- Pendahuluan
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kebangkrutan perusahaan menggunakan model Altman Z-score pada perusahaan kontruksi dengan memperhatikan lebih khusus tingkat hutang perusahaan sebagai perhatian utama dalam menganalisis kebangkrutan pada perusahaan. Untuk output akhir pembahasan ini menunjukan bahwa model Z-score Altman tersebut dapat di implementasikan dalam memprediksi kemungkinan terjadinya kebangkrutan pada perusahaan kontruksi, dan melihat perkembangan perusahaan melalui analisisa terhadap tingkat hutang perusahaan.
Kebangkrutan perusahaan merupakan "kesulitan keuangan perusahaan dimana kondisi yang dimulai ketika perusahaan tidak bisa memenuhi pembayaran atau ketika proyeksi arus kas menunjukkan bahwa perusahaan tersebut akan segera tidak bisa memenuhi kewajibannya, Kebangkrutan mengacu pada posisi kekayaan bersih dari suatu perusahaan, atau putusan pengadilan yang mengarah dan memutuskan apakah perusahaan tersebut akan di likuidasi atau reorganisasi" (Brigham & Houston, 2013). Kondisi tersebut secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap penurunan kinerja perusahaan dan dapat menyebabkan perusahaan mengalami kebangkrutan. Untuk  mengantisipasi hal tersebut maka perusahaan harus mempunyai persiapan dini untuk mencegah agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Perusahaan diharapkan mampu memperhatikan dan menilai kondisi perusahaan yang sedang berjalan, sehingga dapat mengetahui tindakan dan langkah yang tepat untuk mempertahankan dan memperbaiki kekurangan perusahaan agar dapat bertahan dan bersaing.
Langkah untuk mengantisipasi terjadinya kebangkrutan adalah dengan menggunakan dan melihat laporan keuangan yang dihasilkan setiap periode, untuk perusahaan membandingkan laporan keuangan yang sekarang dengan laporan keuangan periode sebelumnya. Kemudian, langkah duanya  untuk menganalisis kondisi perusahaan apakah dalam kondisi sehat atau tidak dengan menggunakan analisis Ratio Solvabilitas, dimana analisis ratio ini melihat kemampuan perusahaan untuk melunasi seluruh utang baik jangka pendek maupun jangka panjang dengan jaminan semua aset. Jika aset perusahaan lebih banyak dimiliki oleh pemegang saham, maka perusahaan tersebut kurang leverage. jika kreditor seperti bank memiliki aset secara dominan, maka perusahaan tersebut memiliki tingkat lavarage yang tinggi. Ratio ini juga masuk di Model Z-score sehingga menjadi satu kesatuan langkah dalam menghitung serta menganalisis laporan keuangan dan memprediksi kemungkinan kebangkrutan perusahaan kontruksi.
Model yang sering digunakan dalam menganalisis kebangkrutan adalah model Z-score Altman. Model Altman ini merupakan suatu model analisis keuangan yang telah banyak digunakan di Amerika Serikat oleh Edward I Altman seorang ekonom keuangan di AS. Menurut  (Altman, 1968), dalam penelitiannya menentukan lima rasio keuangan yang dapat digunakan untuk mendeteksi kebangkrutan perusahaan beberapa saat sebelum perusahaan tersebut bangkrut. Kelima rasio tersebut terdiri dari : modal kerja terhadap aktiva, laba ditahan terhadap total aktiva, laba sebelum bunga dan pajak terhadap aktiva, nilai pasar modal saham terhadap nilai buku hutang, dan penjualan terhadap aktiva. Analisis tersebut dikenal dengan analisis Z-Score yang dapat memprediksi secara tepat tentang kinerja perusahaan, serta kemungkinan kondisi kesehatan keuangan di masa yang akan datang, apakah perusahaan mengalami kebangkrutan, rawan bangkrut, atau dalam keadaan sehat.
Berdasarkan penjabaran diatas, maka perlu untuk dilakukannya analisis terkait bagaimanakah indikasi kebangkrutan dari perusahaan kontruksi ini dengan model altman z-score dan analisis ratio solvabilitas dari laporan keuangannya dan apakah dua langkah analisis ini dapat digunakan sebagai alat dalam memprediksi kecendrungan kebangkrutan perusahaan untuk mencapai tujuan yang telah disebutkan sebelumnya.
- Teori dan Pembahasan
Model Altman Z-score
Altman pada penelitiannya memfokuskan pada 5 kategori yang mewakili 4 rasio keuangan yaitu rasio likuiditas, profitabilitas, leverage/solvabilitas, dan kinerja. Kategori-kategori tersebut menurut  (Hanafi, 2014) yaitu:
- Working Capital to Total Asset (Rasio Modal Kerja terhadap Total Aktiva) (X1)
Rasio pertama yang digunakan sebagai alat untuk memprediksi kebangkrutan adalah rasio modal kerja terhadap total aktiva. Rasio ini digunakan untuk mengukur likuiditas. Aktiva likuid bersih atau modal kerja bersih adalah selisih antara total aktiva lancar dikurangi total kewajiban lancar.
- Retained Earning to Total Assets (Rasio Laba Ditahan terhadap Total Aktiva) (X2)
Merupakan rasio profitabilitas yang menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba selama masa operasi perusahaan. Umur perusahaan berpengaruh terhadap rasio tersebut karena semakin lama perusahaan beroperasi, memungkinkan untuk memperlancar akumulasi laba ditahan.
- Earning Before Interest and Taxes to TotalAssets (Rasio EBIT terhadap Total Aktiva) (X3)
Rasio ini megukur kemampuan laba, yaitu tingkat pengembalian aktiva, yang dihitung dengan membagi laba sebelum bunga dan pajak (EBIT) tahunan perusahaan dengan total aktiva pada neraca akhir tahun.
- Market Value Of Equity to Book Value Of Liabilities (Rasio Nilai Pasar Modal terhadap Total Hutang) Â (X4)
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibankewajiban jangka panjang dari nilai modal sendiri (saham biasa). Nilai pasar modal sendiri diperoleh dengan mengalikan jumlah lembar saham biasa yang beredar denganharga pasar per lembar saham biasa. Nilai buku hutang diperoleh dengan menjumlahkan kewajiban lancar dengan kewajiban jangka panjang.
- Sales to Total Assets (Rasio Penjualan terhadap Total Aktiva) (X5)
Rasio ini merupakan rasio aktivitas yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam dalam meningkatkan volume penjualan. Rasio ini mencerminkan efisiensi manajemen dalam menggunakan keseluruhan aktiva perusahaan untuk menghasilkan penjualan dan mendapatkan laba.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H