Mohon tunggu...
intan rahmadewi
intan rahmadewi Mohon Tunggu... Wiraswasta - bisnis woman

seorang yang sangat menyukai fashion

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jangan Rusak Perjodohan Kita

9 Februari 2024   21:39 Diperbarui: 9 Februari 2024   21:42 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Anda pasti pernah mendengar  ungkapan-ungkapan soal perjodohan atau jodoh. Ungkapan-ungkapan itu kurang lebih bermakna bagaimanapun berbedanya dua orang atau jauhnya dua orang, jika itu jodohnya, maka tak akan lari kemana. Mereka akan bersatu.

Ungkapan itu sebenarnya bukan saja soal perjodohan antara dua orang yang akan menjadi suami istri, namun juga soal kebagsaan. Jika kita lihat lebih dalam, Indonesia punya factor internal perbedaan yang sangat luar biasa banyaknya. Mulai dari perbedaan bahasa, perbedaan budaya, perbedaan warna kulit, perbedaan keyakinan. Kita juga punya rentang wilayah yang cukup lebar yang menyebabkan perbedaan lebih kompleks lagi.

Namun Sejarah dan perjuangan para pendahulu kita menyebabkan kita bisa bersatu sebagai sebuah bangsa karena sama-sama pernah merasakan penjajahan yang sangat menyengsarakan kita semua. Karena itu, ungkapan soal perjodohan untuk Indonesia, amat cocok di sini.

Kemudian kita memulai perjalanan sebagai sebuah bangsa yang bersatu atas wilayah Indonesia dari sabang sampai Merauke. Kehidupan kebangsaan kita cukup baik, diwarnai dengan berbagai perkembangan , wajar sebagai bangsa ytang baru Merdeka.

Namun kemudian tipe kepemimpinan berubah. Dari Soekarno yang menjejakkan Demokrasi terpinpin kemudian beralih kepada Soeharto yang menjejakkan kepada masyarakat era baru yang dinamakan orde baru. Era ini didominasi oleh pengaruh militer sehingga pada saat akhir, masyarakat terkesan tertekan oleh dominasi militer itu. Lalu kemudian kita melangkah ke era yang sama sekali baru yaitu era reformasi dimana kita mendapat suasana yang sangat berbeda dengan orde baru. Suasana keterbukaan terlihat nyata pada amsa ini. Pada amsa ini juga, suaana demokrasi kita membaik bahkan sangat baik, bahkan beberapa hal terasa kebabalasan.

Pemilihan umum sebagai pesta demokrasi, sebuah kasta tertinggi pada demokrasi, sebenarnya adalah sebuah momentum untuk memperbaiki beberapa bagian dari demokrasi kita yang kebablasan. Karena sering didapati saling sering saling benci yang mengarah pada perpecahan, hanya dipicu oleh perbedaan pilihan politik.

Karena itu, narasi-narasi pemilu damai perlu dikuatkan untuk menjadi benteng bagi kita semua. Masyarakat digital, utamanya, juga perlu "divaksin" dengan narasi "kesesuaian pemilu dengan ajaran agama" dan "beda pilihan, tetap toleran" sehingga masyarakat tidak mudah terpengaruh dan mempunyai daya tangkal terhadap narasi propaganda kelompok radikal terorisme.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun