Mohon tunggu...
Intan Nurcahya
Intan Nurcahya Mohon Tunggu... Guru - Guru SMP N Sukaresmi Cianjur, berlatih menulis, menyerap dan menyebar virus literasi.

Guru SMP N Sukaresmi Cianjur, berlatih menulis, menyerap dan menyebar virus literasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Catatan Kecil dari Perjalanan Harianku

18 April 2017   21:36 Diperbarui: 18 April 2017   21:41 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hujan dan angin sejak semalam ternyata awet sampai pagi. Memulai hari dengan biasa, menyiapkan sarapan instan alakadarnya. Mengetuk pintu kamar 2 anakku, ternyata keduanya sakit dan izin untuk tak masuk sekolah, semoga tak harus kencan dengan dokter. Hujan malah makin deras, dinginnya udara Cipanas seakan menembus sumsum. Tak ada perjanjian untuk diantar suami hari ini. Ku kuatkan niat, menunaikan tugas. Baru kusadari, aku tak punya jaket, selimutkan saja selendang kostum pengajian ;).

Berpayung menyusuri jalan gang menahan hujan, sang payung hampir patah pula diterpa angin. Perjalanan indah dengan 2x naik angkot, salut melihat ibu" motoris berseragam menembus hujan lengkap dengan propertinya, semoga jd ibadah ya Bu... Hujan setia menemani dalam hampir 1 jam perjalanan. 

Sampai di sekolah tepat jam 7, yg terlihat baru 2 rekan yg hadir, itupun adalah warga lokal, mungkin semua berpikiran sama bahwa hari ini bebas dari upacara. Rasanya nyesek setelah berpayah-payah mengejar waktu dan yang kudapatkan adalah sebuah ruangan hampir kosong. Untuk 18 tahun pengabdian, baru sebatas ini yg mampu kulakukan, menunaikan tugas dengan berusaha tepat waktu. Sebuah dedikasikah...atau sekedar mengikuti rythme hidup?

Daripada takut di ruangan sendirian :)
Daripada takut di ruangan sendirian :)
Sejak semula aku tak punya keberanian untuk sekedar belajar membawa kendaraan sendiri. Hari-hariku diisi dengan romantika berburu angkutan umum. Dan seperti hari ini. Hmm...supir yg satu tadi koq nyebelin ya, cukup bilang "Bu kembaliannya kurang", tanpa minta maaf langsung tancap gas. Coba giliran kita ngasih ongkosnya kurang, bah! Sebenarnya senang juga naik angkot...serasa punya banyak supir pribadi tiap hari, bebas bisa pilih mau yangg muda, setengah mateng, atau yang menjelang senja hhihi. Ada yang ramah, santun, dan sopan, meski kadang-kadang terkesan sok akrab, yang begini okelah buat teman perjalanan panjang. Ada supir pemarah, ini itu dibikin bahan omelan, sepertinya dia salah makan di pagi harinya, atau memang sedang kelaparan kali J

Ada supir baperan-istilah anak muda- (asli pengalaman pribadi),  suatu hari naik angkot yang sopirnya anak muda beranting, rambut dicat pirang meriah, celana jeans robek-robek, sepanjang jalan curhat abis sama temannya, katanya dia baru saja ditinggal nikah sama mantan pacarnya, sampai nangis bombay di ujung ceritanya. Aku bengong...ini kali yang dibilang tampang rambo hati rinto hahaha!

Tidak ada yang istimewa selama di sekolah hari ini. Hanya sedikit catatan kecil dari ragam polah anak-anak. Kadang sakit kepala dengar kecerewetannya, tp luluh hati kala kudengar,"Ibuuu...aku bikin bros buat ibu!" Sering kesal karena kelakuan nakalnya, tapi suatu waktu ada yg berkata, "Bu, ini oleh-oleh buat ibu."... (haru). Pegel rasanya mengajarkan soal" hitungan, tapi lain waktu dibuat tercengang melihat hasil lukisan dindingnya. 

Sering ingin marah karena keributannya, tapi kagum melihat semangat latihan upacara di tengah gerimis dan cuaca dingin berangin. Jengkel dan ingin rasanya mengeluarkan satu di antaranya, tapi dibuat ketawa geli, ketika dia nangis histeris saat disodori surat pengunduran diri, memohon untuk diampuni dan bilang akan diceburin ke sumur oleh ibunya kalau sampai dikeluarkan dari sekolah. Dunia anak-anak yang indah, wajah tanpa dosa, melongo, tak ambil pusing walau wali kelas mencak" marah dan jengkel. Tapi karena itulah, rasa kangen dan sayang selalu ada buat mereka.

Ketika rasa marah berganti trenyuh
Ketika rasa marah berganti trenyuh
Tiba saatnya pulang, dengan angkot seperti biasanya. Di tengah perjalanan naiklah dua orang perempuan muda berdandan sangat mencolok, kedua-duanya berambut pirang, kuteks merah menyala, berbaju dengan belahan dada rendah, satu diantaranya bertato hampir di sepanjang lengan, entahlah itu tato permanen atau bukan. Sikapnya sangat tidak peduli dengan penumpang lain yang tanpa sadar sering meliriknya. Mereka ngobrol cekikikan, kadang-kadang memakai bahasa arab, asyik memainkan gadget di tangannya. 

Satu pembicaraan yang kutangkap adalah salah satu perempuan itu sedang melakukan negosiasi (tawar menawar harga), dan sepertinya dia keberatan dengan harga yang diajukan untuk pelayanan sampai jam yang diminta. Awalnya aku tidak paham apa yang mereka bicarakan, saya hanya menduga-duga mungkinkah mereka ini pelaku sex komersil di K*** B**** seperti yang banyak diceritakan orang-orang. Sampai akhirnya mereka turun dan supir angkot yang sedari tadi diam berkata padaku“Astaghfirulloh ya Bu, kasihan mereka... .” saya tanya “Siapa mereka?”, “Pemain k*** b**** Bu, orang ...”, supir menyebutkan suatu tempat.

Sebuah tempat wisata di kota kecilku, yang dibangun di atas lahan berlumpur kini telah menjadi tempat “berlumpur”. Miris sekali ketika para PSK tersebut yang notabene-nya bukan masyarakat asli wilayah ini, tidak ada rasa malu, keluar dipagi hari dari vila, bahkan bersenda gurau dengan laki-laki pengguna jasanya, meskipun disekitar mereka ada penduduk setempat.

Gejala pembiarkan penyimpangan yang terjadi di lingkungan ini berkaitan dengan sikap mendua warga, dimana mereka cenderung memiliki penilaian positif dan negatif terhadap keberadaan PSK. Keberadaan PSK dinilai negatif karena bertentangan dengan norma agama dan sosial tetapi disisi lain keberadaan PSK memberikan dampak positif terhadap keberadaan turis asing pemakai jasanya. 

PSK memberikan daya tarik atas keberadaan turis asing. Semakin ramai turis yang datang semakin besar pendapatan mereka. Apa yang terjadi dengan saudara-saudaraku di sini..?, lebih jauh lagi keuntungan yang diberikan wisatawan-wisatawan asing itu membentuk sikap permissive atau masa bodoh warga terhadap hal-hal negatif yang ditimbulkan.

Kemajuan di sini memberikan mudharat yang lebih besar daripada manfaatnya, padahal di sini ada banyak anak-anakku, generasi-generasi penerus bangsa , andai mereka mengadopsi apa yang mereka lihat dan menjadi sebuah generasi dengan degradasi moral, apa yang akan terjadi...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun