Mohon tunggu...
Intan Nugrahini
Intan Nugrahini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Pembisnis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Pemikiran Max Weber dan Herbert Lionel Adolphus Hart (HLA Hart)

29 Oktober 2024   09:08 Diperbarui: 29 Oktober 2024   09:37 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama: Intan Nugrahini 

Nim: 222111119

Kelas: HES 5C

Mata Kuliah: Sosiologi Hukum 

Dosen Pengampu: Bp. Muhammad  Julijanto, S.Ag., M.Ag.

1. Artikel Jurnal Yang Membahas Tokoh Marx Weber Dan Herbert Lionel Adolphus Hart (HLA Hart)

- Satrio Dwi Haryono, "Wacana Rasialisme Dalam Sosiologi Max Weber", J-PSH Jurnal Pendidikan Sosiologi dan Humaniora, Vol. 13, No.2, 2022. Artikel jurnal ini membahas tentang etnosentris dalam karya Max Weber, terutama dalam konteks studinya tentang Timur.

https://jurnal.untan.ac.id/index.php/JPSH/index.

Pemikiran Max Weber dalam sosiologi, terutama terkait etnosentrisme dan eurosentrisme dalam memandang dunia Timur. Weber, seorang sosiolog Barat, sering kali meneliti peradaban Timur melalui perspektif yang mencerminkan dominasi nilai-nilai Eropa. Ia menggunakan pendekatan eurosentris dalam menganalisis masyarakat non-Eropa yang dianggap "the Other" atau liyan dari Barat. Artikel ini menemukan bahwa pendekatan Weber ini secara implisit membawa wacana rasialisme yang berdampak pada pembentukan stereotip dan praktik kolonialisme serta imperialisme oleh bangsa.

Melalui metode studi literatur, penulis mengidentifikasi bahwa banyak gagasan Weber yang berkaitan dengan pengembangan kapitalisme di Eropa sebenarnya mendukung pandangan bahwa Barat lebih superior secara budaya dan ekonomi. Misalnya, dalam karyanya "The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism," Weber menekankan pentingnya nilai-nilai keagamaan puritan dalam mendukung kapitalisme. 

Hal ini berkontribusi terhadap pandangan bahwa rasionalitas dan kemajuan ekonomi adalah karakteristik khas Barat yang tidak ditemukan di Timur. Akibatnya, pemikiran Weber dianggap sebagai bentuk hegemoni intelektual yang mempertahankan dominasi Barat atas Timur.ehingga gagasan Weber yang dianggap mendukung praktik otoritas birokrasi yang mengesampingkan nilai-nilai tradisional dan karismatik di masyarakat Timur. 

Bagi Weber, otoritas rasional-legal yang berkembang di Barat menunjukkan kemajuan, sementara otoritas karismatik dan tradisional yang dominan di Timur dianggap menghambat. Implikasi dari pandangan ini dinilai merugikan karena mengesampingkan keberagaman budaya dan sistem sosial di dunia non-Barat. Dalam jurnal ini penulis mengajak pembaca untuk mengkritisi perspektif yang sempit dalam sosiologi dan mendorong pengembangan teori yang inklusif dan menghargai pluralitas budaya.

- Humiati, S.H., M.Hum., Komentar Terhadap Hukum dan Masyarakat Dalam Pemikiran John Austin, HLA. HART dan Hans Kelsen", Yurijaya: Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum, 2020. https://yurijaya.unmerpas.ac.id/index.php/fakultas_hukum/article/view/38

Dalam jurnal ini, H.L.A. Hart dikaji sebagai tokoh penting yang menawarkan kritik mendalam terhadap teori komando John Austin. Hart berpendapat bahwa konsep Austin tentang hukum sebagai "komando" dari penguasa yang disertai ancaman sanksi tidak cukup menjelaskan keberlanjutan dan otoritas hukum dalam masyarakat modern. 

