Pagi hari yang cerah. Minggu, 18 Desember 2022. Tahun baru menjelang. Meninggalkan jejak-jejak kisah dan kasih sayang. Waktu yang tepat untuk melepas segala penat bersama sepeda tersayang.Â
Perjalanan gowes kali ini menelusuri jalanan perdesaan di seputaran Jalan Kaliurang kilometer tujuh sampai dua belas. Menikmati persawahan dan geliat insan serta bumi di pagi berpendar mentari.
Merapi, sang arga pepuja hati masyarakat Yogyakarta dan Jawa Tengah tampak asri. Ia tampak sibuk memasak di dapurnya. Mungkin, sedang merebus jagung manis.Â
Merapi pada suatu pagi menebarkan bias-bias berkahnya untuk insan dan bumi. Meski ia kadang batuk keras, sejatinya ia menjadi perantara berkah berupa material vulkanik penyubur pertiwi.
Lahan persawahan masih tersua di antara bangunan-bangunan yang makin menjamur. Maklum, bumi makin padat manusia. Jogja pula. Ia makin rajin ditanami beton-beton hotel dan perumahan. Tak lupa warung kopi yang menolak mati meski kadang sepi. Sesepi hati sebagian pengunjungnya.
Di sebuah lahan persawahan, Pak Tani sedang menikmati kendaraan mainannya. Ia berputar-putar bak di Sirkuit Mandalika. Bedanya, sirkuit ini berisi lumpur. Untunglah, burung-burung bangau menemaninya sembari menari dengan kepak sayap mereka.
Beranjak ke utara, wajah Merapi makin memesona. Di pematang sawah, tumbuh subur pohon buah. Pisang tampak berbuah hijau. Selaras dengan ijo royo-royo sawah dan pepohonan di sekitarnya.
Netra dimanja pula oleh lanskap asri masjid dan Merapi. Seolah rumah ibadah dan ciptaan Allah menyenandungkan melodi penuh arti. Masjid bermenara apik itu menanti kehadiran insan-insan pencari Tuhan. Tak harus yang lantas bersembahyang di dalamnya. Aku pun merasa damai dengan berhenti sejenak di depannya.Â