Sewaktu duduk di bangku SMA saya pernah mengikuti acara forum rohis dari Kabupaten Bantul yang diselenggarakan di Rumah Makan dan Restoran Parangtritis. Dari acara tersebut saya mendapatkan pelajaran yang dapat diambil mengenai pengetahuan Islami yang dapat diterapkan di kehidupan sehari-hari. Kajian yang dikemukakan oleh pembicara mengenai materi "Gerakan Infaq Beras". Gerakan ini menghimpun dan menyalurkan beras dari para donatur kepada orang yang berhak menerima (yatim piatu, dhuafa, hafidz Qur'an dan fisabilillah).Â
Donasi dari donatur dapat berbentuk beras, makanan, maupun pakaian. Awal mula terbentuknya "Generasi Infaq Beras" karena kedatangan Ustadz Luqmanul Hakim ke salah satu Pesantren di Pontianak, beliau melihat tidak layaknya beras yang dikonsumsi oleh para anak penghafal Al-Qur'an seperti, berasnya banyak yang patah, bau, berkutu, dan kotor. Sebagai tim relawan "PASKAS" (Pasukan Amal Sholeh) melihat ini dengan penuh prihatin karena anak-anak yang sudah diamanahi untuk menghafal Al-Qur'an, namun makanan yang mereka makan tidak layak.
Tersebar secara luas "Gerakan Infaq Beras" di seluruh Indonesia. Pembicara mengatakan manfaat yang diambil dari adanya gerakan tersebut adalah sebagai para donatur sudah menjadi orangtua asuh dan bisa membantu ratusan yatim-piatu, dhuafa, dan hafidz Qur'an. Dapat mengentaskan kelaparan yang dialami oleh para santri, dhuafa, dan yatim piatu. Tak hanya itu adanya gerakan ini dapat menumbuhkan kepedulian terhadap sesama.Â
Menurut saya, pengalaman ini merupakan contoh teori sosiologi pengetahuan karena terdapat hubungan antara pikiran manusia dan konteks sosial yang memengaruhi yaitu Ustadz Luqmanul Hakim yang secara langsung melihat kondisi para santri mengkonsumsi beras yang tidak layak sehingga dapat mengakibatkan santri terkena gizi buruk dan kesehatan menurun. Serta muncul ide-ide besar besar untuk masyarakat dengan terbentuknya "PASKAS" (Pasukan Amal Sholeh) yang membantu untuk terjun secara langsung menyalurkan donasi dari pada donatur untuk orang yang berhak menerimanya.Â
Saya mengenal teori sosiologi pengetahuan Karl Mannheim dari jurnal milik Hamka yang berjudul "Sosiologi Pengetahuan: Telaah Atas Pemikiran Karl Mannheim. Jurnal ini menjelaskan teori Karl Mannheim mengenai sosiologi pengetahuan sebagai analisis dalam mengkaji pemikiran seseorang secara kritis. Teori sosiologi pengetahuan adalah dapat dipahami secara utuh melalui pemahaman terhadap situasi sosial yang melatari lahirnya pemikiran tersebut. Mannheim membedakan weltanschauung menjadi dua konsep.Â
Pertama, weltanschauung rasional yang dapat diakses dalam bentuk yang terstruktur dan proporsional logis. Konsep weltanschauung rasional dapat diterima secara luas oleh anggota kelompok dan elemennya terhubung secara sistematis. Kedua, weltanschauung irrasional di mana konsep dunia itu tidak masuk akal yang membuat diskusi teoritis tidak mungkin dari fenomena tersebut yang menjadi tidak berguna secara metodologis. Tugas dari interpretasi weltanschauung yaitu membuat totalitas pandangan dunia yang tidak terstruktur dapat diakses dari dokumennya, artinya membuat pandangan dunia secara rasional dan secara teoritis sehingga dapat diakses (Jl et al., 2006).
Dalam pemahaman saya teori sosiologi pengetahuan mengkaji ilmu pengetahuan dan manusia jadi, pengetahuan itu dapat diproduksi, didistribusi, dan direproduksi di tengah lingkungan masyarakat dengan relasi-relasi sosial. Cara berpikir tidak dapat dipahami selama asal usulnya tidak jelas, artinya sebuah pemikiran dipahami dengan baik jika faktor sosial terletak dibalik lahirnya pemikiran tersebut dipahami dengan baik. Makna perilaku yang menurut Mannheim ada tiga yaitu makna objektif, makna ekspresif, dan makna documenter. Saya akan menjelaskan contoh pengalaman saya di atas ke dalam 3 makna dalam teori sosiologi pengetahuan. Makna objektif sebagaimana para komunitas PASKAS (Pasukan Amal Sholeh) menjadi bentuk penyeragaman. Dengan awal mula Ustadz Luqmanul Hakim melihat masalah mengenai tidak layaknya yang dikonsumsi oleh para santri di Pontianak. Pasukan Amal Sholeh menyepakati pemaknaan ini baik secara sadar ataupun tidak karena masih banyak pondok pesantren ataupun rumah yatim yang belum tercukupi kebutuhan berasnya. Makna ekspresif yang didapat oleh Pasukan Amal Sholeh maupun orang tua asuh yaitu para donatur akan mendapatkan manfaat dengan didoakannya oleh yatim piatu dan para penghafal Qur'an dan menumbuhkan kepedulian terhadap sesama sehingga memperoleh ketenangan batin semua yang terjalin dalam "Gerakan Infaq Beras". Makna Dokumenter di mana tindakan yang dilakukan baik Pasukan Amal Sholeh ataupun orang tua asuh itu tersirat atau tersembunyi. Mereka mendapatkan makna tersirat dengan berperan dalam "Gerakan Infaq Beras" karena mereka melakukan dan mengetahuinya. Makna ini akan memberikan jalan terbukanya rahmat Allah kepada mereka yang menjadi bagian dari gerakan tersebut dan meyakini akan manfaat yang mereka dapat jika terus berjalan di rahmat-Nya.
Teori sosiologi pengetahuan diperkenalkan oleh Karl Mannheim. Beliau lahir tanggal 27 Maret 1893 di Budapest, Hongaria. Mannheim tertarik mempelajari filsafat khususnya analisa structural epistemologi. Namun, perhatiannya beralih pada ilmu sosial yang dikembangkan oleh Max Weber, Max Scheler, dan Karl Marx. Di tahun 1925 ia menjadi dosen di Heidelberg dan menjadi guru besar sosiologi dan ekonomi di Frankfurt pada tahun 1929. Mannheim menetap di London pada tahun 1933 untuk mengajar sosiologi di London School of Economics. Selama berada di Inggris Mannheim mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan Sosiologi di Inggris, sehingga sosiologi menjadi ilmu yang dihormati.
Referensi:
Jl, P., No, P. D., Sulawesi, P., Email, T., Mannheim, A. K., & Mannheim, K. (2006). Sosiologi Pengetahuan: Telaah Atas Pemikiran Karl Manheim Hamka. 23.
Â