sudah dewasa tetapi masih memiliki sifat kekanakan yang tidak lepas hingga sekarang. Hal tersebut menjadikannya masih ingin bermain-main saja dan merasa bila mempunyai anak akan membebankannya untuk melakukan sesuatu karena pemikirannya kurang luas dan dewasa.

3. Faktor Personal dan Pengalaman Pribadi

Para pemuda generasi sekarang kebanyakan lebih open minded, kreatif dan lebih modern. Hal ini dikarenakan sekarang banyak menggunakan teknologi, sehingga mereka harus lebih terbuka untuk menerima hal-hal baru termasuk mengenai childfree. Beberapa orang ada yang beranggapan ingin melakukan chilfree, padahal beberapa orang tersebut hanya berjumlah sedikit, kebanyakan generasi muda sekarang banyak yang beranggapan bahwa childfree itu hal yang tidak bisa dibenarkan karena mereka berpikiran luas mengenai informasi childfree yang diperoleh, tetapi mereka memikirkan hal positif jangka panjang kedepannya. Seseorang yang beranggapan ingin melakukan childfree adalah mereka yang menganggap kehadiran anak akan membuat beban dan penghambat kesuksesan karir baik bagi suami maupun istri.

4. Faktor Budaya

Selama ini kehadiran anak menjadi hal yang vital dalam budaya Indonesia sehingga kehadirannya dinanti-nanti, sehingga sering kali pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan momongan setelah menikah itu muncul dan terkesan menyudutkan kala tak kunjung memiliki keturunan. Hal tersebut akhirnya membuat mereka memutuskan untuk memilih childfree agar masyarakat tidak lagi bertanya ataupun berbasa- basi. Contohnya ada sepasang suami istri yang sudah menikah lama tetapi belum juga diberi keturunan, tetapi masyarakat sekitar terus menanyakan kenapa kok belum punya anak, kamu tidak ingin punya anak dan lain sebagainya. Pertanyaan tersebut muncul dikarenakan sebagian besar dari mereka berpendapat bahwa menikah sama dengan ingin menjalani rumah tangga bersama dan bereproduksi untuk menghasilkan keturunan sebagai perwujudan dari rasa kasih sayang dan saling mencintai mereka sebagai pasangan. Faktor budaya ini yang menyebabkan orang untuk memilih childfree karena masih ada perbincangan seperti itu di kehidupan kita bahkan sampai sekarang masih ada. 5. Over Populasi Setiap pasangan memiliki keputusannya masing-masing dalam menjalani kehidupan rumah tangga pribadinya. Keputusan yang sangat penting dalam berumah tangga salah satunya yaitu mengenai keturunan. Setiap orang mempunyai hak asasi manusia yang tidak dapat dipaksakan oleh siapa pun. Seseorang yang menyatakan keinginannya untuk childfree dapat dikarenakan tidak ingin terbebani dalam kehidupannya, punya keturunan yang nantinya akan jadi tanggung jawab seumur hidup, dengan segala macam aspek yang kita rasain, masyarakat sekitar juga blak- blakan soal punya anak itu sulit, banyak banget yang diusahain, yang dipikirin jadi perlu dipertimbangkan lagi soal mempunyai keturunan, karena semua itu tidak akan mudah. Tidak mempunyai keturunan juga bisa membuat kita bahagia dengan pasangan kita tanpa adanya seorang anak, tidak punya keturunan atau childfree bisa membuat kita tidur selama 8 jam setiap hari, tidak stres mendengar anak-anak berteriak, tidak pusing , tidak perlu mengurus orang lain lagi cukup suaminya, bisa liburan atau jalan- jalan ke mana saja tanpa adanya anak dll. Padahal sejatinya mempunyai keturunan atau anak memiliki banyak hal positif dan manfaatnya seperti memiliki teman main, teman diajak bicara, dan dapat menjaga hari-hari tua kita nanti, serta lain sebagainya.

Penulis:

  • Intan Septiningrum
  • Ira Suarilah, S.Kp, M.Sc, Ph. Universitas Airlangga, Surabaya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun