Mohon tunggu...
Intan fatmasari
Intan fatmasari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas sains Indonesia

Bio

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ketika Guru Menjadi Konten Kreator: Dampak dan Tantangan bagi Pendidikan Anak di Era Digital

24 Desember 2024   13:08 Diperbarui: 24 Desember 2024   13:07 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika Guru Menjadi Konten Kreator: 

Dampak dan Tantangan bagi Pendidikan Anak di Era Digital

Fenomena guru yang merangkap sebagai konten kreator semakin marak, terutama dengan meningkatnya popularitas platform media sosial. Fenomena ini memunculkan berbagai pertanyaan terkait dampaknya pada pendidikan anak-anak, terutama generasi Alpha, serta persoalan etika yang perlu diperhatikan.

Kemunduran Belajar Akibat Fokus yang Terpecah

Salah satu isu utama yang muncul adalah kemunduran belajar siswa. Ketika guru lebih banyak terlibat dalam proses pembuatan konten video, waktu dan perhatian yang seharusnya dialokasikan untuk pembelajaran menjadi berkurang. Situasi ini menciptakan distraksi yang mengganggu proses belajar-mengajar. Lebih buruk lagi, siswa sering kali digunakan sebagai talent dalam konten tanpa pertimbangan yang matang, mengorbankan waktu belajar mereka.

Generasi Alpha, yang tumbuh di lingkungan serba digital, membutuhkan metode pembelajaran yang fokus dan terarah. Ketika pembelajaran terganggu oleh aktivitas di luar kurikulum, mereka tidak hanya kehilangan fokus tetapi juga menjadi bingung dalam memahami prioritas mereka.

Penggunaan Anak sebagai Talent: Antara Etika dan Eksploitasi

Penggunaan siswa sebagai talent untuk konten media sosial menjadi topik perdebatan hangat. Secara hukum dan etika, anak-anak memiliki hak privasi yang harus dijaga. Tanpa persetujuan eksplisit dari orang tua, melibatkan mereka dalam konten media sosial dapat dianggap sebagai bentuk eksploitasi.

Lebih dari itu, tekanan untuk tampil di depan kamera bisa menjadi beban emosional bagi anak-anak, terutama jika konten tersebut berulang kali diambil ulang atau melibatkan aktivitas yang tidak nyaman bagi mereka. Dalam jangka panjang, hal ini bisa berdampak negatif pada perkembangan psikologis anak.

"Aku suka main sama teman-teman di sekolah, tapi kalau ada kamera, aku bingung harus ngapain." Ujar Hasyi murid kelompok A ( 20/12/24)

Ungkapan lain oleh Sheza murid kelompok B "Aku nggak mau disuruh ngomong terus di depan kamera, aku lebih suka main balok." ( 20/12/2024)

Dampak Jangka Panjang pada Generasi Alpha

Generasi Alpha dikenal sebagai generasi yang cepat beradaptasi dengan teknologi, namun mereka juga menghadapi tantangan yang signifikan, terutama dalam memahami batasan antara dunia nyata dan dunia digital. Ketika guru mereka---sosok yang seharusnya menjadi panutan---terlalu sibuk menciptakan konten, nilai-nilai yang mereka ajarkan bisa tergeser oleh obsesi terhadap popularitas di media sosial.

Salah satu dampak yang paling mengkhawatirkan adalah pergeseran nilai. Anak-anak dapat melihat bahwa perhatian dan pengakuan di media sosial lebih penting dibandingkan nilai akademik atau kerja keras. Hal ini bisa membentuk pola pikir yang keliru tentang kesuksesan.

Etika dalam Digitalisasi Pendidikan

Peran guru sebagai pendidik utama harus tetap dijaga, bahkan dalam era digital yang serba cepat ini. Ada beberapa prinsip etika yang perlu diperhatikan, antara lain:

Melibatkan Persetujuan Orang Tua

Setiap konten yang melibatkan siswa harus mendapat izin dari orang tua, baik secara tertulis maupun lisan, dengan penjelasan yang jelas mengenai tujuan dan dampaknya.

 "Saya menghargai kreativitas guru, tapi anak-anak seharusnya punya ruang untuk belajar tanpa tekanan kamera." , Ujar ortu kelas B.(20/12/2024)

Menjaga Fokus Pembelajaran

Pembuatan konten harus dilakukan di luar jam belajar, sehingga tidak mengganggu proses pembelajaran di kelas.

Konten yang Relevan dengan Pendidikan

Guru perlu memastikan bahwa konten yang dibuat memiliki nilai edukasi yang relevan dengan kurikulum dan pembelajaran siswa.