Menurut Hart, hukum lebih kompleks dan tidak dapat diartikan hanya sebagai serangkaian perintah yang harus ditaati karena adanya ancaman. Hart memisahkan antara "kewajiban hukum" dengan "paksaan," yang dianggap Austin sebagai satu kesatuan, sehingga menurut Hart, perintah yang diikuti karena paksaan atau ancaman berbeda dari kewajiban hukum yang diterima oleh masyarakat sebagai aturan yang sah. Konsep ini menjadi salah satu dasar Hart dalam mengembangkan teorinya yang memandang hukum sebagai sistem peraturan.

Hart memperkenalkan gagasan bahwa hukum terdiri dari dua jenis aturan: peraturan primer dan peraturan sekunder. Peraturan primer bertugas mengatur perilaku individu dalam masyarakat, sedangkan peraturan sekunder bertindak sebagai aturan yang mengatur bagaimana hukum dapat diterapkan, diubah, dan diakui. Tiga aspek utama dari peraturan sekunder-pengakuan, perubahan, dan penilaian-berperan dalam menjaga stabilitas hukum dan memungkinkan penyesuaian aturan sesuai dengan perkembangan masyarakat. Dengan teori ini, Hart menunjukkan bahwa validitas hukum tidak berasal dari satu individu atau penguasa, melainkan dari sistem yang terstruktur. Pandangan Hart ini berkontribusi pada pemahaman hukum yang lebih sistematis dan menekankan bahwa hukum harus diterima secara sosial, bukan hanya dipatuhi karena paksaan.

2. Pokok-Pokok Pemikirannya

- Pokok Pemikiran Max Weber 

Pemikiran Max Weber dalam sosiologi yang berfokus pada etika, kapitalisme, dan rasionalitas, terutama dalam konteks eurosentrisme. Weber terkenal dengan gagasannya yang mengaitkan perkembangan kapitalisme dengan etika Protestan. Ia berpendapat bahwa nilai-nilai keagamaan dalam Protestanisme, khususnya ajaran Calvinis, telah mendorong kerja keras, kedisiplinan, dan kesederhanaan yang mempercepat munculnya kapitalisme di Eropa. Menurut Weber, etos kerja ini berbeda dari sistem kepercayaan di Timur yang dianggap lebih tradisional dan kurang mendukung perkembangan ekonomi modern.

Selain itu, Weber mengembangkan konsep tindakan sosial, yang mengklasifikasikan perilaku manusia berdasarkan motivasi rasional atau tradisi. Tindakan sosial terbagi menjadi empat jenis: rasional instrumental, rasional nilai, afektif, dan tradisional. Melalui klasifikasi ini, Weber menunjukkan bahwa rasionalitas merupakan ciri khas masyarakat Barat, sedangkan masyarakat Timur cenderung mempertahankan pola tradisional yang dianggapnya kurang progresif. Pemikiran ini mendorong pandangan bahwa rasionalitas dan kemajuan hanya dapat dicapai melalui struktur birokrasi dan aturan yang jelas, sebagaimana diterapkan di Barat.

Sehingga kritik terhadap Weber yang dinilai mengembangkan pandangan eurosentris dalam studinya, menggambarkan Timur sebagai "the other" atau liyan. Pengaruh eurosentrisme dalam pemikirannya secara tidak langsung mendukung kolonialisme dan imperialisme, karena Weber memperkuat gagasan bahwa Barat lebih rasional dan unggul dibandingkan Timur. Dengan demikian, ide-ide Weber dianggap tidak hanya mempertegas perbedaan antara Barat dan Timur, tetapi juga berkontribusi pada praktik-praktik dominasi dan penaklukan oleh bangsa Eropa.

- Pokok Pemikiran HLA Hart

Di dalam jurnal tersebut memberikan kritik mendasar terhadap teori hukum komando yang diusulkan oleh John Austin. Hart berpendapat bahwa Austin gagal membedakan antara kewajiban hukum dan paksaan. Menurut Hart, hukum seharusnya tidak hanya dipahami sebagai perintah dari penguasa yang disertai dengan ancaman sanksi, tetapi sebagai sistem peraturan yang mengatur masyarakat dengan tujuan menciptakan ketertiban sosial. 

Hart menekankan bahwa hukum harus dipahami sebagai sistem yang terdiri dari peraturan primer dan sekunder, di mana peraturan sekunder berfungsi untuk mengatur peraturan primer. Hart juga memperkenalkan konsep peraturan primer dan sekunder. Peraturan primer adalah peraturan yang mengatur perilaku manusia, seperti larangan mencuri atau membunuh. Namun, peraturan primer saja tidak cukup untuk menciptakan sistem hukum yang efektif, terutama dalam masyarakat modern yang kompleks. Untuk itu, Hart mengusulkan peraturan sekunder yang mencakup aturan tentang bagaimana peraturan primer dapat diubah, ditegakkan, dan diakui sebagai hukum yang sah. Dengan demikian, Hart membangun fondasi hukum yang lebih dinamis dan berkelanjutan, di mana hukum tidak bergantung pada otoritas individu, tetapi pada sistem.

Sehingga, Hart mengkritik pandangan Austin yang melihat hukum hanya sebagai alat untuk mengendalikan masyarakat melalui kekuasaan penguasa tertinggi. Hart berpendapat bahwa hukum harus memiliki legitimasi yang tidak hanya didasarkan pada ketaatan terhadap perintah penguasa, tetapi juga pada pengakuan masyarakat terhadap peraturan hukum itu sendiri. Hukum harus diterima dan diakui oleh masyarakat sebagai sesuatu yang sah dan memiliki otoritas, bukan semata-mata karena adanya ancaman sanksi.

3. Pemikiran Max Weber dan HLA Hart dalam Masa Sekarang 

Pemikiran Max Weber dan H.L.A. Hart menawarkan pandangan yang mendalam tentang hukum, meskipun dengan fokus yang berbeda. Max Weber melihat hukum dari perspektif sosiologis, menekankan pada konsep rasionalitas dan legitimasi otoritas hukum. Dalam pandangan Weber, hukum modern muncul dari kebutuhan untuk mengorganisir masyarakat secara rasional dan efisien. 

Ia membedakan antara tiga jenis otoritas: otoritas tradisional, kharismatik, dan rasional-legal. Dalam sistem hukum rasional-legal, hukum tidak lagi bergantung pada individu atau tradisi, tetapi pada seperangkat aturan yang diterima secara umum dan ditegakkan melalui lembaga-lembaga formal. Bagi Weber, birokrasi adalah instrumen utama dalam memastikan kepatuhan terhadap hukum rasional-legal, di mana hukum diperlakukan sebagai instrumen yang bersifat netral dan impersonal, berfokus pada prosedur daripada nilai-nilai moral.

Di masa sekarang, pemikiran Weber masih relevan, terutama dalam konteks negara-negara modern yang sangat bergantung pada sistem hukum rasional-legal untuk mengelola hubungan sosial dan ekonomi. Dalam era digitalisasi dan globalisasi, birokrasi dan aturan hukum menjadi semakin kompleks. Sistem hukum harus beradaptasi dengan teknologi dan perubahan sosial yang cepat, tetapi tetap mempertahankan rasionalitas dan objektivitasnya. 

Namun, Weber juga mengingatkan tentang potensi "penyihiran" atau dehumanisasi dalam sistem hukum dan birokrasi modern, di mana hukum menjadi terlalu teknis dan jauh dari kebutuhan manusiawi. Ini menjadi tantangan penting dalam hukum kontemporer, di mana sistem hukum harus tetap responsif terhadap kebutuhan masyarakat tanpa kehilangan sifat rasionalnya.

Sementara itu, H.L.A. Hart memperkenalkan pendekatan yang lebih analitis dalam memandang hukum. Ia menekankan pentingnya peraturan sebagai elemen inti dari sistem hukum dan menolak gagasan bahwa hukum hanya merupakan perintah dari penguasa yang didukung oleh ancaman sanksi, seperti yang diajukan John Austin. Hart membedakan antara peraturan primer, yang mengatur perilaku manusia, dan peraturan sekunder, yang mengatur cara peraturan primer dibuat, diubah, dan ditegakkan. Di era modern, pemikiran Hart sangat relevan dalam konteks negara-negara demokratis dan pluralis, di mana hukum dilihat sebagai sistem yang berkembang dan berubah sesuai dengan dinamika sosial. 

