Paham radikalisme terus menyusup ke semua sendi masyakat dalam kondisi apapun. Bahkan di masa pandemi seperti sekarang ini pun, tetap saja tidak menyurutkan kelompok radikal, untuk berencana menyiapkan serangkaian aksi teror.Â
Terbukti, beberapa waktu lalu Densus 88 tetap saja melakukan aksi penangkapan jaringan terorisme di beberapa tempat. Ini menunjukkan mereka tidak pernah diam. Mereka tetap berusaha menyebarka teror, baik itu di dunia maya ataupun dunia nyata.
Untuk itulah diperlukan sebuah kewaspadaan bersama. Karena faktanya, mereka terus saja menyebarkan ujaran kebencian, provokasi dan propaganda radikalisme. Terkadang banyak masyarakat yang tidak sadar, masuk dalam perangkap yang disebar oleh kelompok radikal. Dalam hal penanganan covid misalnya. Pemerintah terus diserang tidak berpihak, membatasi aktifitas peribadahan ataupun yang lainnya. Padahal, upaya pembatasan tersebut dilakukan untuk menekan penyebaran angka positif.
Karena masih banyak diantara kita yang  membandel, kasus positif di Indonesia saat ini sudah tembus diatas 1 juta kasus. Ironisnya, fakta ini kembali dibelokkan, seakan-akan pemerintah tidak serius. Ketika vaksin datang dari cina, isunya dibelokkan lagi menjadi vaksin haram, vaksin rongsokan dan lain sebagainya. Tanpa disadari, saat ini kelompok-kelompok radikali itu sedang memainkan peran, untuk membuat kita semua bingung, sampai akhirnya mudah untuk dipermainkan.
Nah, bagi masyarakat yang memang tingkat literasinya rendah, akan mudah terprovokasi informasi-informasi yang menesatkan tersebut. Akibatnya, banyak orang marah karena terprovokasi oleh informasi yang belum tentu benar. Banyak orang melakukan persekusi, karena merasa dirinya benar dan memandang orang yang berbeda selalu salah. Karena salah memahami informasi yang tidak valid, akibatnya tindakan intoleran di tengah masyarakat terus bermunculan. Pada titik inilah radikalisme akan mudah menyebar ke masyarakat.
Untuk memahami radikalisme, tentu tidak hanya sebatas melihat aksi kekerasan yang dimunculkan. Begitu juga memahami terorisme, tidak bisa hanya melihat aksi peledakan bom nya, namun penyebaran ideologinya yang juga harus diantisipasi. Dasar dari terorisme adalah radikalisme. Dan radikalisme tidak bisa dilepaskan dari intoleransi, hoaks dan ujaran kebencian. Ketika diantara kita sudah memelihara pesan kebencian dalam diri, akan mudah sekali berperilaku intoleran. Dan ketika intoleransi terus menguat, paham-paham radikal akan dengan mudah masuk ke dalam pikiran.
Pada titik inilah, diperlukan sebuah upaya yang bisa membendung masuknya paham radikalisme. Perlu ada upaya bersama untuk mendeteksi penyebaran paham radikalisme di sekitar kita. Hal ini penting agar kita bisa terus terjaga dari segala pengaruh buruk. Terkadang diantara kita suka acuh, tidak peduli dengan tetangga dan lingkungan sekitar. Padahal, tidak menutup kemungkinan kanan kiri kita adalah bagian dari jaringan terorisme. Karena banyak sekali jaringan terorisme yang bersembunyi justru di tengah pemukiman padat masyarakat.
Jangan lagi tidak peduli. Jangan lagi merasa eksklusif, sehingga tidak mau berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Ingat, kita semua adalah makhluk sosial yang saling tergantung dengan manusia yang lain. Karena manusia tidak bisa hidup sendiri, maka perlu saling interaksi. Dan dalam interaksi tersebut tentu diperlukan rasa saling mengerti dan memahami dengan berbagai perbedaan yang ada. Dengan tetap mengedepankan kearifan lokal, secara tidak langsung kita telah membangun sistem deteksi dini, dari segala pengaruh buruk, termasuk radikalisme.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H