Oleh :
Komang Intan Permatasari (Mahasiswa Prodi S2 Ilmu Manajemen Universitas Pendidikan Ganesha)
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 Tahun 2022 yang digelar di Bali selama dua hari pada 15 -- 16 November 2022, telah ditutup secara resmi oleh Presiden Joko Widodo. Sebagai presidensi G20 Indonesia telah mengupayakan berbagai solusi terbaik ditengah gempuran tantangan baru.
Presiden Joko Widodo bersyukur bahwa G20 Indonesia telah menghasilkan sebuah dokumen berupa Deklarasi Para Pemimpin G20 Bali. Bali ditunjuk sebagai salah satu tempat perhelatan KTT G20 Bali dengan tujuan optimis untuk memanfaatkan berbagai peluang dari gelaran tersebut. Terutama untuk memacu kembali pergerakan ekonomi masyarakat usai dihantam pandemi Covid-19.
Presiden Joko Widodo meminta maaf kepada masyarakat Bali utamanya, karena pelaksanaan KTT G20 dianggap mengganggu rutinitas masyarakat.Â
Namun sebaliknya, di media sosial tersebar beberapa video menarik terkait fenomena yang terjadi ditengah macetnya  jalan raya Bali akibat presidensi G20 yang melintas. Kemacetan panjang yang terjadi selama lebih dari 2 jam, bukannya menyulut emosi masyarakat Bali seperti yang diduga akan terjadi melainkan menjadi ajang menyama braya bagi pengguna jalan raya.Â
Daripada membunyikan klakson dan menyulut api kemarahan pengguna kendaraan bermotor, masyarakat Bali yang terjebak macet memilih untuk "nongkrong" dilokasi macet. Ada yang "mabar" Mobile Legend dengan orang tidak dikenal, ada pula pengguna mobil yang keluar dan saling berbincang dengan pengendara lain, dan yang paling menarik ada pengendara yang memperbaiki wiper mobilnya.
Spirit menyama braya yang sudah tertanam di dalam budaya masyarakat Bali sejak dulu, menjadi kekuatan utama masyarakat menghadapi situasi seperti ini. Masyarakat Bali sudah terbiasa dengan banyaknya upacara keagamaan Bali yang berlangsung di jalan sehingga tak terlihat raut kemarahan di wajah para pengendara saat terjebak macet akibat perhelatan KTT G20 Bali.Â
Sikap masyarakat Bali ini menuai pujian dari masyarakat diluar Bali karena sangat berbeda dari dugaan mereka tentang kemacetan yang terjadi akibat KTT G20.
Menyama Braya adalah konsep ideal hidup bermasyarakat di Bali yang bersumber dari sistem nilai budaya dan adat istiadat masyarakat Bali untuk dapat hidup rukun. Menyama braya adalah pelindung kerukunan hidup/integrasi masyarakat dari ancaman disintegrasi.Â
Pemahaman masyarakat Bali ini, tentu tidak terlepas dari filosofi dasar yang menjiwai kehidupan sosial masyarakat Bali yakni "Tri Hita Karana", yang diimplementasikan melalui Parahyangan (aktivitas religious masyarakat Bali dalam mewujudkan baktinya kepada Tuhan", Pawongan (menjalin keharmonisan hubungan sesama dalam ikatan sosial dan Palemahan "menjalin hubungan harmonis antara manusia dengan lingkungannya".Â
Menyama braya sebagai bagian dari Pawongan menjaga keharmonisan hubungan sesama masyarakat Bali dalam ikatan sosial. Dari menyama braya juga tumbuh sikap toleransi masyarakat Bali yang tinggi, bukan hanya kepada sesama warga Bali namun juga masyarakat luar Bali yang datang.
Presiden Amerika Serikat, Joe Biden pun mengaku tidak ingin pulang ke Amerika karena merasa Bali adalah rumah.Â
Tidak perlu takut privasinya terganggu, Biden bebas berjalan-jalan di pantai sendirian dan merasa nyaman dengan lingkungan di Bali. Budaya hidup bermasyarakat di Bali, spirit menyama braya inilah yang menciptakan, menjaga dan memelihara suasana kebersamaan, persaudaraan, sehingga perhelatan KTT G20 berlangsung dengan lancar, tertib dan sukses!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H