Mohon tunggu...
INTAN DWI KURNIAWATI
INTAN DWI KURNIAWATI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tantangan dan Strategi Pengasuhan Anak: Ibu dengan Anak Retardasi Mental dan ADHD

10 November 2021   21:48 Diperbarui: 10 November 2021   22:14 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://www.liputan6.com/disabilitas/

Retardasi Mental (RM) atau biasa disebut dengan keterbelakangan mental adalah suatu kelainan mental dimana tingkat kecerdasan berada di bawah rata-rata orang normal lainnya (umumnya IQ kurang dari 70) dan gangguan dalam keterampilan adaptif yang terjadi sebelum anak menginjak usia 18 tahun. Terjadinya retardasi mental dapat disebabkan karena adanya gangguan pada fase prenatal, perinatal maupun fase postnatal. 

Anak yang menderita Retardasi Mental sulit beradaptasi dalam kehidupan sehari--hari karena kurangnya kemampuan mental dan keterampilan adaptif yang diperlukan dalam menjalankan kehidupan sehari--hari, seperti sulit dalam bersosialisasi bahkan sulit dalam merawat diri sendiri. Anak dengan retardasi mental dapat mempelajari suatu hal yang baru, akan tetapi prosesnya lebih lambat daripada anak normal lainnya.

Menurut Baihaqi dan Sugiarmin (2006) ADHD merupakan kepanjangan dari Attention Deficit Hyperactivity Disorder (Attention= perhatian, Deficit=berkurang, Hyperactivity= hiperaktif, dan Disorder= gangguan) jika diartikan dalam Bahasa Indonesia berarti gangguan pemusatan perhatian disertai hiperaktif. Menurut Voeller (2004), ADHD merupakan gangguan yang sebagian besar disebabkan oleh faktor keturunan. Namun, ADHD juga dapat disebabkan oleh faktor eksternal, seperti lingkungan.

Dihimpun dari salah satu Ibu berinisial D yang memiliki anak (F) berkebutuhan khusus retardasi mental dan ADHD. Beliau menceritakan mengenai kondisi anaknya.

"Awalnya pada usia 2 tahun anak saya masih belum bisa jalan dan masih belum dapat dideteksi penyebabnya. Pada usia 3 tahun akhirnya bisa jalan namun masih belum sempurna. Setelah dilakukan pemeriksaan pada usia 6 tahun 10 bulan ternyata anak saya memiliki kelainan yaitu retardasi mental dan ADHD" 

Menurut Ibu D tantangan yang harus dihadapi dalam mengasuh anak dengan berkebutuhan khusus:

  1. Mental yang harus kuat, Ibu D mengatakan bahwa "awalnya saya ngedown cuman ini adalah pemberian dari Allah, jadi lambat laun saya sudah menerima dan harus memaksakan diri untuk mau menerima."
  2. Anak dengan kebutuhan khusus ini sulit untuk mengungkapkan keinginannya, sehingga anak akan sering tantrum. Sebagai orang tua kita harus memahami dan terus belajar untuk melihat apa yang dibutuhkan oleh anak.

Menurut penelitian yang dilaksanakan di Universitas Udayana tahun 2020, terdapat dua faktor yang memengaruhi peningkatan penyesuaian diri orang tua dengan anak ADHD, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Pada faktor internal, orang tua menganggap kondisi anak sebagai anugerah dari Tuhan, sedangkan faktor eksternal dapat berupa kerjasama dengan pasangan dalam mengasuh anak, terdapat perlakuan positif dari lingkungan sosial dan dukungan keluarga. Sejalan dengan itu, berbagai dukungan telah dirasakan oleh anak (F), berasal dari dari keluarga hingga teman-teman sekolahnya. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu D.

"...bentuk dukungan hingga perlindungan yang dilakukan teman sekolahnya adalah misal anak saya jajan sembarangan,  temannya langsung melarang dan mengambil jajanan tersebut."

Saat ini Ibu D menerima banyak dukungan, baik dari guru, keluarga pun teman-temannya. Berbagai dukungan tersebut mendorong tumbuh kembang anak dan secara tidak langsung menjadi sumber semangat bagi Ibu D  dalam mengasuh anaknya yang berkebutuhan khusus. 

Beberapa tips yang diberikan  Ibu D bagi para orang tua atau pengasuh dalam menghadapi anak dengan kebutuhan khusus retardasi mental dan ADHD antara lain:

  1. Sabar, kuatkan mental.
  2. Tidak boleh terlalu menuntut keinginan kita kepada anak.
  3. Harus banyak belajar, anak berkebutuhan khusus jangan disembunyikan namun kita harus banyak belajar dan mencari solusi terhadap tantangan dan masalah yang dihadapi dalam mengasuh anak berkebutuhan khusus.
  4. Saat kita ingin anak patuh, maka lihat terlebih dahulu mood anak, dekati dan jangan memaksakan.
  5. Banyak melakukan konsultasi dan sharing dengan orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus dan psikolog.

Namun demikian, adanya pandemi saat ini menjadi sebuah tantangan tersendiri karena pembelajaran kemandirian dan perkembangan sosial anak terhambat. Bersumber dari penelitian Sofyan (2018), strategi mindful parenting dasarakan sebagai upaya yang dapat dilakukan untuk orangtua dengan anak down syndrome maupun ADHD. Hal tersebut dilakukan untuk membangun komunikasi yang efektif dengan anak hingga terbentuk pengasuhan yang positif. 

Referensi:

Sofyan I. 2018. Mindful Parenting: Strategi Membangun Pengasuhan Positif Dalam Keluarga. Journal of Early Childhood Care and Education. 1 (2): 41-47

Desiningrum DR. 2016. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Psikosain

Kurniawan YI dan Dwiyatmika W. 2017. Aplikasi diagnosa retardasi mental pada anak.

Putri, I. A. D., & Budisetyani, I. G. A. P. (2020). Penyesuaian diri orangtua dengan anak yang mengalami gangguan ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder). Jurnal Psikologi Undayana,(2).

Voeller, K. K. (2004). Attention-deficit hyperactivity disorder (ADHD). Journal of child Neurology, 19(10), 798-814.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun