Mohon tunggu...
Intan Maulida
Intan Maulida Mohon Tunggu... Jurnalis - Seorang Mahasiswa

Ajang kekreatifan yang lebih bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Nature

Dukung Pangan Kita, Wujudkan Indonesia Lebih Makmur

4 Oktober 2019   12:25 Diperbarui: 4 Oktober 2019   12:36 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketergantungan pemenuhan penyediaan pangan pada impor merupakan indikasi negatif bagi pembangunan. Menurut Suryana, kelangsungan penyediaan pangan dari dalam negeri dapat ditempuh dengan meningkatkan kemampuan memproduksi pangan secara mandiri, menyediakan aneka ragam pangan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi konsumsi masyarakat, serta mewujudkan tingkat kecukupan pangan, terutama pangan pokok, dengan harga yang wajar dan terjangkau.

Kualitas dan Keamanan bahan pangan Indonesia dinilai oleh EUI dengan skor 44,5 dari 100. Skor yang paling rendah di antara kedua ukuran lainnya. Hal ini disebabkan oleh masih rendahnya kualitas protein yang dikonsumsi masyarakat Indonesia, yakni masih di bawah rata-rata dunia. Dengan metodologi Protein Digestibility Corrected Amino Acid Score (PDCAAS) untuk mengukur kualitas protein dalam bahan pangan, Indonesia baru mencapai skor 39,3 dari 100.

Susenas 2018 mencatat bahwa konsumsi protein Indonesia mencapai nilai 64,64 gram per kapita per hari. Sementara menurut healthline.com yang dikutip dari beritagar.id, protein yang direkomendasikan dikonsumsi oleh manusia ialah 1 hingga 1,5 gram per 1 kg berat badan per harinya. Oleh sebab itu, sangat disayangkan apabila protein dalam bahan pangan kita masih tergolong rendah sementara kebutuhan protein kita harus terus terpenuhi. Kekurangan protein akan berdampak pada kesehatan tulang kita karena lebih sering diserap oleh tubuh untuk menutupi kekurangan protein tubuh, dampak lebih buruknya adalah terkena osteoporosis.

Ketahanan Pangan Indonesia

Dengan keterbatasan yang ada, Indonesia mampu memenuhi kondisi pangan untuk penduduknya. Menurut UU No. 18  Tahun 2012 tentang Pangan mendefinisikan, Ketahanan Pangan merupakan suatu kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Untuk menghitung ketahanan pangan, Kemeterian Pertanian menyusun penilaian yakni Indeks Ketahanan Pangan yang indikatornya didapat dari data yang ada pada Badan Pusat Statistik.

Indeks Ketahanan Pangan yang disusun oleh Kementerian Pertanian ini terdiri dari sembilan indikator yang merupakan turunan dari tiga aspek ketahanan pangan. Aspek/dimensi Ketersediaan Pangan diukur dengan indikator rasio konsumsi normatif terhadap ketersediaan bersih per kapita per hari. Selanjutnya, Persentase Penduduk di bawah garis kemiskinan, Persentase rumah tangga dengan proporsi pengeluaran untuk pangan lebih dari 65% terhadap total pengeluaran, dan persentase rumah tangga tanpa akses listrik membentuk aspek keterjangkauan pangan. Terakhir, pada aspek pemanfaatan pangan meliputi indikator; Rata-rata lama sekolah perempuan di atas 15 tahun, Persentase rumah tangga tanpa akses ke air bersih, Rasio jumlah penduduk per tenaga kesehatan terhadap tingkat kepadatan penduduk, Prevalence Balita Stunting, dan angka harapan hidup saat lahir.

Indeks Ketahanan Pangan Indonesia, diolah dari data Sensus Pertanian 2013, pada aspek ketersediaan pangan, Indonesia berhasil mencapai dimensi ketersediaan pangan sebesar 89,23 dengan provinsi tertinggi diraih oleh DI Yogyakarta dengan skor dimensinya mencapai 94,53. Bila dilihat dari struktur kependudukan tahun 2013, jumlah penduduk DI Yogyakarta sekitar 3,6 juta orang atau sebanyak 1,0 juta rumah tangga, sekitar 50 persen rumah tangga di DI Yogyakarta adalah RTUP yang sebagian besar adalah RTUP tanaman pangan. Dengan demikian ketersediaan pangan di DI Yogyakarta cukup memadai (Analisis Sosial Ekonomi Petani di Indonesia, 2013).

Selanjutnya aspek keterjangkauan pangan yang diukur dengan keterjangkauan fisik, ekonomi, dan sosial dibentuk oleh tiga indikator. Secara keseluruhan, dimensi keterjangkauan pangan mencapai nilai 83,35 dengan indikator pangan yang diproduksi di kecamatan sebesar 32,8 persen, indikator tidak mengalami kesulitan menjangkau lokasi pembelian sebesar 37,6 persen dan indikator harga pembelian sebesar 29,6 persen.

Pemanfaatan pangan Indonesia memiliki dimensi yang lebih kecil yaitu sebesar 71,53 yang artinya kemudahan akses terhadap pangan masih belum memadai. Kemudahan sarana dan prasarana teknologi informasi serta layanan kesehatan akan meningkatkan akses individu terhadap pengetahuan mengenai pemanfaatan pangan yang dapat memenuhi asupan gizi penduduk Indonesia.

Berbeda dengan tahun 2018, Kementerian Pertanian merilis Indeks Ketahanan Pangan berdasarkan kabupaten dan kota dengan kabupaten tertinggi ialah Buleleng dengan skor 88,30 dan kota tertinggi ialah Denpasar sebesar 92,81.

SDG's dalam Ketahanan Pangan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun