Mohon tunggu...
Stevanus
Stevanus Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Apatisme Masyarakat dan Membudayanya "Money Politics" dalam Pemilu

1 Desember 2016   23:47 Diperbarui: 2 Desember 2016   00:06 961
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Apatisme adalah kata serapan dari Bahasa Inggris, yaitu apathy. Kata tersebut diadaptasi dari Bahasa Yunani, yaitu apathes yang secara harfiah berarti tanpa perasaan. Sedangkan menurut AS Hornby dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English: apathy is an absence of simpathy or interest. Dari definisi-definisi di atas, maka dapat ditarik satu benang merah definisi apatisme, yaitu hilangnya simpati, ketertarikan, dan antusiasme terhadap suatu objek.

Kita semua tahu, demokrasi tidak akan berjalan tanpa partisipasi warga yang kritis. Apatisme publik adalah gejala, di mana warga negara menjadi tidak peduli pada hal-hal yang terkait dengan kehidupan bersama. Artinya, warga negara tidak lagi kritis dan partisipatif di dalam kehidupan bersama. Demokrasi pun tinggal slogan yang mengambang tanpa realitas. Sikap apatis seringkali dikaitkan dengan problem-problem yang terjadi di masyarakat, baik ideologi, politik, ekonomi, sosbud, militer, pendidikan, dan lain-lain. Dari sisi realitasnya sikap apatis politik  dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya: rasa bosan, ketidaktahuan dan lain-lain. Apatis yang disebabkan oleh rasa bosan, maksudnya bahwa apatis terjadi karena suatu kondisi yang terus berulang tanpa ada hasil sesuai yang diinginkan.

Sebagai contoh apatis terhadap pemilu karena ketidakyakinan adanya perubahan tapi tidak melakukan aktivitas perubahan apapun justru membuat pihak yang tidak layak jadi pemimpin akan memimpin. Hal itu akan mengukuhkan kepemimpinan yang merugikan. Kondisi ini melahirkan masyarakat yang individualis dan pasif. Masyarakat memandang elite politik tidak mengalami perubahan yang jelas. 

Hal ini bisa berasal dari masyarakat yang menjadi korban kebijakan politik pemerintah yang sedang berkuasa.Ada sebagian masyarakat yang sangat mengerti sekali dengan politik tetapi pemilu tak ubahnya hanya sandiwara politik karena hakikatnya, pemilu hanya akan menguntungkan secara politikdan ekonomi elit politik, namun tetap menyengsarakan rakyat jelata, karena tak berhasil mengubah nasib hak ekonomi, politik, hukum danbudaya.Golput muncul karena berdasarkan bahwa keberadaan pemilu dan aktivitas memilih tidak akan berdampak lebih baik pada diri pemilih. Hal ini terjadi ditengah masyarakat yang terjebak pada apatisme.

Hal yang membuat berkembangnya apatisme tidak lain adalah kelakuan para elite politik yang memperebutkan kekuasaan demi kepentingan tersendiri, Banyaknya cara kotor yang dilakukan para parpol demi memenagkan kandidatnya untuk memiliki kekuasaan dari mulai: black campaign, money politic, saling menjatuhkan lawan politik pun dilakukan oleh hampir semua partai politik

Hal ini membuktikan bahwa masyarakat sudah letih menanti perbaikan dan bosan dengan janji-janji politik. Keberadaan golput di sejumlah pemilu maupun pemilihan kepala daerah makin mengukuhkan ketidakpuasan rakyat terhadap parpol.Dengan adanya ketidakpercayaan masyarakat terhadap para calon pemimpin memberikan efek negatif bagi para elit-elit dengan menghambur-hamburkan uang dalam waktu sekejap, demi kekuasaan semata. 

Dan sebaliknya adalah sangatmenggiurkan juga bagi masyarakat meskipun sesaat, karena itu juga masyarakat merasa “berhutang budi” pada calon walikota yang memberikan uang tersebut. Masyarakatpun menikmati hal tersebut dimana masyarat senang menerima pemberian dari partai politik yang akan dan sedang dalam pemilu. jual beli suara pada proses politik dan kekuasaan dan tindakan membagi-bagikan uang baik milik pribadi atau partai utuk mempengaruhi suara pemilih.

Demikian eratnya hubungan uang dengan politik, sehingga jika Money Politics tetap  akan tetap berjalan, Berapapun besarnya jumlah dana yang dikeluarkan, keuntungan yang diperoleh tetap akan jauh lebih besar. Sebab pihak yang diuntungkan dalam praktik Money Politics adalah pihak pemberi, karena dia akan memperoleh dukungan dan kekuasaan politik. Adapun yang dirugikan adalah rakyat. Karena ketika parpol tersebut berkesempatan untuk memerintah, maka ia akan mengambil suatu kebijakan yang lebih menguntungkan pihak penyumbangnya, kelompoknya dari pada kepentingan publik.

Secara sadar atau tidak, politik uang di kita itu sudah menjadi budaya. sangat sulit untuk mengusut tindakan money politics dikarenakan tidak adanya laporan masyarakat hal ini dikarenakan masyarakatpun menyambut hangat kegiatan money politic tersebut. Sudah menjadi kebiasaan para partai politik untuk membagikan sembako, souvenir, membagikan kalender dan atribut partai pada saat kampanye berlangsung. Dan hal yang telah menjadi kebiasaan tersebut tentu sangat sulit untuk dihilangkan. Perpolitikan di indonesia akan tetap seberti ini tanpa adanya tindakan tegas dalam mengubah sistem yg telah carut marut ini. Indonesia masih terus akan dipenuhi penguasa-penguasa korup yang berkuasa di negri ini.

Penulis adalah mahasiswa semester satu

 prodi ilmu komunilasi, untirta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun