Menulis cerita fiksi tidaklah mudah seperti yang dibayangkan. Menulis cerita membutuhkan kreativitas dalam mengolah ide serta kekonsistenan dalam mengembangkan ide dan kerangka cerita. Tetapi yang terjadi dalam paradigma masyarakat justru sebaliknya. Kebanyakan masyarakat memandang bahwa menulis adalah hal yang terlalu mudah, dan ditambah embel-embel bahwa menulis cerita fiksi merupakan kegiatan yang tidak berfaedah atau hanya membuang waktu.
Citra menulis yang seperti ini tentu dapat diubah dengan menciptakan tulisan/ cerita yang memiliki kualitas yang baik. Pertanyaannya bagaimana menghasilkan kualitas tulisan/ cerita yang baik? Jawabannya hanya satu, yakni memaksa diri untuk lebih banyak berlatih dan mengeksplor tulisan-tulisan yang dihasilkan, mulai dari awal menulis, tahap berlatih, hingga kita “sebagai penulis” benar-benar sadar letak kekurangan tulisan kita. Terkait hal ini, pendapat orang lain sangat diperlukan dalam menilai karya tulisan/ cerita yang kita tulis.
Pada dasarnya, penulis hebat tidak lahir begitu saja. Ia dibentuk dengan banyak hal, seperti penolakan, kritikan, celaan, dan lain sebagainya. Segala bentuk rintangan itulah yang kemudian menjadikan seorang penulis menghasilkan tulisan-tulisan yang tidak hanya bagus, tapi juga baik dari segi tata bahasa dan gaya penulisannya. Pertanyaan kedua yang sering muncul ketika membahas tentang penulis atau dunia kepenulisan adalah perihal ide.
Banyak orang yang menyerah atau malah menolak jika disuruh menulis dengan alasan kesulitan untuk mendapatkan ide. Nyatanya, mendapatkan ide atau inspirasi tidaklah sulit. Di tangan orang kreatif, apapun dapat menjadi ide. Dalam konteks ini, berarti dapat dikatakan bahwa yang menjadi masalah sebenarnya bukanlah menemukan ide/ inspirasi, tapi bagaimana cara mengolah suatu ide-ide yang telah ditemukan menjadi sebuah tulisan.
Buku Cara Menulis Cerita yang ditulis oleh Prof. Dr. Wahyudi Siswanto, M.Pd menyajikan formula-formula menulis bagi para penulis pemula. Buku ini dibagi dalam 12 bab yang mengupas bagaimana seorang penulis harus memulai tulisan, mulai dari ajakan dan motivasi menulis yang diuraikan pada bab pertama, hingga cara mengakhiri cerita yang dibahas pada bab terakhir. Menurut Siswanto, sebelum menulis, ada baiknya seseorang memiliki bekal menulis, yakni komponen/ alat yang digunakan untuk menulis, bisa kertas, atau laptop.
Bekal menulis tidak hanya berupa alat saja, melainkan juga pemikiran-pemikiran positif yang beasal dari dalam diri calon penulis, yakni kemauan, kepekaan, pengetahuan, kreativitas, serta kecerdasan dan keikhlasan yang dibarengi dengan kerja keras sehingga menghasilkan suatu tulisan yang tuntas. Jangan salah, menjadi seorang penulis juga harus memiliki pengetahuan dan kecerdasan yang mumpuni, minimal ia tahu persis atau ahli di bidang yang sedang ditulisnya, bukan hanya menulis ngalor-ngidul tapi minim makna dan amanat.
Cerita yang baik, pasti mengandung amanat, baik secara tersirat, maupun tersurat yang bisa mempengaruhi pemikiran pembacanya. Seperti yang ceritakan Siswanto dalam buku ini tentang pengalamannya bertemu dengan pemuda pecandu obat-obatan terlarang yang memilih insyaf setelah membaca novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Melalui pertemuannya dengan pemuda tersebut, mendorongnya untuk membaca novel Laskar Pelangi. Benar saja, setelah membaca novel tersebut, Siswanto menjadi takut menyembah selain Allah, lebih peduli memperjuangkan pendidikan untuk bangsa Indonesia, lebih setia kawan, mencoba lebih jujur, dan melakukan hal-hal positif lainnya (hlm. 32)
Selain amanat, hal yang perlu diperhatikan ketika menulis cerita adalah alur. Mari berpikir, mengapa dua buah cerita yang memiliki pokok bahasan yang sama, bisa jadi salah satu cerita sangat menarik, dan satunya lagi terkesan biasa saja? Hal ini bisa terjadi karena susunan cerita itu: dari mana cerita dimulai, dilanjutkan cerita lain, dan bagaimana cerita itu diakhiri, adakah konflik, kejutan, teka-teki, serta hal-hal yang membuat pembaca bertanya-tanya dalam cerita itu (hlm. 39).
Kemudian, perihal jenis-jenis memulai cerita disampaikan lengkap dalam buku ini. Sejatinya, memulai cerita tidaklah melulu diawali dengan sebuah deskripsi, justru cerita-cerita yang bagus dan menarik biasanya cenderung diawali dengan kalimat tanya, dialog, keluhan, dan andaian, bahkan puisi dan syair lagu yang dapat menggoda dan membuat pembaca penasaran akan lanjutan ceritanya. Sejalan dengan pernyataan dalam buku ini, pertama begitu menggoda, selanjutnya terserah Anda (hlm 68).
Buku ini cocok bagi penulis pemula di luar sana, yang ingin menulis tapi bingung bagaimana cara memulainya. Tak hanya itu, bahasan perihal tema, amanat, alur, cara mengembangkan tokoh dan watak, dialog, latar, sudut pandang, gaya bahasa, gaya penceritaan, serta cara mengakhiri cerita yang dibahas secara gamblang, ditambah dengan tugas pemanasan pada setiap bab membuat buku ini menarik untuk dibaca dan sekaligus sebagai upaya melatih kemampuan dan memperbaiki tulisan. Terakhir, jangan patah semangat dalam menulis, selalu mencoba, memperbaiki, dan mengeksplor diri.
Identitas Naskah
Judul: Cara Menulis Cerita
Penulis: Prof. Dr. Wahyudi Siswanto, M.Pd.
Penerbit: Beranda
Tahun: 2020
ISBN: 978-602-5328-17-6
Tebal; Ukuran: xii + 210 hlm 14 cm x 21 cm
Harga P. Jawa: Rp. 78.000
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H