Sistem pembelajaran daring yang direkomendasikan pemerintah kala itu, sama sekali tidak merangkul pendidikan di Papua. Kurangnya fasilitas yang memadai serta faktor sosial ekonomi masyarakat, sama sekali tidak bisa mengadopsi sistem belajar online. Alhasil, anak-anak di Papua tidak belajar sebab kehadiran guru juga dibatasi karena adanya peraturan lockdown.
Untuk alasan inilah, Papua Future Project (PFP) kemudian digagas pada akhir tahun 2020. Idenya, mereka bisa menjadi jembatan untuk anak-anak Papua agar bisa tetap belajar di tengah keterbatasan yang ada. Mereka memulai kegiatannya dari Pulau Mansinam yang lokasinya tak jauh dari Kota Manokwari, hanya membutuhkan waktu tempuh sekitar 15--20 menit dengan perahu.
Pulau Mansinam merupakan salah satu pulau bersejarah bagi peradaban Papua. Di sini, pertama kali Injil masuk yang kemudian mengubah kehidupan religius masyarakat Papua dari yang tidak mengenal Tuhan menjadi beragama. Meski memiliki nilai sejarah yang agung, sayangnya Mansinam masih menjadi wilayah tertinggal dan terabaikan, terutama soal pendidikan. Banyak anak-anak Mansinam yang tidak mengenal huruf dan angka, apalagi bisa menulis dan membaca, meski usianya sudah setara anak SMA (Sekolah Menengah Atas).
Kekhawatiran akan tergerusnya nilai sejarah dan budaya Mansinam menjadi faktor pendorong lain bagi Papua Future Project untuk bergerak. Mereka khawatir, bagaimana generasi muda disana akan meneruskan warisan sejarah dan budayanya jika tidak mengenali atau pun memahami nilai-nilai tersebut?
Setiap hari Sabtu, relawan pengajar dari komunitas Papua Future Project datang ke Pulau Mansinam untuk mengajarkan literasi dasar pada anak-anak. Dalam kelompok-kelompok kecil, anak-anak dibagi berdasarkan kemampuannya. Anak-anak yang sudah bisa mengenali huruf, dimasukkan ke dalam satu kelompok yang sama. Anak-anak yang sudah bisa membaca, dimasukkan dalam satu kelompok, dan seterusnya. Pembagian ini tanpa melihat usia atau tingkatan sekolah anak, melainkan murni dari kemampuannya. Jadi, meskipun anak sudah tingkatan sekolah menengah atas, tetapi tidak bisa membaca, maka akan dimasukkan ke dalam kelas anak sekolah dasar yang baru belajar membaca. Begitu seterusnya. Ini dimaksudkan agar pembelajaran bisa tepat sasaran dan efektif.
Mereka juga diperkenalkan dengan lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Diperkenalkan dengan kekayaan alamnya yang luar biasa dan cara melestarikannya. Mereka juga dikenalkan pada kisah-kisah sejarah, adat istiadat, dan budaya penting di Mansinam, tempat tinggal mereka.
Tidak hanya Mansinam, Papua Future Project juga menyasar wilayah-wilayah pelosok Papua lainnya, seperti Raja Ampat dan wilayah-wilayah terluar pulau. Mereka berkeliling ke kampung dan pulau-pulau untuk mengajar dan membagikan buku-buku bacaan. Mereka berharap anak-anak di Papua bisa tetap belajar meski tanpa kehadiran guru dengan buku.
Masih mengutip pernyataan Marthen S. Sambo, tidak bisa dipungkiri, rendahnya literasi di Papua juga disebabkan kurangnya paparan anak terhadap tulisan dan bacaan. Mereka terbiasa dengan budaya tutur yang sudah turun temurun dan jarang sekali memiliki bacaan sehingga mereka tidak bisa mengasah kemampuan baca-tulisnya.