Sistem hukum tidak lagi statis, tetapi terus berkembang untuk menyesuaikan dengan perubahan dalam norma-norma sosial, politik, dan ekonomi. Hart juga menekankan bahwa legitimasi hukum terletak pada penerimaan masyarakat terhadap hukum, bukan semata-mata pada kekuasaan yang memaksakannya. Di masa sekarang, ini tercermin dalam konsep-konsep seperti supremasi hukum dan partisipasi publik dalam proses legislasi.

4. Pemikiran Max Weber dan HLA Hart Untuk Menganalisis Perkembangan Hukum Di Indonesia 

Perkembangan hukum di Indonesia dapat dianalisis dengan menggunakan pemikiran Max Weber dan H.L.A. Hart untuk memahami kompleksitas serta dinamika hukum yang terjadi sejak kemerdekaan hingga masa kini. Max Weber memandang hukum melalui kacamata sosiologis, di mana hukum adalah produk dari struktur sosial yang ada dan bertujuan untuk mengatur perilaku dalam masyarakat secara rasional. 

Dalam konteks Indonesia, hukum mengalami transisi dari sistem tradisional dan kolonial menuju sistem hukum modern yang didasarkan pada prinsip-prinsip rasionalitas dan otoritas hukum yang legal. Weber mengidentifikasi bahwa hukum yang modern, seperti yang dianut Indonesia, bersifat rasional-legal, di mana hukum berlaku secara formal dan dipatuhi karena keabsahan otoritas yang menciptakannya, bukan karena tradisi atau kharisma pemimpin.

Di Indonesia, ini tercermin dalam kodifikasi hukum seperti Undang-Undang Dasar 1945, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dan undang-undang sektoral yang mengatur berbagai aspek kehidupan sosial, ekonomi, dan politik. Namun, tantangan yang dihadapi oleh hukum di Indonesia adalah adanya dualisme antara hukum formal (positif) dan hukum adat (tradisional), yang masih berlaku di berbagai komunitas. 

Weber menekankan bahwa hukum yang rasional harus mampu mengakomodasi perubahan sosial, tetapi di Indonesia, penerapan hukum formal seringkali berhadapan dengan nilai-nilai tradisional yang masih kuat di berbagai daerah. Contohnya adalah dalam kasus-kasus agraria, di mana hak ulayat dan kepemilikan tanah adat masih diakui, namun sering berbenturan dengan sistem hukum formal. Pendekatan rasional Weber dapat memberikan kerangka untuk memahami pentingnya harmonisasi antara hukum formal dan hukum adat, agar sistem hukum di Indonesia lebih efektif dalam mencerminkan realitas sosial.

Sementara itu, H.L.A. Hart menawarkan perspektif yang lebih analitis dalam melihat perkembangan hukum di Indonesia. Hart menekankan pentingnya peraturan primer dan sekunder dalam sistem hukum. Dalam konteks Indonesia, peraturan primer meliputi hukum substantif yang mengatur hak dan kewajiban warga negara, seperti KUHP, undang-undang ketenagakerjaan, dan undang-undang hak asasi manusia. Namun, peraturan sekunder yang mengatur mekanisme bagaimana hukum dibuat, diubah, dan ditegakkan menjadi krusial untuk menjaga keadilan dan keteraturan dalam proses hukum. 

Di Indonesia, peraturan sekunder ini dapat dilihat pada peran Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, dan lembaga-lembaga legislatif yang menentukan validitas dan keberlanjutan peraturan-peraturan yang ada. Namun, tantangan yang diidentifikasi oleh Hart dalam hukum modern adalah bagaimana hukum dapat menjaga konsistensi dan legitimasi dalam konteks yang terus berubah. Indonesia, sebagai negara demokratis yang terus berkembang, menghadapi tantangan dalam memastikan bahwa hukum tidak hanya menjadi alat kekuasaan atau alat kontrol politik, tetapi juga mencerminkan keadilan substantif yang diakui oleh masyarakat. 

