[caption id="attachment_358685" align="aligncenter" width="600" caption="khalilahyasmin.com"][/caption]
Bukan bermaksud nyinyir, tapi saya melihat bahwa aksi protes atas kasus pemblokiran 19 situs yang disinyalir bemuatan radikalisme justru tampak sebagai bentuk emosi sesaat.
Hal ini berkaitan dengan kondisi masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam, di mana sudah menjadi rahasia umum ketika ada hal-hal negatif yang menyingungnya, maka masyarakat pun langsung bersikap reaktif membelanya. Memang kewajiban bagi Muslim untuk membela Islam, namun sayang, masih banyak orang di negeri ini yang enggan membuka mata lebih lebar untuk melihat akar permasalahan dari suatu kasus.
Seperti halnya saat ini, ketika kasus pemblokiran 19 situs Islam radikal oleh Kemenkominfo dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tengah memanas, banyak orang (khususnya netizen) menuduh pemerintah bertindak sepihak dan sewenang-wenang. Padahal telah dijelaskan bahwa pemblokiran tersebut memiliki dasar alasan, yakni dari hasil rangkaian investigasi yang dilakukan oleh Kemenkominfo dan BNPT sejak tahun 2012 lalu. Bahwa dalam rentang waktu investigasi tersebut ditemukan beberapa kali pemuatan konten bernada radikal oleh 19 situs tersebut, di mana beberapa contohnya adalah mengenai penyimpangan pemahaman jihad, penghinaan terhadap sistem demokrasi dan Pancasila yang dianut oleh Indonesia, hingga pemuatan propaganda radikalisme oleh beberapa situs terkait.
Bahkan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan bahwa kementerian yang dipimpinnya mendukung penuh langkah BNPT dan Kemenkominfo melakukan pemblokiran terhadap situs Islam yang menyebarkan paham radikalisme. Dikatakannya bahwa paham radikalisme tidak hanya merusak pemahaman baik beragama Islam oleh mayoritas masyarakat Indonesia, melainkan juga mampu mengancam ketahanan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sebagai sebuah negara berdaulat, Indonesia sebaiknya segera melakukan langkah pencegahan lebih lanjut agar paham radikalisme tidak mengancam kehidupan berbangsa. Salah satu contoh paham radikal yang patut diwaspadai adalah paham yang membolehkan seseorang untuk membunuh orang lain yang berbeda keyakinan dengannya (dianggap kafir). Paham seperti ini telah banyak dilihat oleh publik pada aksi-aksi radika yang dilakukan oleh ISIS, sehingga wajar jika pemerintah telah resmi melarang perkembangan kelompok ini di tanah air.
Namun, memang perlu ada peningkatan transpraransi lebih lanjut terkait alasan pemblokiran 19 situs Islam radikal. Masyarakat harus diberi tahu dengan jelas apa alasan yang membuat kesembilan balas situs tersebut diblokir, sehingga mampu meredam polemik yang terjadi di masyarakat. Lebih lanjut, melalui transparansi, masyarakat pun akan tergiring dengan sendirinya kepada peningkatan kesadaran terhadap penguatan persatuan dan kesatuan bangsa, sehingga mampu meminimalisir ancaman radikalisme di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H