Tantangan dan Solusi

Keseimbangan Peran Guru

Guru yang ingin menjadi konten kreator harus mampu menyeimbangkan perannya sebagai pendidik dan kreator. Mereka harus sadar bahwa prioritas utama adalah pendidikan siswa.

Literasi Digital

Guru dan siswa perlu dilatih untuk memahami etika digital dan hak privasi, terutama dalam penggunaan media sosial.

Kebijakan yang Tegas

Sekolah dan institusi pendidikan harus menetapkan aturan yang jelas mengenai penggunaan media sosial oleh guru, termasuk larangan menggunakan siswa tanpa persetujuan.

Guru TK sebagai Konten Kreator: Dampak Jangka Panjang pada Pendidikan Anak Usia Dini

Peran Guru dalam Pendidikan Anak Usia Dini

Guru taman kanak-kanak (TK) memegang peran yang sangat vital dalam membentuk karakter, kecerdasan emosional, dan keterampilan sosial anak-anak. Usia 4--6 tahun merupakan masa keemasan (golden age), di mana anak-anak belajar memahami dunia melalui eksplorasi, interaksi, dan pembelajaran aktif. Namun, fenomena guru yang beralih menjadi konten kreator menggunakan anak-anak sebagai "talent" menimbulkan kekhawatiran terhadap dampak etis, psikologis, dan pedagogis.

Fenomena di Kelas TK A dan TK B

TK A:Di kelompok TK A, anak-anak yang baru memasuki lingkungan sekolah sering kali menghadapi tantangan adaptasi. Ketika guru membawa kamera ke ruang kelas untuk membuat konten, fokus anak-anak sering teralihkan. Alih-alih fokus pada aktivitas bermain edukatif seperti menyusun balok atau mengenal huruf dan angka, mereka lebih tertarik pada keberadaan kamera.

Contoh Kasus TK A:Seorang guru di kelas TK A menggunakan anak-anak untuk video bertema permainan tradisional. Proses pembuatan video yang berulang memakan waktu lebih dari satu jam, menyebabkan anak-anak kehilangan waktu bermain bebas. Salah satu anak mengungkapkan kepada orang tuanya, "Aku tidak mau main di sekolah, karena capek diulang-ulang untuk video."

TK B:Anak-anak di TK B, yang lebih matang dibandingkan TK A, mulai mempertanyakan aktivitas yang mereka lakukan. Mereka lebih kritis terhadap situasi yang tidak terkait langsung dengan pembelajaran. Ketika guru sering meminta mereka melakukan aksi tertentu untuk video, beberapa anak merasa terbebani.

Contoh Kasus TK B:Di sebuah TK B di Bandung, guru menggunakan anak-anak untuk video pendek bertema "kebersamaan di kelas." Beberapa anak menolak terlibat, sementara anak lainnya merasa malu dan canggung. Guru menghadapi kesulitan menjelaskan kepada orang tua tentang pentingnya video tersebut

Ungkapan ibu guru : ''Membuat konten memang menarik, tapi memakan waktu. Anak-anak lebih baik belajar tanpa gangguan kamera, namun di era kurmer ini sedikitnya guru di tuntut oleh sekolah sebagai video pembelajaran menarik". Ujarnya ( 20/12/2024)

Rekomendasi

Kebijakan Sekolah

Sekolah harus memiliki panduan yang jelas tentang keterlibatan anak dalam konten media. Video hanya boleh dibuat jika relevan dengan tujuan pembelajaran dan tidak mengganggu proses belajar.

Peningkatan Profesionalisme

 GuruGuru perlu memahami peran utama mereka sebagai pendidik. Meskipun kreativitas penting, harus ada batasan yang jelas antara inovasi digital dan tugas pedagogis.

Edukasi Orang Tua

Sekolah harus memberikan pemahaman kepada orang tua tentang risiko dan manfaat keterlibatan anak dalam konten kreator. Orang tua harus memiliki hak penuh untuk menyetujui atau menolak anak mereka terlibat.

Prioritas Anak

Semua aktivitas di kelas harus mendukung kebutuhan perkembangan anak. Proses pembelajaran harus mengutamakan eksplorasi, interaksi, dan rasa aman.

Kesimpulan

Fenomena guru menjadi konten kreator adalah refleksi dari dinamika dunia digital saat ini. Di satu sisi, hal ini membuka peluang baru untuk menyampaikan materi pembelajaran secara kreatif. Namun, jika tidak dikontrol dengan baik, fenomena ini dapat menyebabkan kemunduran belajar siswa dan melanggar nilai-nilai etika. Pendidikan anak usia dini harus tetap berpusat pada kebutuhan anak, bukan konten digital. Di era Gen Alpha, guru memiliki tanggung jawab besar untuk menciptakan ruang belajar yang aman, menyenangkan, dan penuh makna bagi setiap anak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun