Mohon tunggu...
intan rahmadewi
intan rahmadewi Mohon Tunggu... Wiraswasta - bisnis woman

seorang yang sangat menyukai fashion

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Keseimbangan Berdakwah Menuju Harmoni

14 Desember 2024   13:24 Diperbarui: 14 Desember 2024   13:24 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Negara kita dikenal sebagai negara demokrasi. Apalagi sejak era reformasi 1998, banyak hal yang berubah di negara kita dimana kebebasan berpendapat dan mengemukakan pendapat dijamin Undang-Undang. Karena itu di banyak bidang, keterbukaan sering menjadi concern banyak orang.

Tidak saja di bidang media, dimana akhirnya banyak sekali media yang ada dan berkembang. Namun juga pemuka agama sebut saja dai atau pendakwah, bisa kita jumpai di banyak komunitas dari online maupun offline.

Banyak kanal milik pendakwah yang memiliki ribuan bahkan jutaan pengikut.  Tak saja online, mereka mendakwah juga secara offline. Mereka datang berdakwah di kumpulan ibu-ibu, atau pengajian-pengajian eksklusif. Diantara para pendakwah itu, ada yang disukai karena membawakan kajian soal agama dengan gaya humoris. Atau dengan tekanan-tekanan tertentu, suaranya meliuk-liuk, sehingga banyak punya penggemar.

Di satu sisi mereka dipuja karena gaya dakwahnya yang unik, lucu dan menghibur, namun di sisi lain ada pendakwah yang disukai diketahui tanpa menguasai ilmu agama. Bahkan ada beberapa aduan dari masyarakat kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengatakan bahwa mereka meragukan kualitas sejumlah pendakwah yang sering muncul di ruang publik. Karena menurut mereka (masyarakat yang mengadukan itu) mereka tidak tepat dalam menjelaskan agama. Namun karena lucu dan "ngartis" mereka muncul terus di media sosial dan diundang ke mana mana.

Karena itu beberapa tahun lalu MUI dan beberapa instansi pemerintah mengusulkan untuk memberikan sertifikasi kepada pendakwah. Bukan untuk membatasi apa yang dilakukan oleh pendakwah, namun memberikan standar mutu seorang penceramah yang akan menyebarkan ajaran agama kepada masyarakat.

Selain memberi standar mutu, sertifikasi pendakwah juga akan cenderung mencegah penyebaran gagasan radikal (cenderung kemudian mendorong terorisme) dan liberal yang akan disuarakan oleh pendakwah kepada masyarakat. Juga penyebaran kebencian karena perbedaan agama atau perbedaan pendapat. Seperti kita ingat saat Pilkada Jakarta 2017 lalu kemudian Pilpres 2019 lalu, banyak pendakwah yang mendorong masyarakat menyuarakan kebencian, sehingga keterbelahan di masyarakat tidak terhindarkan. Sudah banyak negara yang melakukan sertifikasi penakwah, diantaranya Singapura, Malaysia, Brunei, Turki dan beberapa lainnya.

Perlu diketahui sertifikasi bukan untuk membatasi, namun untuk mencapai keseimbangan dalam menytebarkan agama . tidak ekstrem kanan, tidak ekstrem kiri. Tidak pula radikal juga tidak liberal. Dengan begitu kita bisa menjaga esensi ajaran agama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun