Dewasa ini perkembangan informasi melaju cepat. Era digital merupakan masa teknologi berpengaruh terhadap setiap lini kehidupan umat manusia. Tidak dapat dipungkiri, kemajuan ini juga berdampak pada pola komunikasi masyarakat. Interaksi melalui gawai menjadi pilihan di tengah masyarakat modern. Gawai dinilai lebih praktis, efisien, serta jangkauan penyebaran informasi luas hingga seluruh dunia. Hal tersebut beriringan dengan maraknya penggunaan media sosial. Menurut laporan We Are Social edisi Januari 2024, Indonesia masuk dalam salah satu konsumen media sosial dengan akses terlama di dunia. Media sosial bukan hanya mengubah cara manusia berkomunikasi, tetapi juga memengaruhi  konsumsi barang dan jasa.Â
Dalam beberapa waktu terakhir, fenomena influencer marketing di media sosial mengalami pembludakan. Berdasarkan data Influencer Marketing Hub, diketahui bahwa 85% responden berpendapat influencer merupakan cara pemasaran yang efektif dan meningkat setiap tahunnya. Â Tren ini terus berkembang seiring jumlah perusahaan yang beralih dari metode pemasaran tradisional menjadi modern, seperti penggunaan jasa influencer.Â
Influencer marketing kian diminati pengusaha sebagai strategi meperluas jangkauan target pasar mereka. Jumlah pengikut dianggap relative besar, influencer dianggap mempunyai pengaruh kuat dalam pengambilan keputusan konsumen, menciptakan tren pasar, dan membangun brand awareness. Reputasi yang ingin dibangun influencer yaitu dekat dengan pengikut, mempermudah meraih kepercayaan konsumen untuk membeli produk yang ditawarkan. Konten yang relevan kehidupan sehari-hari secara signifikan lebih memengaruhi persepsi publik dan konsumerisme.Â
Influencer atau publik figur memiliki pengaruh besar pada media sosial. Tasya Farasya misalnya, ia memiki kekuasaan memberi pengaruh kepada khalayak umum, terutama bidang kecantikan dan lifestyle. Ia sering membagikan kontennya melalui media sosial seperti Instagram, YouTube, dan TikTok. Instagramnya mencapai angka 7 juta followers dengan dominasi Gen Z sebagai penggemar. Tasya Farasya memulai karirnya pada tahun 2017 saat masih menempuh pendidikan kedokteran gigi. Berawal dari ketertarikannya pada make-up, kemudian membuka jasa make-up artist (MUA) dan mengunggahnya di Instagram pribadinya. Tak disangka, unggahan-unggahan tersebut mendapat respon positif masyarakat dengan pengikut media sosialnya berkembang pesat. Â Â
Tasya Farasya sering kali merekomendasikan produk kecantikan baik brand lokal maupun luar. Selain meriview produk dan tutorial make-up, ia juga membuat konten tentang lifestyle, gaya busana, perawatan kulit, kesehatan, bahkan kehidupan sehari-hari. Kuatnya pengaruh Tasya Farasya memunculkan istilah 'Tasya Farasya Approved', ini sebagai personal branding yang dibangunnya yang dimaksud produk tersebut telah lolos uji oleh dirinya. Label 'Tasya Farasya Approved' dijadikan penilaian kualitas suatu produk. Tasya Farasya sendiri mempunyai make-up brand sendiri yang bernama "Mother of Pearl".Â
Perusahaan besar hingga UMKM sering menjadikan Tasya Farasya sebagai brand ambassador maupun sekedar mempromosikan sebuah produk di media sosial pribadinya. Banyak perusahaan menggunakan jasa influencer guna memperkenalkan produknya di masyarakat dengan memberi insentif kepada influencer. Kompensasi yang diberikan tidak hanya berupa uang tunai, tetapi pembayaran juga dapat dilakukan dengan cara pemberian produk gratis, diskon atau voucher, akses eksklusif, komisi penjualan dari tautan atau kode promo yang mereka bagikan, dan kolaborasi konten.Â
Mengutip teori Heywood dalam Siregar (2021), kekuasaan adalah kapasitas seseorang untuk memengaruhi orang lain agar bersedia menuruti keinginan yang memengaruhi. Dalam konteks Tasya Farasya menunjukkan, kekuasaanya turut menentukan kecenderungan pilihan konsumsi Gen Z. Berdasarkan jumlah followers media sosial yang mayoritas Gen Z, Tasya  menjadi kiblat fashion, kecantikan, dan lifestyle mereka. Tujuan konten Tasya tidak hanya seputas perspektif suatu produk, tetapi juga mempromosikan agar pengikutnya membeli produk tersebut.  Faktor perilaku konsumerisme Gen Z yakni meliputi, gengsi, diskon, dan literasi keuangan. Tingginya gensi seseorang akan berdampak meningkatkan perilaku konsumtif. Sejalan dengan hal itu, banyaknya diskon yang ditawarkan memicu peningkatan transaksi pembelian. Maka Gen Z memerlukan literasi keuangan agar menekan perilaku konsumtif dan memiliki manajemen keuangan yang baik.Â
Gen Z yang tumbuh bersama kemajuan teknologi mengakibatkan penurunan interaksi sosial secara langsung. Mereka cenderung menghabiskan waktunya dengan berselancar media sosial seperti Instagram, Tiktok, Twitter, YouTube, dan lain-lain. Peran media sosial bukan sekedar sebagai platform mencari hiburan. Gen Z memanfaatkannya untuk membangun identitas diri atau personal branding, mencari inspirasi, bahkan berbelanja. Berbeda generasi sebelumnya yang menggunakan media seperti televisi guna melihat iklan produk atau melihatnya langsung di toko. Â Kesempatan ini dipergunakan influencer Tasya Farasya membagikan tips make-up, fashion, gaya hidup yang menciptakan efek FOMO (Fear of Missing Out) melalui produk-produk yang ditawarkan banyak diminati dan viral. Â
 Tasya Farasya menunjukkan tren berbelanja Gen Z yang dominan dipengaruhi influencer. Label "Tasya Farasya Approved" secara tidak langsung memberikan kepercayaan konsumen terhadap suatu produk. Kemudian, label ini menjadi pertimbangan keputusan pembelian produk karena dianggap kredibilitasnya dapat dipercaya. Penelitian (Roisah & Al Biru, 2021) menemukan pengaruh positif dari beauty blogger, dalam konteks ini Tasya Farasya terkait minat beli produk PIXY seri "PIXY Make It Glow" dengan nilai koefiensi korelasi sebesar 0,631.Â
UMKM atau brand lokal yang masih merintis kerap bekerja sama dengan Tasya Farasya untuk menjangkau audiens secara luas. Promosi produk biasanya diunggah melalui Instagram Stories, feed Instagram, TikTok maupun YouTube, semua tergantung kesepakatan yang dibuat. Testimoni positif menyebabkan produk viral dan banyak dicari konsumen, terutama Gen Z yang tidak mau ketinggalan tren kecantikan seiring literasi kesadaran merek. Hal ini membuktikan 'influencer marketing' berhasil membawa dampak keuntungan bagi pihak yang mengajukan kerja sama. Â
Tasya Farasya termasuk influencer cermat terhadap produk yang dipromosikannya. Ia memastikan produk tersebut sesuai dengan dirinya dan bermanfaat bagi khalayak umum. Kualitas menjadi nomor satu daripada imbalan yang diberikan. Keselamatan dan kepercayaan followers penting karena susah mendapatkan kredibilitas dari masyarakat. Sayangnya etika seperti ini di dunia influencer marketing, masih ditemukan influencer yang tidak mementingkan mutu produk serta konsekuensi jangka panjang bagi konsumen. Â Â
Era digital dan perkembangan media sosial saat ini, Tasya Farasya tampil sebagai influencer yang membawa pengaruh dalam menentukan preferensi belanja Gen Z. Konten konten yang menarik dan relevan berhasil menggaet kepercayaan pengikutnya, khususnya adanya label "Tasya Farasya Approved" yang berfungsi menjadi standar kualitas suatu produk. Pengaruh Tasya Farasya dilirik berbagai brand  melakukan kerja sama untuk membangun citra dan meningkatkan profit penjualan produk mereka.Â
Etika pemasaran produk harus tetap diperhatikan para influencer agar memastikan kualitas dan keamanan produk bagi konsumen terjamin. Gen Z yang tidak terlepas dari canggihnya teknologi, memerlukan literasi keuangan dalam mengendalikan perilaku konsumtifnya. Peran Tasya Farasya mengedukasi konsumen menjadi penting karena ia memiliki pengaruh pola belanja pengikutnya terutama Gen Z. Â Â
Daftar PustakaÂ
Aisyah, S. (2024). Personal Branding di Balik Label "Tasya Farasya Approved". Purwadhika.com. Retrieved from https://purwadhika.com/blog/personal-branding-di-balik-label-tasya-farasya approvedÂ
Faozan, M. A. (2024). Top 3 Beauty Influencer Sukses Panutan Gen Z. kedu.suaramerdeka.com. Retrieved https://kedu.suaramerdeka.com/gaya-hdiup/2111663968/top-3-beauty influencer-sukses-panutan-gen-zÂ
Leung, F. F., Gu, F. F., & Palmatier, R. W. (2022). Online influencer marketing. Journal of the Academy of Marketing Science, 50(2), 226--251. https://doi.org/10.1007/s11747-021-00829-4Â
Mahmud, A. (2024). Krisis Identitas di Kalangan Generasi Z dalam Pespektif Patologi Sosial pada Era Media Sosial. Jurnal Ushuluddin, 26.Â
Marpaung, K., & Rahma, T. I. F. (2023). Pengaruh Gengsi, Diskon, dan Literasi Keuangan Terhadap Perilaku Konsumerisme Generasi Z di Kalangan Mahasiswa Manajemen. Cakrawala Repositori IMWI, 6, 8--23.Â
Miranti. (2024). Profil Beauty Vlogger Tasya Farasya: Kehidupan Pribadi, Pendidikan, dan Karier dan Mencuri Perhatian. liputan6.com. Retrieved from https://www.liputan6.com/hot/read/5774007/profil-beauty-vlogger-tasya-farasya-kehidupan pribadi-pendidikan-dan-karier-dan-yang-mencuri-perhatian?page=2Â
Redaksi, T. (2024). The State of Influencer Marketing 2024: Benchmark Report. influencermarketinghub.com. Retrieved from https://influencermarketinghub.com/influencer marketing-benchmark-report/ Riyanto, A. D. (2024).Â
Hootsuite (We are Social): Data Digital Indonesia 2024. andi.link. Retrieved from https://andi.link/hootsuite-we-are-social-data-digital-indonesia-2024/Â
Roisah, R., & Al-Biru, M. (2021). Pengaruh Beauty Vlogger sebagai Celebrity Endorser terhadap Minat Beli (Survey pada viewer YouTube PIXY Make It Glow akun Tasya Farasya di Kota Bandung). Service Management Triangle: Jurnal Manajemen Jasa, 3, 45--53.Â
Siregar, M. (2021). Kritik terhadap Teori Kekuasaan-Pengetahuan Foucault. Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, 1. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H