Mohon tunggu...
Intan charisma
Intan charisma Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kata pereda rasa

Seorang ibu satu anak, yang masih berusaha untuk menjadi ibu yang baik.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Ketika Keadilan Tidak Bisa Didapatkan di Pengadilan

13 Februari 2020   16:39 Diperbarui: 13 Februari 2020   16:45 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini ditulis oleh kakak kandung saya,  Virda Mega Ayu atas kasus ketidak adilan yang didapatnya. 

---------

Based on true story...

Tulisan ini dibuat untuk sebagai pembelajaran.. bahwa tidak sepatutnya kita menjalin suatu kerjasama dengan berlandaskan rasa "kekeluargaan" karena itu tidak akan pernah terjadi.. sekalipun dengan orang terdekat, teman seperjuangan semasa kuliah.

Saya akan bercerita mengenai pengalaman buruk saya.

Kejadian ini dimulai pada desember 2015. Dimana salah satu mantan teman kuliah saya (Ian) dahulu menghubungi saya dan berdiskusi tentang suatu bisnis. Niatannya untuk melakukan investasi. Dan bertanya untuk mencoba investasi di usaha milik saya. Namun saya katakan tidak butuh dukungan dana investor, dan Ian bertanya, apakah saya ada link yang membutuhkan seorang investor.

Saya kemudian ingat dengan bisnis kecil milik tetangga saya, dan kebetulan saya pun ikut menjadi investor disana. Dan saya sampaikan ketahuan saya ini kepada Ian. Ternyata Ian tertarik dengan benefit yang didapatkan. Dengan beberapa percakapan akhirnya ian menaruh modal kepada saya namun dia menumpang nama saya. Karena dia penuh dengan rasa ketakutan karena khawatir tertipu dengan si empunya usaha. Awalnya saya tolak, namun dia merayu agar mau membantunya dengan menerima investnya dengan menggunakan nama saya. Dan dia pun meminta saya untuk membuat surat perjanjian antara saya dengan ian dan itu saya tanda tangani diatas materai. Surat inilah yang kemudian menjadi malapetaka untuk hidup saya sampai detik ini..

Jujur ini suatu pembodohan, mungkin harusnya saya jauh lebih waspada daripada itu. Namun saya sama sekali tidak menaruh pikiran jahat dari teman saya si Ian ini. Karena kami kenal sudah cukup lama, sedari masa kuliah dulu. Kami satu Angkatan dan Ian pun sering berkunjung kerumah saya sudah sedekat itu. Makanya saya tak ada pikiran buruk sekalipun kepada Ian.

Awalnya Ian memberikan uangnya sebesar Rp. 90.000.000 dan kemudian Ian menaruh kembali pada Maret 2016 sebesar Rp. 60.000.000 dan kembali menaruh uang modal di bulan April 2016 sebesar Rp. 50.000.000. dan ternyata belum cukup puas juga akhirnya ian menaruh kembali penambahan modal investasi sebesar Rp 50.000.000 dan saat itu total uang modal yang dimiliki Ian adalah Rp. 250.000.000,-

Saat itu Ian tidak jujur komposisi uang Rp. 250.000.000 juta itu uang siapa. Karena saya Taunya itu milik ian sepenuhnya.

Beberapa bulan berlalu semuanya berjalan dengan lancar. Semua uang yang dititipkan Ian yang telah langsung saya sampaikan kepada di pemilik usahanya. Dan pada setiap bulannya si pemilik usaha ini menitipkan uang bagi hasil kepada saya dan saya transfer kembali kepada ian. Saya hanya sebagai perantara diantara ian dan sipemilik usaha. Dan setiap bulannya ian memberikan fee untuk saya transfer ke bank sebesar Rp. 200.000,- .

Kerjasama investasi ini ditandatangani dengan 2 surat perjanjian. Masing-masing surat ini memiliki masa perjanjian 1 tahun. Dan sampai pada akhirnya, saya mendapatkan kendala. Si pemilik usaha tersebut yaitu Agus Nurjamil. Ternyata jatuh sakit. Entah itu benar atau suatu alasan. Itu menjadi suatu alasan dia tidak bisa memenuhi bagi hasil seperti biasanya. Dan dimulai sejak saat itu saya sudah mulai menutupi uang bagi hasil saya kepada Ian.

Saat itu komunikasi saya dengan Ian masih baik, dan sempat dia jujur ke saya bahwa ternyata uang Rp. 250.000.000 itu bukan lah hanya miliknya, tetapi ada milik keluarga besarnya. Ada uang bapak, kakak, saudara dan ada 1 saudara yang dikampung. Ian mengaku menjadikan ini ladang bisnisnya. Dari keuntungan 6% yang diterima, Ian memberikan setengahnya keuntungan kepada keluarganya.