Hart menekankan bahwa legitimasi hukum tidak hanya bergantung pada ancaman sanksi atau kekuatan penguasa, tetapi pada penerimaan masyarakat terhadap sistem hukum itu sendiri. Di Indonesia, ini tercermin dalam pentingnya partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan undang-undang dan peran media dalam mengawasi pelaksanaan hukum. Misalnya, ketika undang-undang atau kebijakan kontroversial seperti UU Cipta Kerja atau revisi KUHP mendapat penolakan dari masyarakat, ini menunjukkan bahwa hukum hanya akan efektif jika diterima oleh mereka yang diaturnya.

Sehingga, perkembangan hukum di Indonesia juga bisa dianalisis melalui teori Hart tentang hukum sebagai sistem peraturan. Indonesia, sebagai negara hukum yang diatur oleh konstitusi, telah menciptakan seperangkat peraturan primer dan sekunder yang saling mendukung. Disisi lain, masih ada kelemahan dalam penegakan hukum, khususnya terkait kepastian hukum, integritas institusi penegak hukum, dan korupsi yang merusak legitimasi hukum itu sendiri. Hart akan melihat ini sebagai kegagalan dalam mekanisme peraturan sekunder yang seharusnya memastikan bahwa hukum ditegakkan secara adil dan konsisten. Oleh karena itu, salah satu tantangan terbesar hukum di Indonesia adalah memperkuat institusi penegak hukum agar lebih transparan dan akuntabel, serta memastikan bahwa hukum tidak hanya berlaku di atas kertas, tetapi juga diterapkan secara efektif di lapangan.

Pemikiran Weber dan Hart, ketika diterapkan pada konteks hukum Indonesia, menunjukkan bahwa meskipun Indonesia telah membangun sistem hukum yang modern dan rasional, masih ada tantangan besar dalam mengintegrasikan nilai-nilai tradisional, memastikan keadilan substantif, serta meningkatkan legitimasi dan kepercayaan masyarakat terhadap hukum. Keduanya menggarisbawahi bahwa hukum harus terus berkembang dan beradaptasi dengan realitas sosial untuk tetap relevan dan efektif dalam mengatur masyarakat yang dinamis seperti Indonesia.

Kesimpulan:

Pemikiran Max Weber dan H.L.A. Hart memberikan perspektif yang sangat relevan untuk menganalisis perkembangan hukum di Indonesia. Max Weber menekankan pentingnya rasionalitas dan birokrasi dalam sistem hukum modern, di mana hukum dianggap sah karena otoritas rasional-legal yang mengaturnya. Dalam konteks Indonesia, ini tercermin pada kodifikasi hukum formal dan birokrasi yang mengatur berbagai aspek kehidupan masyarakat. Namun, tantangan yang dihadapi Indonesia adalah harmonisasi antara hukum modern yang rasional dengan hukum adat yang berbasis nilai-nilai tradisional, khususnya dalam isu-isu seperti kepemilikan tanah adat dan otonomi daerah.

Sementara itu, H.L.A. Hart memberikan kerangka analitis yang lebih mendalam melalui konsep peraturan primer dan sekunder, yang menekankan pentingnya struktur hukum yang teratur dan fleksibel. Hart juga mengkritik pandangan bahwa hukum hanya merupakan alat kekuasaan penguasa, dan menekankan bahwa legitimasi hukum terletak pada penerimaan masyarakat terhadap aturan yang ada. Di Indonesia, hal ini tercermin dalam tantangan untuk memastikan partisipasi publik dalam proses legislasi dan memastikan penegakan hukum yang adil dan konsisten di tengah dinamika sosial dan politik.

Secara keseluruhan, perkembangan hukum di Indonesia masih menghadapi tantangan besar terkait konsistensi, legitimasi, dan integrasi nilai-nilai lokal dengan hukum modern. Pemikiran Weber dan Hart menunjukkan bahwa untuk mencapai sistem hukum yang efektif dan adil, hukum harus terus berkembang, bersifat adaptif terhadap perubahan sosial, dan diterima oleh masyarakat secara luas, bukan hanya dipaksakan melalui otoritas atau sanksi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun