Penggunaan uang elektronik semakin meningkat di Indonesia, terutama di tengah pandemi Covid-19 yang mengharuskan masyarakat untuk "Stay at Home", tidak keluar rumah apabila tidak penting-penting banget. Â Berkat keharusan stay at home, membuat saya mendapatkan pengalaman pertama menggunakan uang elektronik, dalam hal ini GoPay. Â
Sungguh menakjubkan, tak terlupakan dan membuat ketagihan.
Bukan sesuatu yang istimewa bila GoPay terpilih menjadi uang elektronik pertama yang saya coba gunakan. Â Lha memang "the one and only" GoPay. Â Kok bisa?. Â Ya, bisa... lha wong di gawai imut bermemori super terbatas ini, aplikasi yang digunakan hanya bisa muat untuk 1 aplikasi transportasi, an sich Gojek yang pelopor transportasi ojek online. Â Gojek Indonesia bertelurkan GoPay, uang elektronik yang menjadi obyek pengalaman pertama saya.
GoPay memiliki sistem yang cukup mudah digunakan bagi seorang yang 'gaptek' seperti saya. Kali pertama mencoba menggunakan GoPay sungguh mengharu-biru, karena saya menggunakan gawai milik anak saya, namun kok selalu gagal setelah berkali mencoba upload e-KTP dan foto diri ala selfie mencoba berbagai gaya senyum, ternyata GoPay hanya dapat digunakan oleh pemilik gawai yang sudah terdaftar sebagai pelanggan Gojek sebelumnya, dalam hal ini putra saya. Â Baiklah, no problemo bila harus menggunakan nama dan foto putra saya.Â
Saat menggunakan untuk transaksi pertama sungguh mendebarkan, seolah menunggu dijemput pacar baru ke resepsi pernikahan mantan pacar. Â Transaksi pertama yang dilakukan adalah membayar pesanan Balado Jengkol yang menjadi masakan kesukaan ibu saya. Â Saya membelinya melalui info open order teman ex-SMP di WA Group SMP 13 Kebayoran Baru. Â
Teman saya akan memasak Balado Jengkol dan mengumpulkan pemesan yang disebutnya dengan istilah "Open Order". Â Lantas saya teringat ibu saya yang kepingin Balado Jengkol, namun pasokan jengkol di toko sayur langganan selalu kosong. Â Saya memesan dan mencoba membayarnya dengan GoPay dan "Wooo Hooo, cihuyy!", saya takjub betapa mudahnya melakukan transaksi dengan GoPay, bahkan saya dapat menuliskan di kolom chat bahwa sudah membayar lho. Â Sungguh hal ini membuat saya bangga sekaligus terharu campur takjub.
Kemudahan dalam menggunakan uang elektronik tidak terlepas dari manfaatnya sebagai berikut:
Praktis dan inovatif yang membantu kelancaran pembayaran kegiatan ekonomi yang bersifat massal, cepat dan mikro, misal: transaksi di jalan tol, tiket MRT.
Aman dibandingkan harus membawa uang kertas dan koin.
Nilai yang disimpan secara elektronik, dikeluarkan pada penerimaan dana dengan jumlah yang tidak kurang nilainya daripada nilai moneter yang dikeluarkan.
Mudah diakses dimana pun menggunakan gawai (gadget), bahkan di daerah yang belum memiliki akses kepada sistem perbankan (unbankable).
Trend belanja online di tengah pandemi Covid-19 menunjukkan peningkatan, saya asumsikan paralel dengan peningkatan jumlah uang elektronik yang beredar, sebagaimana data Bank Indonesia di tahun 2020 sebagai berikut:
Januari: 313.785.298
Februari: 319.294.014
Maret: 330.391.364
April: 412.055.870
Mei: 346.881.617
Juni: 353.587.670
Terlihat peningkatan yang signifikan di bulan April 2020 menunjukkan kepanikan masyarakat saat pemberlakuan lockdown di beberapa kota dan negara di dunia berimbas pada masyarakat Indonesia, yang lantas berlomba-lomba berbelanja stok kebutuhan rumah tangga. Â Angka melandai di bulan Mei dan Juni menunjukkan masyarakat yang mulai "berdamai" dengan si Corona.Â
Trend penggunaan uang elektronik menunjukkan peningkatan yang terus-menerus, terutama bila melihat data Bank Indonesia di awal diperkenalkannya uang elektronik pada bulan Januari 2009 yang hanya 576.264 jumlah instrumen.
Seiring dengan semakin meningkatnya penggunaan uang elektronik di masyarakat, Bank Indonesia membuat peraturan untuk melindungi cashless society atau masyarakat non tunai ini dengan mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia no.: 20/6/PB/2018 tentang Uang Elektronik.
Dalam Ringkasan Peraturan Perundang-undangan Bank Indonesia Peraturan no.: 20/6/PB/2018 dalam butir 11 dinyatakan bahwa Bank Indonesia (BI) berwenang melakukan evaluasi terhadap izin yang telah diberikan kepada penyelenggara uang elektronik dan menetapkan kebijakan perizinan dan/atau persetujuan penyelenggaraannya.Â
Sementara dalam butir 12 penyelenggara uang elektronik memilki kewajiban:
Penerapan manajemen risiko secara efektif dan konsisten
Penerapan standar keamanan sistem informasi
Pemenuhan kewajiban pemrosesan transaksi Uang Elektronik secara domestik
Penerapan interkoneksi dan interoperabilitas
Penerapan anti pencucian uang, prinsip pencegahan pendanaan terorisme dan prinsip perlindungan konsumen (khusus bagi Penerbit Uang Elektronik)
Dimulainya kebiasaan baru penggunaan Uang Elektronik di Indonesia telah mendorong banyak peluang usaha mikro dari rumah, peluang kewirausahaan UMKM dan solusi bagi mereka yang terpaksa di-PHK di era pandemi Covid-19 bahkan di daerah yang unbankable atau yang belum terjamah sistem perbankan.
Selamat datang, Uang Elektronik. Â Uang Elektronik sungguh SOLUTIF.Â
Referensi:
www.bi.go.id
000ooo000
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H