Penganiayaan itu tidak hanya berhenti disitu saja, Nurhadi sempat dibawa ke Polres Tanjung Perak dengan membawa Mobil, namun setengah perjalanan dua Pria tersebut di hubungi untuk Kembali ke tempat resepsi.
Dalam penganiayaan tersebut, Nurhadi melaporkan kepada Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu Daerah Jawa Timur dengan didampingi oleh tim Hukum dari Lembaga LBH Lentera serta Komisi untuk orang hilang dan Korban Tindak Kekerasan Surabaya.Â
Laporan diterima oleh polisi dengan nomor TBL-B/176/III/RES.1.6./2021/UM/SPKT Polda Jatim. Pada laporan tersebut terlapor kasus ini adalah oknum Polisi Bernama Purwanto dkk, ia di laporkan melanggar Pasal 170 KUHP dan atau Pasal 351 KUHP dan atau Pasal 335 KUHP dan atau Pasal 18 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Beryl Cholif Arrachman, salah satu kuasa Hukum LBH Lentera mengatakan bahwa kasus ini harus di usut tuntas agar tidak menjadi preseden buruk dan tidak membuat Polisi arogan.Â
Pada tanggal 12 Januari 2022 telah dilakukan persidangan kembali setelah persidangan yang pertama dilakukan sejak 2021 lalu, dalam persidangan ini pengadilan Surabaya membawa dua terdakwa yang merupakan anggota kepolisian.
Namun pada persidangan kasus penganiayaan Jurnalis Nurhadi ini, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Ade Wahyudi mengatakan terdapat beberapa kejanggalan, kejanggalan pertama, yaitu pada kode atau proses etik terdakwa yang seharusnya etik para terdakwa bisa berjalan tidak harus menunggu keputusan yang inkrah.
Pada kejanggalan yang kedua, yaitu melibatkan banyak pelaku yang dimana jaksa kurang mengupayakan untuk menelusuri dalam pembuktian,saksi para pelaku lain dan melebarkan perkara dalam prosses persidangan.
Kejanggalan yang terakhir yaitu ketiga, para hadirin sulit untuk mendengar suara pertimbanga Hakim karena mikrofon Majelis Hakim yang kecil dan kurang memadahi.
Dalam hal ini, membuat beberapa masyarakat memutuskan stigma nya masing-masing dalam melihat keadilan di Indonesia. Apakah dalam kasus seperti itu tidak bisa di usut dengan tuntas? Dan harus kasus seperti apa yang diberikan keadilan dengan seadil-adilnya.
Karena masih banyak kasus kasus di Indonesia ini yang dikesampingkan dalam persidangan, terutama pada stigma "Tajam Kebawah dan Tumpul Ke Atas". Dalam fenomena ketidakadilan hukum di Indonesia ini terus terjadi dalam praktik Hukum.Â
Padahal dalam sebuah proses Hukum harus dilihat secara matematis. Seperti perbuatannya apa, bagaiaman prosesnya, bagaimana proses pembuktiannya, serta bagaimana keputusannya. Dalam hal itu jika diterapkan, maka proses hukum akan berjalan dengan baik.