Mohon tunggu...
intan rahmadewi
intan rahmadewi Mohon Tunggu... Wiraswasta - bisnis woman

seorang yang sangat menyukai fashion

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pemuda dan Narasi Perdamaian Global

26 April 2019   15:49 Diperbarui: 26 April 2019   16:00 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dunia dikejutkan oleh tembakan di dua masjid di kota Christchurch , Selandia Baru. Negara yang selama ini dikenal menyenangkan dan merupakan negara impian bagi para turis untuk mengunjunginya, sontak kaget karena tembakan itu. Setidaknya ada 50 orang tewas karena tembakan (termasuk WNI) dan 20 orang dirawat. Saat itu sekitar 400-500 orang sedang menunaikan shalat pada Jumat 15 maret 2019.

Serangan itu mendapat reaksi keras dari banyak pihak. Baik dari pemerintah Selandia  Baru sendiri maupun masyarakat internasional. Pemerintah Selandia Baru sendirimelalui Perdana Menterinya, Jacinta Ardern sangat berempati dengan para korban meski punya keyakinan berbeda dengan mereka. Dia juga tak mau menyebutkana nama pelaku penembakan itu agar tak menjadi terkenal. Sikap yang ditampakkan oleh Perdana Menteri ini dipuji oleh para diplomat dan banyak kepala negara.

Nyaris dua bulan setelah penembakan di Selandia Baru, dunia dikejutkan lagi dengan pengeboman bunuh diri yang terjadi di Sri Lanka. Kali ini menyasar gereja dan hotel mewah. Korbannya tak main-main yaitu sekitar 250 orang tewas dan lima ratus orang terluka. Korban bisa mencapai angka itu karena saat pengeboman terjadi ada upacara hari raya Paskah yang merupakan salah satu hari suci bagi umat Kristiani.

Dua ledakan itu adalah dua ledakan dan serangan dengan korban yang berbeda. Satu umat Islam dan satu umat Kristiani. Dalam konteks global, ini adalah radikalisme. Radikalisme ada di semua golongan atau keyakinan, jika ada oknum di pihak atau golongan itu yang berpretensi salah dalam mengintrepretasikan ajaran maka yang terjadi adalah radikalisme.

Contoh yang paling nyata adalah bagaimana banyak orang salah menginterpretasikan makna jihad. Jihad dalam konteks zaman nabi dan konteks modern tentu berbeda. Ini yang sering dimaknai secara salah oleh orang. Narasi-narasi di media sosial juga mengamplifikasikan (menyebarkan) secara salah dan serampangan juga. Hal ini membuat pekerjaan anti radikalisasi menjadi lebih berat dibanding masa-masa sebelum ada internet atau media sosial.

Karena itu, sikap dan tindakan yang ditempuh oleh pemerintah setempat usai aksi terorisme itu layak diapresiasi. Yaitu pemerintah Sri Lanka menutup beberapa media sosial  agar pembicaraan soal aksi dahsyat itu tidak teramplifikasi secara dahsyat. Tapi mereka tetap membuka saluran-saluran media mainstream yang dalam pemberitaannya mengikuti kaidah jurnalistik dengan benar. Sedang di Selandia Baru seperti yang sudah diutarakan tadi adalah tidak pernah ada penyebutan nama pelaku penembakan di Christchurch.

Narasi ini penting untuk media sosial karena para pemuda adalah pihak utama yang sering mengambil peran di media sosial. Meski kaum yang lebih tua juga sering mengambil peran . Perlakuan narasi dengan salah adalah hal yang pahit bagi pihak yang alami aksi terorisme dan radikalisme.

Karena itu memang sudah selayaknya masyarakat termasuk pemuda untuk berfikir secara global soal radikalisme dan terorisme dan kaitannya dengan narasi yang mereka hasilkan. Workshop pemuda se Asia Tenggara yang dilakukan oleh BNPT sangat membantu agar para pemuda lebih piawai dalam mengelola dan mengolah narasi anti radikal di media sosial dan internet. Usaha ini paling tidak akan membantu masyarakat global paham soal radikalisme dan terorisme serta memahami bagaimana seharusnya narasi tentang perdamaian dan persatuan disuarakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun