"Selamat pagi Mbak Luna. Panjenengan berkenan kah berbagi pengalaman iman pada anak muda Katolik? Sabtu siang 15 April 13.00 sd 15.00 di Syantikara dekat Panti Rapih. Konsepnya ngobrol biasa saja."Â
Begitulah chat WA yang saya terima dari Romo Bobby pada hari Jumat pagi, sehari sebelum hari-H. Reaksi saya saat itu antara kaget, overthinking tapi penasaran dan tertarik.
Kaget karena tidak menyangka bahwa saya yang diundang. Masih mending kalau saya diundang sebagai peserta yang datang, duduk manis, mendengarkan dan bertanya kepada narasumber jika diperlukan. Ternyata saya malah menjadi salah satu dari tiga narasumber.
Tiga narasumber itu adalah saya, Bhikku A.S.K Thittasaddho (hadir secara virtual) dan Romo Bobby.Â
Adapun pesertanya adalah anak-anak muda Katolik (yang hadir di tempat, yaitu di Syantikara Rumah Pembinaan Carolus Borromeus) dari paroki se-Kota Yogyakarta dan ada pula yang menghadirinya secara virtual melalui Zoom Meeting.Â
Sebagai muslimah dengan kualitas iman dan ilmu agama yang sangat dangkal, undangan ini jelas membuat saya overthinking. Bukan overthinking karena takut bakal oleng dan pindah agama lho ya. Saya hanya takut tidak bisa menjelaskan dengan baik sehingga sulit dipahami oleh peserta.Â
Saya bukan ustadzah, bukan anak ulama dan bukan anggota organisasi keislaman seperti NU atau Muhammadiyah. Bukan pula alumni pondok pesantren atau pernah menimba ilmu di jurusan-jurusan keagamaan. Itu sebabnya, untuk mencegah agar peserta tidak berekspektasi terlalu tinggi, saya sampaikan saja hal tersebut sebagai disclaimer.