Saya mengenal teori konflik Ralf Dahrendorf dari buku Novri Susan yang berjudul "SOSIOLOGI KONFLIK Teori-Teori dan Analisis". Buku ini menjelaskan teori Ralf Dahrendorf tentang konflik sebagai sosiologi konflik dialektis yang menjelaskan proses terus-menerus distribusi kekuasaan dan wewenang di antara kelompok-kelompok terkoordinasi.Â
Teori konflik adalah keterpaksaan yang menciptakan organisasi-organisasi sosial bisa bersama sebagai sistem sosial. konflik muncul melalui relasi-relasi sosial dalam sistem. Menurut pandangan Dahrendorf konflik kepentingan menjadi fakta tak terhindarkan dari mereka yang memiliki kekuasaan dan tidak memiliki kekuasaan.Â
Dahrendorf melihat wewenang yaitu sebagai relasi antar super dan sub-ordinasi dan kelompok super-ordinasi selalu diharapkan mengontrol perilaku kelompok sub-ordinasi melalui permintaan dan perintah serta peringatan dan larangan. Kepentingan semu tersebar kepada mereka yang merasa ditindas sebagai kelompok sub-ordinasi, sehingga menciptakan kelompok semu pula. Resolusi dalam konflik antara kelompok-kelompok adalah redistribusi kekuasaan atau wewenang, kemudian menjadikan konflik sebagai sumber dari perubahan dalam sistem sosial. Kenyataan sosial merupakan siklus tak berakhir dari adanya konflik kekuasaan dalam bermacam-macam tipe kolompok terkoordinasi dari sistem sosial,Â
Dalam pemahaman saya, pemilik modal dalam perusahaan tidak mampu mengontrol relasi produksi antara pemilik modal dengan pekerja karena sudah ada manajer yang memiliki kemampuan mengontrol jalannya sebuah produksi. Manajer mengontrol jalannya relasi produksi dalam perusahaan besar berdasarkan pada otoritas.Â
Proses ini akan memunculkan sebuah konflik pada kelompok yang memegang otoritas dan kelompok yang harus patuh pada otoritas. Di mana otoritas mempertahankan status quo sedangkan yang dikuasai terus melakukan perubahan-perubahan karena tidak adanya status quo. Fenomena quiet quitting ialah sikap seseorang atau karyawan berhenti melakukan sesuatu yang berlebihan di pekerjaannya.Â
Di dalam teori konflik Ralf Dahrendorf terdapat perbedaan kelas sosial antara otoritas dengan orang yang tidak memiliki otoritas. Saya akan mencoba menganalisis konflik yang terjadi di perusahaan Berkah Mandiri PS antara manajer dengan karyawan pada fenomena quiet quitting.Â
Dengan munculnya fenomena quiet quitting yaitu bekerja dengan hal yang wajar sesuai jam kerjanya. Karyawan di Berkah Mandiri PS juga menolak perintah dari manajer untuk bekerja lembur yang dikarenakan keterlambatan dalam pengiriman. Â
Namun, di Berkah Mandiri PS hal ini akan menimbulkan konflik yang akan berdampak besar pada perusahaan seperti kacaunya pengiriman sehingga tidak tepat waktu untuk sampai ke customer.Â
Munculnya quiet quitting harus dilakukan secara seimbang antara upah lembur agar para karyawan tidak berontak atas apa yang sudah mereka lakukan dalam pekerjaan.Â
Quiet quitting dilakukan para karyawan untuk meminimalisir adanya jam lembur, namun karyawan juga terkadang tidak bisa mengendalikan semua yang mengharuskan jam kerja lembur. Konflik dalam pekerjaan sering terjadi antara manajer atau yang memiliki otoritas dengan yang tidak memiliki otoritas.Â
Terjadinya konflik karena tuntutan manajer kepada karyawan dalam bekerja, namun kesalahan, keterlambatan, kebebasan dalam bekerja yang membuat konflik di dalamnya.Â