Weton Jawa, tafsir mimpi, ramalan jodoh, arti nama, rezeki hingga hoki, dirangkum dalam ilmu ramal-meramal yang biasa disebut dengan primbon. Primbon identik dengan buku astrologi dan mistik kejawen kuno berisi kumpulan kebijaksanaan kuno dan praktik Jawa.Â
Dasar dari ilmu tersebut adalah menyelaraskan hubungan manusia dengan alam semesta. Jika anda sekalian khususnya orang Jawa yang masih dan akan tetap mempercayai primbon, mungkin hidup yang dijalaninya akan selaras, pas, serasi, dan seimbang.Â
Walaupun di beberapa ramalan hanyalah mitos untuk mendukung praktik sosio-religius dalam pandangan Jawa dari berbagai aspek seperti cinta, karier, masalah kesehatan, dan masalah spiritual.. Ilmu primbon juga tidak bisa dipisahkan dari ilmu titen, yaitu daya ingat yang diwariskan secara turun-temurun dalam masyarakat Jawa.Â
Selain yang telah disebutkan di atas, primbon juga mengatur perihal hari yang dirasa pas untuk berkegiatan, membangun rumah, membangun jalan, meramal watak manusia, memaknai tanda-tanda alam yang bisa menentukan nasib melalui langit, hewan, tanaman, mimpi hingga mengatur posisi ketika akan minum jamu.Â
Sebenarnya masih banyak yang diatur dalam primbon. Saya sebutkan lagi, misalnya rumus ilmu gaib seperti rajah, mantra, doa, dan tafsir mimpi. Ada banyak mantra yang terdapat primbon. Misalnya Mantra dan Aji Pangasihan yang bertujuan untuk memikat hati seseorang yang dicintainya.Â
Mantra tersebut terdapat dalam sebuah buku Primbon Ajimantrawara, Yoga Brata, Rajah Yoga Mantra. Primbon juga mengatur proses daur hidup manusia dari masih bayi hingga dewasa. Mulai dari lahir hingga tumbuh kembang anak, hingga menjadi  dewasa  kemudian  menikah  sampai  prosesi  kematian,  semua  terhitung  dengan  cermat dalam  buku  Primbon.Â
Primbon juga memuat rekomendasi jamu untuk kiat-kiat ingin cepat diberi keturunan. Hal ini dirangkum dalam salah satu warisan budaya tak benda berupa manuskrip kuno yaitu Serat Primbon Jampi Jawi yang berupa pengetahuan tamba Jawa yang di dalamnya memuat ilmu pengetahuan tentang pengobatan tradisional.Â
Dari macam-macam penyakit, cara mengobatinya, hingga berbagai macam tanaman dan khasiatnya.Â
Pengetahuan yang dianggap berkhasiat sebagai obat tersebut diwariskan secara turun temurun. Oleh karena itu, pengarang kitab-kitab primbon tidak diketahui karena semua isi kitab-kitab tersebut merupakan kumpulan pengetahuan masyarakat yang luas dan kompleks. Hanya terdapat satu kitab yang diketahui pengarangnya yaitu Betaljemur Adammakna, yang ditulis oleh Pangeran Harya Tjakraningrat dari Kasultanan Yogyakarta.Â
Menurut Jacob Sumardjo, seorang kritikus sastra dan perintis filsafat Indonesia melalui bukunya Arkeologi Budaya Indonesia mengemukakan bahwa Primbon dapat ditemukan di berbagai etnis di Nusantara tetapi, lebih banyak tersebar di Jawa, Lombok, dan Bali.Â
Primbon Jawa muncul pada masa kejayaan kerajaan Mataram Hindu-Budha pada abad ke-8 hingga ke-11 Masehi. Saat itu, pemerintah Mataram berperan penting dalam pengembangan sistem pendidikan Jawa, termasuk Primbon.Â
Raja dan pejabat pemerintahan memandang Primbon sebagai pedoman dalam mengambil keputusan yang baik dalam hidup. Akar dari primbon Jawa adalah Serat Jayabaya yang biasa dikenal dengan sebutan ramalan Jayabaya.Â
Ramalan tersebut berbentuk tembang atau kakawin dalam bahasa Jawa kuno. Ramalan Jayabaya ini dipercaya dapat meramal masa depan. Banyak yang percaya dengan ramalan di dalamnya namun, banyak juga yang abai dan hanya menganggap mitos belaka. Lagi-lagi sebab saya orang Jawa, tentu akan percaya dengan primbon.
Weton saya adalah Minggu Wage dan di dalam primbon yang mengatur watak manusia disebutkan bahwa orang dengan hari pasaran Wage memiliki watak seperti lakuning angin atau seperti angin yang bisa bertiup kencang dan lemah lembut dan penyejuk.Â
Disebutkan pula bahwa kelemahan weton Minggu wage adalah mudah patah semangat dan kalau marah sudah diredam. Di dalam primbon yang mengatur sifat berdasarkan inisial nama disebutkan pula bahwa inisial nama saya yaitu I memiliki sifat keras kepala juga.Â
Di situ saya menemukan korelasi antara primbon dan watak yang terdapat dalam diri saya. Dan sialnya itu cukup relevan dalam kehidupan saya. Adapun pantangan-pantangan yang harus saya hindari adalah larangan untuk menghindari konflik, menghindari pekerjaan dengan aktivitas fisik berat, dan larangan untuk memotong rambut atau kuku di Minggu Wage.
 Entah apa maksudnya, tetapi memotong kuku dan rambut tidak harus di Minggu Wage kan?. Barangkali dari fenomena tersebut dapat melihat weton dalam keterhubungan penanggalan Jawa kuno dengan proses hidup saya di kehidupan sehari-hari.Â
 Di era sekarang ini primbon sudah banyak ditinggalkan entah karena dicap sebagai musyrik, kuno, ataupun klenik. Sebagian masyarakat juga sudah menganggap bahwa primbon sudah tidak relevan di masa sekarang. Sebagai masyarakat Jawa Asli dan sedikit kuno, saya berpegang teguh pada primbon.Â
Walau terkadang juga tidak berpengaruh, namun saya meyakini dengan sedikit mengimani primbon Jawa saya akan sedikit membantu melestarikan warisan budaya tak benda ini. Lagi-lagi kembali pada benak saudara masing-masing. Boleh percaya boleh tidak. Matur suksma.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H