Lagi, jawaban wanita itu membuat heran. Sebenarnya, apa yang mau beliau sampaikan pada lawan bicaranya? Sedari tadi, telinga saya terpasang, tapi belum mendapat titik utama maksud wanita tersebut.
"Lantas, Mbak ngapain?"
"Saya mulai jualan. Meski awalnya malu, karena saya merasa tidak kompeten buat kerja di perusahaan. Takut kalau ketemu teman-teman dikira tidak bisa tembus perusahaan, akhirnya cuma bisa jualan. Tapi alhamdulillah, dengan modal yakin akan doa orang tua saya, saya beranikan untuk mulai. Setiap pagi, sebelum mulai jualan. Orang tua saya selalu mengirimi pesan berupa ucapan doa untuk saya. Hingga sekarang saya bisa membelikan rumah untuk beliau. Jadi, tetap semangat untuk berusaha. Jangan berpikir tidak punya privilege dan selalu kalah dengan orang-orang. Jangan malu juga kalau beberapa bulan belum berhasil dapat kerja. Setiap orang punya lintasannya masing-masing. Tujuannya berbeda, kendaraannya juga beda, jadi waktu sampainya juga nggak akan sama. Kamu juga punya privilege kok, bahkan semua orang punya. Hanya saja kebanyakan tidak menyadari. Hanya fokus pada batasan privilege berupa hidup berkecukupan, orang tua punya jabatan penting di perusahaan, dan sebagainya. Sama seperti saya dulu. Saya tidak sadar kalau orang tua saya adalah privilege saya, meski beliau bukan orang yang kaya dan punya posisi khusus di tempat kerja. Tapi, doa beliau bisa menjadi jembatan kesuksesan saya yang Allah berikan. Jauh lebih berharga daripada jabatan tinggi di perusahaan. Salah satu privilege kamu yang saya tahu, kamu bisa akses internet untuk mencari pekerjaan. Itu juga hak istimewa kamu yang tidak semua orang bisa. Tetap semangat ya, semoga sehabis ini Allah kasih kabar baik buat kamu."
Percakapan yang berakhir dengan datangnya kereta yang ditumpangi wanita tersebut membuat saya ikut terbuka. Ucapan beliau, ada, bahkan banyak benarnya. Selama ini, orang-orang, termasuk saya dan mungkin orang di sebelah saya juga hanya melihat privilege dengan batasan sesempit itu.Â
Padahal begitu banyak hak istimewa yang diberikan. Bahkan, sebuah ketidaksengajaan saya yang mendengar percakapan tersebut juga merupakan sebuah privilege yang tidak bisa semua orang di stasiun bisa dengar. Buku di pangkuan saya yang saya anggap biasa saja, tanpa saya sadari juga merupakan privilege. Bisa membaca dan mendapat manfaat dari buku tersebut.
Terima kasih Mbak dan lawan bicara yang tanpa sengaja saya dengar percakapannya. Semoga kebaikan selalu menyertai Mbak dan Mbak yang sedang menunggu hasil wawancara kerjanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H