Ramadan selalu membawa kesan tersendiri bagi setiap umat muslim, baik kalangan muda hingga tua, bahkan anak-anak.
Bahkan bagi anak-anak sendiri, Ramadan selalu menjadi momen yang dinantikan. Tidak hanya ramainya para pedagang takjil musiman atau pun penjual petasan. Lebih dari pada itu, banyak aktivitas menarik yang biasa dilakukan dan menjadi memori indah yang tidak terlupakan. Terkhusus bagi anak daerah yang tinggal jauh dari hiruk pikuk perkotaan dan distraksi digital.
Meski kerongkongan mulai kering dan dahaga sudah terasa sejak matahari belum sejajar di atas kepala, namun ketika waktu asar tiba senyum penuh keceriaan pun mulai merekah.
Sorak gembira anak-anak keluar dari surau dan berhamburan menuju sawah yang belum lama di panen. Sembari menyaksikan matahari yang perlahan pamit, bocah kampung yang masih dengan setelan khas mengaji kini menyusuri sawah sembari mengamati deretan timun suri yang siap masak.
Tatapan jeli para bocah dengan sigap memungut buah dari tanaman rambat yang masak dan siap disantap dengan es dan campuran sirup.
Tidak lama berselang, bunyi khas di jalanan mulai terdengar.
Tuktiktaktiktuk
Suara sepatu kuda berjalan menarik delman. Anak-anak yang telah memanen timun suri untuk berbuka, kini berebut posisi agar dapat duduk di dekat pak kusir.
Setelah seluruh kursi delman terisi penuh, kuda siap dipacu dan membawa anak-anak keliling kampung menikmati senja sebelum waktu berbuka tiba.
Rutinitas demikian, hampir selalu dilakukan  bocah kampung yang lahir pada masa 90 dan 2000an awal nyaris tanpa absen di tiap bulan suci. Setelah puas berkeliling kampung di sore hari, teriakan merdu para orang tua mulai terdengar mendahului muadzin di masjid.
"Ayok pulang, buka sebentar lagi" Panggilan ibu-ibu agar para bocah tidak jadi menaiki delman hingga dua putaran.
Dan tentu, benar saja ucapan seorang ibu. Tidak sampai 10 menit, pengeras suara di musala dan masjid pun saling bersahutan.
Dengan gembira, anak-anak menyantap takjil, kolak pisang, es campur, beserta campuran sirup dan tim suri hasil panennya di kala ngabuburit.
Malam tiba, tempat ibadah kembali dipenuhi jamaah. Usai tarawih, lampu masjid masih menyala dengan terangnya menyinari imam tarawih yang digerumuti bocah dengan bawaan buku kegiatan masing-masing. Rupanya, mereka berburu tanda tangan untuk mengisi bahwa para bocah telah menyelesaikan puasanya sehari penuh dan ditutup dengan tarawih serta tadarus.
Momen Ramadan demikian memang telah lama berlalu, jauh sebelum para bocah mengenal gawai. Kini, aktivitas tersebut hanyalah menjadi bagian dari memori indah di kala Ramadan yang tidak terlupakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H