Jadi Ian mengaku mengambil keuntungan dari para keluarganya dan saya pun baru sadar kalau ternyata Ian ini menumbalkan saya selama ini dengan surat perjanjian itu dan dia mengambil keuntungan semata.

Sampai pada suatu hari Naas. Malapetaka bagi hidup saya. Agus nurjamil kabur dari tempat usahanya. Seketika hari itu saya sudah kehilangan akal sehat saya.. yang saya pikirkan adalah... sampai saat itu semua tabungan saya telah saya investasikan kepada Agus dan juga uang titipan Ian.. ya Allah bagaimana menjelaskan semuanya.. sementara Ian ada surat perjanjian dengan saya. Dan licknya Ian tidak pernah mau bertemu dengan Agus sama sekali. Jadi pointnya itu terhenti di saya.

Saat itu saya sedang hamil usia 4 bulan. Pikiran saya sudah tidak karuan.. dan akhirnya saya memberanikan diri menghubungi Ian, memintanya datang kerumah saya. Namun Ian ketakutan jika mesti kerumah saya karena pikirnya dia takut merasa dikeroyok disana. Padahal saya mau memperlihatkan kenyataan yang ada. Rumah yang ditempati Agus yang menjadi tempat usahanya itu telah kosong. Barang-barang berharga pun sudah tidak ada. Namun Ian tidak mau, dia meminta kami bertemu diluar. Akhirnya kami janjian di suatu mall di daerah Jakarta timur.

Sampai bertemu disana saya mengutarakan keadaan yang sebenarnya bahwa rumah itu telah kosong, si Agus telah melarikan diri dan tidak dapat dihubungi. Seketika ian terlihat bingung. Dan kakaknya pun terlihat geram. Sampai mereka menekan saya dengan membawa surat perjanjian kami. "Pokoknya gue gak mau tau, gue sesuai isi surat perjanjian ini aja, jadi lo yang harus bertanggung jawab.."

Entah apa saat itu yang saya rasakan.. saya telah tertipu. Uang saya dibawa kabur orang dan saya harus menanggung beban tanggung jawab uang teman saya yang tertulis di surat perjanjian.

Ian dan keluarganya terus mengintimidasi saya. Menekan saya dan sementara keadaan saya sedang tidak stabil. Sampai akhirnya dia bilang bahwa menunggu itikad baik saya dan akan berdiskusi kembali di minggu depan. Saat ingin pulang saya mendadak kehilangan keseimbangan. Saya terjatuh dan perut saya sempat terbentur meja caf disana. Dan saya jatuh pingsan. Saya tidak sadarkan diri saat itu. Sesadarnya saya, saya telah berada di rumah. Dan dari cerita keluarga saya, trnyata Ian dan keluarga sempat melihat saya jatuh namun mereka tidak menghiraukan. Ya Allah, segitunya kah teman saya, yang tidak saya sangka-sangka.. karena uang mereka seperti tidak mempunyai hati manusia.

Perasaan saya makin tidak karuan, karena setelah kejadian itu saya mengalami pendarahan. Perut saya sakit dan terasa seperti kontraksi. Saya saat itu nyaris kehilangan bayi saya. Stress dan tekanan yang saya alami ini membuat saya seperti ini. Entah apalagi yang harus saya lakukan, saat itu saya sudah tidak mempunyai apa-apalagi , terlebih lagi tabungan saya sudah ludes semua.

Satu minggu berlalu, saya menemui ian dan keluarganya, kemudian saya utarakan . bahwa saya akan bertanggung jawab namun sesuai dengan kesanggupan saya. Saya mengajukan bahwa nilai yang akan saya tanggung adalah modal -- bagi hasil yang diterima. Bagi hasil dari investasi yang didapat sebesar Rp. 97.200.000,- yaitu sebesar Rp. 152.800.000,-. Namun saya mengajukan bahwa saya akan membayarkan ini dengan sistem cicil. Setiap bulannya dengan besaran yang tidak memberatkan saya, yaitu Rp. 500.000,- per bulan.

Saat itu kakak ian kaget. Dia pun baru tau jika ternyata adiknya telah menerima uang sebesar Rp. 97.200.000,- dan ternyata kakaknya pun baru tau jika Ian selama ini mengambil keuntungan dari keluarganya sendiri. Karena uang itu adalah uang banyak orang dari keluarga besar ian. Mengenai nomilan Rp.500.000,- yang saya ajukan itu sepertinya ada keberatan dari mereka. Namun apalagi yang harus saya lakukan. Saat itu posisi saya sedang mengandung, saya tidak bekerja dan uang saya pun ludes dibawa kabur Agus. Dan pertemuan itu berakhir dengan putusan diterima tidaknya pengajuan yang saya ajukan itu nantinya akan dikabari kesaya.

Beberapa hari berlalu, ada kabar dari Ian. Dia menyampaikan jika ternyata keluarga besarnya keberatan dnegan nominal yang saya ajukan. Saya sudah duga dari awal, namun saya harus bagaimana lagi, saat itu saya tidak mempunyai upaya apa-apa. Itu suatu bentuk tanggung jawab saya akan uang yang tidak pernah saya makan sama sekali.

Sejak hari itu, ternyata keluarga besar Ian membawa masalah ini ke ranah hukum, dia menyewa pengacara untuk mengurusi masalah ini. Saya mendapatkan surat undangan klarifikasi ke kantor pengacara yang disewa keluarga besar Ian. Pada tanggal 10 mei 2017 saya mendapatkan undangan dalam rangka Klarifikasi kepada saya untuk menjelaskan penjelasan terkait presentasi bagi hasil yang telah di perjanjikan. Saya diminta menjelaskan kronologis ceritanya. Sampai akhirnya saya diminta untuk menaikkan nominal kesanggupan saya, tapi tidak bisa saya penuhi, karena memang hanya segitu kemampuan saya saat itu. Sampai akhirnya bulan berikutnya selama 2 bulan mereka melayangkan surat somasi kepada saya.

Dan sampai pada 20 April 2018 saya mendapatkan surat pemberitahuan mengenai pemberitahuan wanprestasi yang saya lakukan menurut mereka. Dalam arti kata, mereka mau meneruskan masalah ini ke ranah pengadilan. Saya hanya bisa pasrah saat itu, karena tidak mampu apa-apa dengan tidak memilikinya saya saat itu. Anak yang dulu berada didalam kandungan saya telah lahir saat ini sudah berusia 8 bulan. Saya selalu merasa bersalah dengan anak saya ini, karena semasa saya hamil saya tidak selalu memperhatikan kondisi perkembangan anak saya, karena pikiran saya terkuras dengan pikiran masalah saya dengan ian.
Sampai pada akhirnya, pada tanggal 11 Juli 2018 saya menghadiri sidang pertama saya. Ini pertama kalinya saya menginjakkan kaki di pengadilan. Sidang ini adalah sidang penunjukan hakim mediasi.

Dan pada tanggal 19 Juli 2018 saya mengahadiri sidang mediasi dengan pihak keluarga ian serta beberapa pendamping pengacaranya. Sebelum berkas naik ke meja persidangan, semua pihak yang berperkara akan masuk ke tahap mediasi terlebih dahulu, jika dapat diselesaikan dengan cara kekeluargaan maka berkas tidak akan naik ke meja persidangan dan begitupula sebaliknya. Namun ternyata saya dan pihak ian tidak menemukan titik terang dari suatu mediasi yang dilakukan. Ian menuding saya, mengatakan bahwa semua ini salah saya dan saya harus bertanggung jawab akan hal ini.

Dan karena itu saya harus melewati sidang demi sidang ini sendiri. Menghadapi hakim, jaksa, dan para pengacara ian. Satu persatu dokumen peradilan saya susun sndiri. Mulai dari eksepsi, duplik, kesimpulan, bukti-bukti persidangan, kesaksian saksi. Semua saya susun dan saya buat sendiri. Karena saya tidak mampu membayar pengacara. Sempat saya ingin menggunakan jasa LBH, namun tidak focus membantu dan terakhir saya terkesan mengejar orang LBH tersebut dan saya akhirnya mengurungkan niat saya. Saya menjalankan semua sidang sedari 1 Agustus 2018 sampai dengan 31 Oktober 2018 adalah dimana hari pembacaan putusan yang dibacakan oleh hakim.

31 Oktober 2018, hari ini, hari yang entah mungkin saya tunggu-tunggu atau saya takuti. Karena saya tidak tau lagi apa yang harus saya lakukan. Dengan harapan Allah mau mendengar doa-doa saya selama ini. Dengan harapan bukti-bukti yang saya lampirkan dapat menjadi bahan pertimbangan hakim. Dengan harapan ketidak mampuan saya untuk membayar pengacara ini dapat mengetuk hati sang hakim karena saya maju seorang diri.

Ternyata saya salah, Allah menyuruh saya untuk lebih bersabar, karena apa yang saya utarakan dan lampirkan secara apa adanya tidak mempengaruhi kenyataan yang harus saya terima. Saya dinyatakan kalah,.. saya harus membayar tuntutan yang semula diajukan oleh pengacara ian sebesar Rp.700.000.000 menjadi Rp. 352.768.000.

Saat itu air mata saya tidak dapat keluar, kering sudah rasanya.. hari yang ditunggu-tunggu ini ternyata seperti ini. Dan saya mencoba upaya hukum lain, yaitu banding ke tingkat PT (Pengadilan Tinggi).

7 November 2018 permohonan banding ini saya buat dengan melampirkan memori banding. Saya mengajukan keberatan akan putusan dari Pengadilan Negeri dan meminta untuk Pengadilan Tinggi memeriksa kembali. Bulan berbulan saya tunggu putusan dari banding saya ini. Saya sempatkan untuk berkala ke pengadilan. Namun selalu dikatakan belum oleh petugas. Dan petugas blg, jangan khawatir, jika sudah ada pasti akan dikabari ke alamat domisili saya.

Namun ternyata, saya baru tahu hari selasa, 21 Januari 2020 lalu. Pengacara Ian SMS ke saya, menanyakan apakah saya telah menerima surat putusan banding dari pengadilan. Saat itu kondisi saya sedang menjaga ibu saya yang sakit dirumah sakit. Tapi saya sempatkan untuk kepengadilan sebentar karena saya sangat menunggu-nunggu kabar ini. Berharap akan ada keajaiban untuk saya kali ini. Namun hasilnya nihil, saya ke pengadilan tidak dapat mendapatkan berkas maupun relas banding saya. Akhirnya saya meminta nomer HP yang memegang berkas saya.

Setelah hari itu saya tidak kembali lagi ke pengadilan. Karena harus merawat orang tua saya yang masih sedang sakit. Dan sampai seminggu berlalu, ibunda saya dipanggil oleh yang kuasa. Mama saya meninggal dunia karena riwayat sakit gula darahnya yang sempat tinggi saat itu. Hidup saya sedang tidak karuan saat itu. Saya tidak focus memikirkan pengadilan. 

Sampai pada tanggal 5 Februari 2020. Saya mendapat telpon dari Pengadilan Negeri. Juru sita penggantinya menelpon saya dan bilang kalau putusan saya sudah dapat diambil. Segera saya kesana siang itu juga. Dan terkejut bukan main saat saya tau. Bahwa putusan banding saya itu ternyata sudah keluar sejak tanggal 5 September 2019. Bagaimana bisa saya tidak tau menau perihal ini. Tidak ada pesan kesaya, tidak ada kabar berita kerumah. Dan saya mengetahui ini setelah 5 bulan berlalu.

Menurut juru sita pengganti, dia sudah menjalankan relas itu kerumah saya da pada tangga 5 september 2020 itu posisi rumah saya itu kosong. Tertulis di keterangan relas, bahwa kurir PN bertemu dengan tetangga saya yang bernama Reza. (padahal disana tidak ada orang yang bernama Reza). Reza mengatakan rumah itu kosong dan tidak ada orang. Sehingga menurut Pasal 390 ayat (1) jika yang bersangkutan tidak ada dirumah maka relas ini akan diteruskan ke pihak kelurahan.

Dan saya baru sadar, 5 bulan ini terbuang sia-sia.. upaya hukum saya telah habis.. yang seharusnya saya dapat mengajukan kasasi tapi tidak dapat saya lakukan. Dan jika saya mau lanjut ke Peninjauan Kembali (PK) harus memiliki bukti baru dan tidak bisa lebih dari 150hr setelah itu.

Bagaimana bisa saya mengajukan upaya hukum, saya merasa ini tidak adil. Saya dianggap kalah atas dosa yang saya tidak perbuat dan putusan tidak pernah disampaikan ke saya padahal itu sudah 5 bulan berlalu. Kesempatan upaya hukum saya lewat begitu saja karena surat putusa itu telat sampai ke saya.
Apa orang yang tidak beruang tidak mempunyai kesempatan yang sama di mata hukum? Apakah sejahat itu hukum di Indonesia. Membutakan mata dan melenyapkan kesempatan bagi orang-orang yang buta akan hukum. Saya merasa ketidak adilan. Bagaimana bisa saya tidak mendapatkan kesempatan membela diri saya sndiri dengan waktu yang terlewatkan begitu saja tanpa saya tau.

Dan saat ini, saya yang harus dan mau tidak mau harus membayar atas dosa yang tidak saya lakukan.. belum cukup kuat hati saya dengan kepergian mama saya, dan saat ini harus menghadapi cobaan lain lagi. Ya allah.. hamba ikhlas dengan segala cobaan MU jika engkau pandang aku sekuat itu... namun hamba masih berat untuk menerima kenyataan bertubi-tubi ini..

Apa yang harus saya lalukan lagi, Sudah tiada arti.. Saya sangat kecewa dengan hukum di Indonesia terutama para pihak-pihak yang terlibat yang mengurus kasus saya. Semoga kalian dapat mempertanggung jawabkan dengan keadilan yang kalian berikan kepada saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun