Pengiriman tenaga kerja Indonesia keluar negeri telah menjadi fenomena lumrah dinegeri ini. Bahkan tiap tahunnya jumlah TKI yang berangkat keluar negeri mengalami grafik kenaikan yang signifikan. Ironisnya, pengiriman TKI tidak distop meskipun tindak kekerasan terhadap pekerja Indonesia sering terjadi.
Ada yang wajahnya disirami dengan air keras, dipukuli hingga memar, bahkan ada yang pulang kekampung halaman tanpa nyawa. Ditambah lagi dengan jumlah pengangguran yang setiap tahunnya belum ada tanda-tanda mengalami penurunan. Berpendidikan tinggi sekalipun belum menjamin mendapatkan lapangan pekerjaan. Jumlah pengangguran terdidik di Indonesia setiap tahun terus bertambah, seiring dengan diwisudanya sarjana baru lulusan berbagai perguruan tinggi.
Dalam perkembangannya, data Biro Pusat Statistik menyebutkan jumlah sarjana pada Februari 2007 sebanyak 409.900 orang. Jika setiap tahun mengalami kenaikan, bisa dibayangkan berapa jumlah pengangguran terdidik yang ada di Indonesia 10 tahun berikutnya. Berpijak dari fenomena di atas, pendidikan kewirausahaan adalah langkah menuju bangsa mandiri dan betul-betul merdeka disegala aspek, tidak tergantung dengan negara lain.
Kewirausahaan adalah jalan alternatif sekaligus preventif dalam menghadapi tantangan global yang sudah pasti diisi persaingan yang super ketat. Pendidikan kewirausahaan bermakna sebagai disiplin ilmu yang memberi ruang kreatifitas dan inovatif seluas-luasnya bagi peserta didik sebagai wujud dari kaderisasi untuk mengurangi atau meniadakan karakter ketergantungan bangsa ini kepada bangsa lain.
Islam tidak memberikan penjelasan secara eksplisit terkait tentang kewirausahaan, namun diantara keduanya mempunyai kaitan yang cukup erat, memiliki ruh dan jiwa yang sangat dekat meskipun bahasa teknis yang digunakan berbeda. Dalam Islam digunakan istilah kerja keras, kemandirian (biyadihi). Terdapat beberapa ayat al-Qur’an maupun hadist yang dapat menjadi rujukan pesan tentang semangat kerja keras dan kemandirian, seperti
“sesungguhnya bekerja mencari rizki yang halal itu merupakan kewajiban setelah ibadah fardu” (HR. Tabrani dan Baihaqi)
“bekerjalah kamu, maka Allah dan orang-orang yang beriman akan melihat pekerjaan kamu” (Q.S. At-Taubah :105)
Nash ini jelas memberikan isyarat agar manusia bekerja keras dan hidup mandiri. Bekerja keras merupakan esensi dari kewirausahaan. Dalam sejarahnya Nabi Muhammad, istrinya dan sebagian besar sahabatnya adalah para pedagang dan entrepe mancanegara yang pawai. Beliau adalah praktisi ekonomi dan sosok tauladan bagi umat. Oleh karena itu, sebenarnya tidaklah asing jika dikatakan bahwa mental entrepreneurship inheren dengan jiwa umat islam itu sendiri.
Pekerjaan berdagang mendapat tempat terhormat dalam ajaran islam, seperti disabdakan Rasul :
“mata pencarian apakah yang paling baik, ya Rasulullah? Jawab beliau; ialah seseorang yang bekerja dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang bersih”. (HR.Al-Bazzar). Oleh karena itu, ruang untuk kreatif dan inovatif harus dibuka seluas-luasnya. Hal lain yang tak kalah penting adalah karakter pantang menyerah, berani mengambil resiko serta supel, gampang beradaptasi. Sehingga pengimplementasian kewirauahaan tidak hanya dalam bidang dan pelajaran ekonomi, melainkan dalam semu bidang.
Manfaat yang bisa didapat dan lebih spesifik, adalah orientasi ekonomi. Yang dimaksud adalah mendongkrak jumlah wirausaha yang ada di Indonesia yang pada saat ini masih kurang dari standar dan kalah jauh dari negara tetangga, dan juga memberi manfaat kepada orang lain dan sekitarnya. Seperti meminimalisir jumlah pengangguran dengan munculnya lapangan pekerjaan yang baru. Manfaat kepada diri sendiri adalah tidak terkukung oleh waktu. Kapanpun seorang wirausaha dapat bekerja. Tidak harus setiap hari, bisa seminggu sekali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H