Oleh :
Intan Palentina dan Dr. Ira Alia Maerani, S.H., M.H.
Menurut Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan yang dimaksud dengan hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Sedangkan pengertian kawasan hutan wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
Perlindungan terhadap kawasan hutan adalah hal yang sangat penting dalam rangka agar kelestarian kawasan hutan Indonesia tetap terjaga. Â Hal ini tidak terlepas dari pentingnya kawasan hutan bagi kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Mengingat hutan mempunyai tiga fungsi pokok yang termuat dalam pasal 6 ayat (2) Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, yaitu hutan mempunyai fungsi pokok sebagai hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi.
Diatur pula dalam UU tersebut tentang Perlindungan hutan dan kawasan hutan juga merupakan usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama serta penyakit dan mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat, dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.
Kawasan hutan/lahan berhutan  seluruh daratan Indonesia menurut data Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan pada tahun 2019 adalah 94,1 ha. Untuk menjaga kawasan hutan maka pemerintah mengatur tentang perlindungan hutan dalam pasal 50 Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 yaitu :
(1) Setiap orang dilarang merusak prasarana dan sarana perlindungan hutan.
(2) Setiap orang yang diberikan izin usaha pemanfaatan kawasan, izin  usaha pemanfaatan  jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil  hutan kayu dan bukan kayu, serta izin pemungutan hasil hutan kayu  dan bukan kayu, dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan.
(3) Setiap orang dilarang:
a.  mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki  kawasan hutan secara tidak sah;
b. merambah kawasan hutan;
c. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan dengan radius atau jarak sampai dengan:
1. 500 (lima ratus) meter dari tepi waduk atau danau;
2. 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di daerah rawa;
3. 100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi sungai;
4. 50 (lima puluh) meter dari kiri kanan tepi anak sungai;
5. 2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi jurang;
6. 130 (seratus tiga puluh) kali selisih pasang terdiri dan pasang terendah dari tepi pantai.
d. membakar hutan;
e. menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang.
f. menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui  atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau  dipungut secara tidak sah;
g. melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau  eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan, tanpa izin Menteri;
 h. mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan;
i. menggembalakan ternak di dalam kawasan hutan yang tidak ditunjuk secara khusus untuk maksud tersebut oleh pejabat yang berwenang;
 j. membawa alat-alat berat dan atau alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan, tanpa izin pejabat yang berwenang;
k. membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong, atau membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa  izin pejabat yang berwenang;
l. membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran dan kerusakan serta membahayakan keberadaan atau  kelangsungan fungsi hutan ke dalam kawasan hutan; dan
m. mengeluarkan, membawa, dan menyangkut tumbuh-tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi undang-undang yang berasal dari kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang.
(4) Ketentuan tentang mengeluarkan, membawa, dan atau mengangkut tumbuhan dan atau satwa yang dilindungi, diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Adapun sanksi pidana yang ditetapkan ketika melanggar pasal 50 Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 diatur dalam pasal 78 Undang-undang Nomor 41 tahun 1999.
Regulasi tentang kehutanan menjadi begitu penting mengingat banyaknya kasus pengrusakan hutan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Regulasi ini menjadi upaya negara dengan memberi wewenang kepada pemerintah agar pencegahan dan penanggulangan tindak pidana di sektor kehutanan dapat terealisasikan. Â Regulasi ini tidak serta merta membatasi masyarakat dalam pemanfaatan hutan, namun dalam pemanfaatannya negara berupaya agar manfaat hutan dan kawasan hutan dapat berjalan dengan optimal, pemanfaatan hutan harus memperhatikan sifat, karakteristik, dan kerentanannya serta tidak dibenarkan mengubah fungsi pokoknya.
Begitu pula Sanksi yang diatur dalam regulasi ini menjadi upaya pelestarian hutan dari berbagai tindak pidana kehutanan. Dengan penerapan sanksi pidana, ganti rugi, administrasi dan penyelesaian sengketa diharapkan memberikan efek jera kepada pelaku tindak pidana kehutanan. Agar menjadikan hutan dan kawasan hutan tetap lestari dan memberikan manfaat yang optimal bagi kehidupan manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H