Retardasi Mental (RM) atau biasa disebut dengan keterbelakangan mental adalah suatu kelainan mental dimana tingkat kecerdasan berada di bawah rata-rata orang normal lainnya (umumnya IQ kurang dari 70) dan gangguan dalam keterampilan adaptif yang terjadi sebelum anak menginjak usia 18 tahun. Terjadinya retardasi mental dapat disebabkan karena adanya gangguan pada fase prenatal, perinatal maupun fase postnatal.Â
Anak yang menderita Retardasi Mental sulit beradaptasi dalam kehidupan sehari--hari karena kurangnya kemampuan mental dan keterampilan adaptif yang diperlukan dalam menjalankan kehidupan sehari--hari, seperti sulit dalam bersosialisasi bahkan sulit dalam merawat diri sendiri. Anak dengan retardasi mental dapat mempelajari suatu hal yang baru, akan tetapi prosesnya lebih lambat daripada anak normal lainnya.
Menurut Baihaqi dan Sugiarmin (2006) ADHD merupakan kepanjangan dari Attention Deficit Hyperactivity Disorder (Attention= perhatian, Deficit=berkurang, Hyperactivity= hiperaktif, dan Disorder= gangguan) jika diartikan dalam Bahasa Indonesia berarti gangguan pemusatan perhatian disertai hiperaktif. Menurut Voeller (2004), ADHD merupakan gangguan yang sebagian besar disebabkan oleh faktor keturunan. Namun, ADHD juga dapat disebabkan oleh faktor eksternal, seperti lingkungan.
Dihimpun dari salah satu Ibu berinisial D yang memiliki anak (F) berkebutuhan khusus retardasi mental dan ADHD. Beliau menceritakan mengenai kondisi anaknya.
"Awalnya pada usia 2 tahun anak saya masih belum bisa jalan dan masih belum dapat dideteksi penyebabnya. Pada usia 3 tahun akhirnya bisa jalan namun masih belum sempurna. Setelah dilakukan pemeriksaan pada usia 6 tahun 10 bulan ternyata anak saya memiliki kelainan yaitu retardasi mental dan ADHD"Â
Menurut Ibu D tantangan yang harus dihadapi dalam mengasuh anak dengan berkebutuhan khusus:
- Mental yang harus kuat, Ibu D mengatakan bahwa "awalnya saya ngedown cuman ini adalah pemberian dari Allah, jadi lambat laun saya sudah menerima dan harus memaksakan diri untuk mau menerima."
- Anak dengan kebutuhan khusus ini sulit untuk mengungkapkan keinginannya, sehingga anak akan sering tantrum. Sebagai orang tua kita harus memahami dan terus belajar untuk melihat apa yang dibutuhkan oleh anak.
Menurut penelitian yang dilaksanakan di Universitas Udayana tahun 2020, terdapat dua faktor yang memengaruhi peningkatan penyesuaian diri orang tua dengan anak ADHD, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Pada faktor internal, orang tua menganggap kondisi anak sebagai anugerah dari Tuhan, sedangkan faktor eksternal dapat berupa kerjasama dengan pasangan dalam mengasuh anak, terdapat perlakuan positif dari lingkungan sosial dan dukungan keluarga. Sejalan dengan itu, berbagai dukungan telah dirasakan oleh anak (F), berasal dari dari keluarga hingga teman-teman sekolahnya. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu D.
"...bentuk dukungan hingga perlindungan yang dilakukan teman sekolahnya adalah misal anak saya jajan sembarangan, Â temannya langsung melarang dan mengambil jajanan tersebut."
Saat ini Ibu D menerima banyak dukungan, baik dari guru, keluarga pun teman-temannya. Berbagai dukungan tersebut mendorong tumbuh kembang anak dan secara tidak langsung menjadi sumber semangat bagi Ibu D Â dalam mengasuh anaknya yang berkebutuhan khusus.Â
Beberapa tips yang diberikan  Ibu D bagi para orang tua atau pengasuh dalam menghadapi anak dengan kebutuhan khusus retardasi mental dan ADHD antara lain:
- Sabar, kuatkan mental.
- Tidak boleh terlalu menuntut keinginan kita kepada anak.
- Harus banyak belajar, anak berkebutuhan khusus jangan disembunyikan namun kita harus banyak belajar dan mencari solusi terhadap tantangan dan masalah yang dihadapi dalam mengasuh anak berkebutuhan khusus.
- Saat kita ingin anak patuh, maka lihat terlebih dahulu mood anak, dekati dan jangan memaksakan.
- Banyak melakukan konsultasi dan sharing dengan orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus dan psikolog.