Mohon tunggu...
intan nugroho
intan nugroho Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa S1 psikologi

mengapa tidak mencoba sedangkan mencoba tidak mengapa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Memahami Krisis Identitas yang Terjadi pada Masa Dewasa Awal

31 Mei 2024   12:00 Diperbarui: 31 Mei 2024   12:04 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memahami Krisis Identitas yang Terjadi Pada Masa Dewasa Awal

Murhima A. Kau, Nurhayati Napu, Intan Dwi Nugroho, Reinalisa Paputungan

Apakah kamu memiliki orang tua ataupun orang disekitarmu yang telah berusia 45 sampai 65 tahun? Jika ada, apakah kamu memperhatikan kondisi apa saja yang terjadi pada mereka? Usia 45 sampai 65 tahun sering juga disebut sebagai masa dewasa pertengahan atau dikenal dengan dewasa madya. Pada umumnya seseorang yang telah berada pada masa dewasa ini telah sampai pada tahap yang "tenang" dalam terminology psikososial dikarenakan telah mengharmonisasikan diri dengan pengalaman hidup yang telah mereka lalui sebelumnya. Menurut Carl. G. Jung melalui hal tersebut orang-orang akan mencari makna dan tujuan hidup dari pengalaman mereka sendiri serta dituntut untuk meninggalkan citra "kemudaan" dan mengakui mortalitas untuk memahami adanya ketidakabadian serta pada masa ini orang-orang akan meletakkan perhatian terhadap dunia batin dengan menjadi lebih religius. Usia ini juga secara tidak langsung membuat orang-orang dengan usia ini memiliki peran dalam generativitas, yaitu sifat mereka yang meletakkan perhatian dengan membimbing kepada para generasi muda karena pengaruh yang mereka miliki terhadap peran generasi baru, mereka akan merasa meninggalkan warisan yang akan berpartisipasi terhadap keberlangsungan hidup selanjutnya.

 Namun, tidak semua orang melawati tugas dan peran dengan sukses ternyata terdapat perbedaan kondisi psikososial bagi beberapa orang pada usia ini. Hal ini biasanya dikenal dengan istilah "puber kedua" loh atau kondisi sebenarnya adalah krisis identitas, krisis ini dapat terjadi pada masa paruh baya dikarenakan kesadaran mereka terhadap kenyataan bahwa mereka tidak dapat memenuhi mimpi masa muda mereka atau pemenuhan mimpi mereka tidak memberikan kepuasan sebagaimana yang mereka inginkan membuat mereka tidak melakukan beberapa peran yang seharusnya menjadi tugas pada masa dewasa pertengahan ini. Dorongan  tersebut dapat terjadi tergantung pada kondisi mental individu dan sumber daya personal masing-masing dan tidak berganutung dengan seiring bertambahnya usia. Tetapi, kejadian ini bisa diatasi dengan melakukan peninjauan kembali kepada kehidupan yang telah dilalui sebelumnya pada kondisi mental seseorang dengan menerima kenyataan terhadap kondisi mereka pada masa kini yang sedang dijalani. Orang-orang pada usia ini yang memiliki kelenturan ego berupa cerdas secara sosial terhadap isyarat interpersonal akan memiliki kemampuan lebih mudah untuk beradaptasi terhadap segala hal yang dapat menumbuhkan stress seperti cenderung untuk mengingat-ingat keinginan masa lalu yang tidak tercapai untuk bisa berfokus pada potensi diri yang ada pada usia tersebut. 

Menurut Susan Krauss Whitbourne tahapan pada usia ini adalah sebuah proses dimana individu akan memahami karakter diri sendiri secara fisik (seperti mereka sudah tidak muda lagi), kognitif dan persepsi mengenai diri sendiri sebagai sebuah respon dari informasi yang didapatkan dalam memiliki relasi dengan situasi yang sedang berlangsung. Dalam aspek kognitif atau berpikirpun pada usia ini terbagi menjadi dua yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan usaha untuk menyesuaikan pengalaman baru mereka dengan kondisi yang sebenarnya yang tengah dijalani untuk belajar memainkan peran penting tentang dunia disekitar mereka adapun akomodasi adalah penyesuaian dalam mengubah ide-ide yang dimiliki terhadap informasi baru.  Ini akan menjadi sebuah naratif baru dalam memandang perkembangan diri yang telah dilakukan sebagai proses yang berkesinambungan dalam menyusun perjalanan kisah hidup mereka. Pada masa dewasa pertengahan ini juga terdapatnya pertukaran gender dimana antara pria dan wanita. Biasanya mereka memiliki pembawaan peran yang berbeda dibanding sebelumnya seperti pria yang lebih memiliki sifat pasif yaitu lebih mengayomi terhadap keluarganya dan wanita yang cenderung lebih dominan dan independent.

Kesehatan Psikologis dan Kesehatan Mental Positif

Kesehatan mental bukan hanya ketiadaan penyakit mental, tetapi mencakup perasaan kenyamanan psikologis yang berhubungan dengan keberadaan diri yang sehat (Ryff & Singer, 1998). Perasaan subjektif akan kebahagiaan merupakan evaluasi seseorang atas kehidupannya (Diener, 2000). Kebanyakan orang merasa puas dengan hidup mereka, terlepas dari peristiwa menekan yang terjadi (Myers & Diener, 1995, 1996).

Dimensi Kesejahteraan Menurut Carol Ryff

Penerimaan Diri : Sikap positif terhadap diri sendiri dan masa lalu.

Relasi Positif dengan Orang Lain : Hubungan yang hangat dan memuaskan.

Otonomi : Kemandirian dalam mengambil keputusan dan menolak tekanan sosial.

Penguasaan Lingkungan : Kemampuan mengatur lingkungan dan aktivitas sehari-hari.

Tujuan dalam Hidup : Memiliki tujuan dan arah hidup yang jelas.

Pertumbuhan Personal : Perasaan berkembang dan terbuka terhadap pengalaman baru.

Orang paruh baya umumnya menunjukkan kesehatan mental yang lebih positif dibandingkan kelompok usia lain, dengan peningkatan dalam penguasaan lingkungan dan penerimaan diri yang stabil di semua kelompok usia (Ryff & Singer, 1998).

Generativitas dan Penyesuaian Psikologis

Generativitas, menurut Erikson, adalah tanda kematangan dan kesehatan psikologis (McAdams, 2001). Generativitas yang tinggi dihubungkan dengan kesejahteraan pada paruh baya, meski tidak selalu menunjukkan bahwa generativitas menyebabkan kesejahteraan (Staudinger & Bluck, 2001).

Puncak Kehidupan pada Wanita Paruh Baya

Wanita paruh baya sering merasa berada pada puncak kehidupan mereka. Pada usia 50-an, mereka merasa lebih percaya diri, independen, dan nyaman dengan diri mereka sendiri dibandingkan saat usia lebih muda (Stewart & Vandewater, 1999).

Perubahan dalam Relasi pada Masa Paruh Baya

Hubungan sosial pada masa paruh baya menjadi sangat penting dan sering kali lebih stabil dan memuaskan dibandingkan masa-masa sebelumnya (Antonucci & Akiyama, 1997). Menurut teori selektivitas sosioemosional, interaksi sosial pada masa paruh baya lebih difokuskan pada kenyamanan emosional (Carstensen).

Perkawinan pada Masa Paruh Baya

Kepuasan perkawinan mengikuti kurva berbentuk U, menurun pada tahun-tahun awal dan meningkat kembali di masa paruh baya ketika tanggung jawab parenting dan pekerjaan berkurang (Orbuch et al., 1996). Studi menunjukkan pasangan yang lebih tua cenderung menunjukkan emosi yang lebih positif dalam menyelesaikan masalah (Carstensen, Gottman, & Levenson, 1995). Secara keseluruhan, kesehatan mental positif dan kesejahteraan di masa paruh baya dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti penerimaan diri, relasi sosial, otonomi, tujuan hidup, dan pertumbuhan personal. Generativitas juga memainkan peran penting dalam penyesuaian psikologis pada masa ini.

Perceraian pada Masa Paruh Baya: Dampak dan Adaptasi

Perceraian pada masa paruh baya relatif jarang terjadi dibandingkan pada sepuluh tahun pertama pernikahan. Namun, bagi mereka yang mengalami perceraian pada masa ini, seperti Madeleine Albright, perpisahan dapat menjadi sangat traumatis. Ini terutama berlaku bagi wanita yang umumnya lebih terpengaruh negatif oleh perceraian di segala usia dibandingkan pria. Wanita paruh baya yang bercerai cenderung menghadapi ketidakamanan finansial yang lebih tinggi, terutama jika mereka baru mulai bekerja setelah perceraian. Namun, ada sisi positif dari perceraian pada masa paruh baya. Tekanan perceraian bisa memicu pertumbuhan pribadi dan penyesuaian diri yang lebih baik. Studi menunjukkan bahwa wanita paruh baya yang bercerai melaporkan memiliki relasi sosial yang lebih baik, penguasaan pribadi yang lebih tinggi, dan tingkat depresi yang lebih rendah dibandingkan wanita yang lebih muda. Pria paruh baya juga cenderung menerima perceraian dengan lebih baik, meskipun mereka menunjukkan tingkat pertumbuhan pribadi yang lebih rendah dibandingkan wanita.

Pertemanan di Masa Paruh Baya

Jaringan sosial cenderung menjadi lebih kecil namun lebih intim pada masa paruh baya. Orang-orang di usia ini biasanya sibuk dengan keluarga, pekerjaan, dan mempersiapkan masa pensiun, sehingga memiliki sedikit waktu untuk pertemanan. Namun, pertemanan tetap menjadi sumber dukungan emosional yang penting, terutama selama krisis seperti perceraian atau masalah dengan orang tua yang sudah sepuh. Kualitas pertemanan di masa paruh baya sering kali lebih penting daripada kuantitas. Teman menjadi tempat bagi dukungan emosional, bimbingan praktis, kenyamanan, dan pendampingan. Konflik dengan teman biasanya diselesaikan melalui diskusi yang mempertahankan martabat dan penghormatan mutual. Dalam sebuah studi, teman menjadi lebih penting bagi kesejahteraan wanita pada awal paruh baya dan bagi pria pada akhir masa paruh baya. Artikel ini memberikan gambaran tentang berbagai aspek perceraian, relasi gay dan lesbian, serta pentingnya pertemanan pada masa paruh baya, menyoroti adaptasi dan perubahan yang terjadi pada fase kehidupan ini.

Relasi dengan Anak yang Sudah Dewasa

Parenthood adalah proses "melepaskan". Biasanya proses ini mencapai puncak pada masa paruh baya orang tua. Sebagian besar orang tua pada bagian awal paruh baya harus menghadapi serangkaian isu yang berbeda, yang bersumber dari anak yang akan segera meninggalkan "sarang". Ketika anak menjadi dewasa dan memiliki anak-anaknya sendiri, jumlah anggota keluarga dan koneksi antar generasi akan bertambah. 

Ikatan Kekeluargaan Lain 

Nilai penting ikatan dengan kekeluargaan inti orang tua dan saudara kandung cenderung menurun sepanjang masa dewasa awal, yaitu ketika pekerjaan, istri atau pasangan, dan anak menjadi utama. Pada masa paruh baya, ikatan kekeluargaan paling awal ini bisa jadi muncul lagi dalam cara baru, seiring dengan bergesernya tanggung jawab terhadap orang tua yang sudah manula kepada anak-anak mereka yang sudah paruh baya.

Menjadi Pengasuh bagi Orang Tua yang sudah sepuh

Dengan tingginya biaya panti jompo dan sebagian besar orang tua enggan untuk masuk kesana. Banyak orang tua yang sepuh menerima perawatan di rumahnya sendiri atau di rumah yang merawat. Kesempatan untuk menjadi perawat terhadap orang tua yang sudah sepuh meningkat sejalan dengan usia. Tuntutan tersebut sering kali muncul ketika sang ibu telah menjanda, atau ketika wanita yang telah bercerai beberapa tahun sebelumnya tidak lagi dapat menghadapi kondisi tersebut sendirian.

Mencegah Kelelahan pada Pengasuh 

Bahkan pengasuh yang sabar, penuh cinta kasih pun bisa menjadi frustasi, gelisah, atau marah dibawah tekanan konstan akibat bertemu dengan orang tua dengan kebutuhan yang seakan tiada habisnya. Sering kali keluarga dan teman gagal menyadari bahwa para pengasuh juga memiliki hak untuk merasa kecil hati, frustasi, dan menyerah. Para pengasuh juga membutuhkan kehidupan mereka sendiri, diluar ketidakmampuan atau penyakit orang yang mereka cintai. 

Relasi dengan saudara Kandung 

Hubungan dengan saudara kandung mungkin merupakan hubungan terpanjang dalam kehidupan seseorang. Sekitar 85 persen paruh baya Amerika, seperti Madeleine Albright, memiliki paling tidak satu saudara kandung yang masih hidup, dan kebanyakan saudara kandung tetap saling berhubungan. Saudara perempuan, khususnya, selalu terjangkau dan siap membantu yang lain. 

Grandparenthood

Grandparenthood mulai sebelum parenting aktif selesai. Orang dewasa di A.S. menjadi seorang kakek/nenek pada usia rata-rata 48 tahun, merujuk kepada survei telepon 1.500 kakek/nenek yang terdaftar pada American Association of  Retired Person (AARP) (Davies & Williams, 2002). Dengan rentang kehidupan yang memanjang saat ini, banyak orang dewasa yang menghabiskan beberapa dekade menjadi seorang kakek/nenek. 

DAFTAR PUSTAKA

Papalia, D. E., Old, S. W., & Feldman, R. D. (2008). HUMAN DEVELOPMENT (PSIKOLOGI PERKEMBANGAN) (9th ed.). Prenada Media Group.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun